5. Selamat Datang di Rumah Baru

1K 125 23
                                    

Note : Cerita ini menggandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca.
Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment.

.

(Sorry for typo's)
.


Enjoy and Happy Reading.
_

Reihan menatap lamat setiap helaian daun segar yang tertanam rapi dipekarangan rumahnya. Sudah berapa lama ya, ia dan dedaunan itu tumbuh bersama?

Dulu, seringkali Mama merawat setiap tumbuhan dirumah mereka. Mama terkadang menjelma layaknya penjual bunga yang selalu merawat dagangannya setiap hari. Mama, dulu secantik itu.

Cantik yang mungkin jika itu fisik, mereka anggap kecantikan Mama tak akan pernah pudar, walaupun massa bergerak cepat hingga mereka kini sudah dewasa.

Namun, jika itu kecantikan yang dulu melindungi diri Mama, menampilkan senyum cantik bak malaikat, juga perilaku lembut layaknya hembusan angin yang lembut, mereka akan berkata tegas, bahwa kecantikan itu telah sirna.

Jika ditanya mengapa, mereka juga tak kunjung mengerti, apa Mama berubah setelah Ayah pergi? Atau mungkin, Mama benar-benar tak mendapatkan kebahagiaan disini, seperti yang Mama katakan sewaktu dahulu,

“Nggak kamu, nggak kakak-kakakmu, semua sama aja Hanif! Menyusahkan Mama!”

“MAMA JUGA MAU SENENG!”

Seperti itu, sedikit kenangan yang Reihan ingat. Yah, itu bukan kenangan baik, jadi Reihan tak ingin terlalu mengingatnya.

“Mas Rei” panggilan Candra membuyarkan kontak matanya dengan salah satu daun bunga mawar yang bergoyang lembut.

“Eum?” ia menyahut sembari mengarahkan gulungan kemeja dilengannya ke arah mata yang entah sejak kapan meneteskan liquid bening.

“Mamas kenapa nangis?” Candra bertanya selembut mungkin, mengerti bahwa Reihan biasanya tak nyaman dengan perkataan seperti itu.

“Nggak papa dek, cuma kelilipan aja”

“Padahal Mas bilang bohong itu dosa besar loh” Candra menyela sembari memegang perlahan tangan Reihan.

Jika dihari normal, mungkin saja Reihan akan melakukan aksi kekerasan dengan dalih ‘mengelikan’, namun kali ini Reihan diam saja, sejenak, sebelum ia menatap manik coklat manis Candra yang hampir sama seperti milik Hanif.

“Gapapa dek, Mas cuma ngerasa bakal kangen sama rumah ini, rumah yang nemenin kita tumbuh sampe sebesar ini” Candra mengangguk tanda sudah mengerti, “Candra juga, tapi kata Mas Malik gapapa kan Mas Rei? Disana kita mulai bangun mimpi buat kehidupan yang lebih baik lagi.”

“Iya, gapapa dek, Mas cuma ngerasa bakal kangen, bukan gak mau pergi dari sini” Reihan mengelus pelan Surai hitam Candra, “Adek gak sedih emangnya?”

“Eum, sedih, tapi bersyukur juga. Adek lebih suka ninggalin tempat ini, sekalipun adek tumbuh besar disini. Adek gak bakal lupa sama kesakitan Aa' Mas ..,” ucapnya lirih.

“Aa'.., Aa' pasti jauh lebih seneng bisa bebas dari tempat yang bikin Aa' trauma. Bukan cuma A' Hanif dan A' Naren, trauma mereka sebenarnya cukup buat bikin adek dan Aji ikut takut, kami gak akan menyia-nyiakan kesempatan buat pergi dari sini bareng Aa' kalau ada kesempatan Mas, dan Mas Malik juga Mas Jendral udah wujudin itu, Aji dan Candra gak bakal nolak dan lewatin kesempatan ini” lanjut Candra tegas, setegas niatnya sedari awal ketika melihat Hanif dan Naren kesakitan.

How He Died?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang