Gween terkejut dengan ciuman tiba-tiba dari Sean. Namun, ia segera sadar, dan dengan sekuat tenaga mendorong Sean menjauh. Nafasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar. Mata Sean yang tajam menatapnya, seolah berkata bahwa Gween tak punya jalan keluar. Tapi ia tak peduli.
Tanpa berpikir panjang, Gween berlari ke pintu, membuka kunci, dan melarikan diri. Dadanya sesak, jantungnya berdegup kencang. Pikirannya berkecamuk, masih belum percaya apa yang baru saja terjadi. Setibanya di luar ruangan, Gween menoleh sejenak ke belakang dan melihat Sean masih berdiri di pintu, menatapnya dengan senyum samar yang membuatnya merinding.
“Apa yang dia maksud dengan ‘kau milikku’?” pikirnya penuh kebingungan dan ketakutan.
Air mata mulai mengalir di pipinya, dan tanpa sadar langkah kakinya semakin cepat, hampir berlari. Rasa takut bercampur dengan rasa malu. Kenapa dia? Kenapa Sean? Apa yang dia inginkan dari Gween?
Sampai di parkiran, dia terhenti. Matanya mencari jalan keluar, tapi pandangannya kabur oleh air mata yang terus turun tanpa henti. Di saat itu, sebuah suara memanggil namanya.
"Nona?”
Gween menoleh dan melihat Derick, ketua tim rugby, berdiri di samping motornya. Wajahnya tampak cemas melihat keadaan Gween yang begitu berantakan. Derick segera menghampirinya dan menggenggam tangan Gween, menariknya mendekat.
“Ada apa? Kenapa kau menangis?” tanyanya dengan suara lembut, tapi penuh kekhawatiran.
Gween menunduk, tak sanggup mengatakan apa yang baru saja terjadi. Dia hanya menggelengkan kepala, tak ingin Derick tahu. Tak ingin siapapun tahu. Dia merasa malu, merasa hancur. Kenapa dia harus mengalami ini? Kenapa harus Sean?
"Hey, kau bisa ceritakan padaku. Apa yang terjadi?” Suara Derick menjadi lebih tegas, meski masih lembut. Namun Gween tetap diam. Dia tak ingin membuka mulut, takut jika dia mulai bicara, air mata dan rasa sakitnya akan meluap tak terkendali.
Melihat Gween tak kunjung berbicara, Derick memutuskan untuk tidak memaksanya. Dia melepaskan genggamannya dan berkata, “Baiklah. Mari aku antar pulang.”
Tanpa menunggu jawaban, Derick melangkah ke motornya dan mengisyaratkan Gween untuk ikut naik. Dengan ragu, Gween akhirnya mengangguk dan menaiki motor Derick. Perasaan aneh muncul di hatinya. Derick begitu perhatian, sementara di kepalanya, bayangan Sean masih terus menghantuinya.
Perjalanan pulang terasa sunyi. Derick tak banyak bicara, hanya fokus membawa Gween pulang dengan aman. Namun, setiap kali motor itu melaju, Gween merasa dadanya semakin sesak. Dia tak bisa mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja terjadi di ruang rektor.
Setibanya di apartemen, Gween turun dari motor dengan perasaan campur aduk. Derick menatapnya dengan cemas, tapi tetap tak menekan Gween untuk berbicara. “Kalau kau butuh sesuatu, katakan nanti” ucap Derick sebelum pergi.
Gween hanya mengangguk, lalu berbalik masuk ke apartemennya. Begitu pintu tertutup, air mata yang sempat tertahan kembali mengalir deras. Dia jatuh terduduk di lantai, tubuhnya gemetar hebat. Bayangan Sean dan kata-katanya terus berulang di kepalanya.
YOU ARE READING
My Gween
Romance21+ Beberapa tahun lalu, Sean, seorang remaja yang penuh rahasia, datang ke Alaska dengan keluarga billionarenya. Di sana, ia tak menyangka akan bertemu dengan Gween, gadis kecil yang dengan cepat menyentuh hatinya dengan cara yang tidak pernah ia d...