The traitor 1

300 24 1
                                    

"Cloud" Tifa memanggil namanya pelan. Sejenak lensa matanya menangkap sosok lelaki berambut pirang di ujung tangga. Hatinya berkecambuk, perasaanya bahagia seketika dia melihat sosok lelaki tersebut. Batinnya nyaris tak berhenti memanggil nama itu, meluapkan rasa rindu yang begitu dalam seketika di melihatnya. Perlahan Lelaki pirang itu berjalan menuruni anak tangga. Seketika dia sudah berada beberapa meter di depan Tifa, Lensa matanya berhenti pada wanita yang berada di depannya, dia mengerutkan kening, dan menggerakkan bola matanya untuk melihat makhluk-makhluk yang kini berada di sekitarnya. Perlahan dia menggerakkan bibirnya, dan merangkai kata yang tepat untuk ia ucapkan.

"Mereka siapa?" Tanya lelaki yang bernama Cloud itu. Dia mengerutkan kening dan menatap satu persatu wajah mereka. Dia mencoba mengingat wajah itu, memejamkan matanya dan menekannya lebih dalam. Namun hasilnya dia tidak mengingat satu pun dari mereka. Ruangan itu seketika menjadi hening, semua mata hanya terfokus dengan kehadiran lelaki pirang di hadapan mereka. Khususnya wanita berambut hitam terurai sekarang, kondisinya jelas menggambarkan bahwa dia sekarang shock. Di sisi lain Aerith tidak berani unjuk bicara, dia hanya menunggu kapan waktu yang tepat saat ia akan bicara. Cloud menghela nafas kesal, karena tak seorang pun berani menjawab pertanyaanya. Maka dari itu dia mencoba untuk mengolah atas jawaban dari pertanyaanya sendiri, meskipun itu bukan jawaban yang tepat bagi mereka. Perlahan dia tersenyum dan memincingkan tatapannya kehadapan mereka semua.

"Bunuh mereka sekarang juga" Cloud tersenyum licik. Sekilas dia berjalan dan berhenti tepat di samping Aerith. Sejenak emosianal Tifa perlahan memuncak, lebih tepatnya dia tidak emosi pada Cloud, namun pada wanita yang kini berdiri di samping Cloud, tanpa seizinnya dia dengan beraninya mengubah Cloud seperti sekarang ini. Tak kuat dengan menahan luapan emosinya, Tifa akhirnya berani meluapkan kesedihannya di hadapan mereka semua. Di sisi lain Cid, Barret, dan Red hanya terdiam melihan kondisi sekarang. Rasa lelah, emosi bercampur aduk di pikiran mereka. Sedangkan Aerith hanya tersenyum menyikapinya, dia bangga karena melihat Cloud adalah sepenuhnya miliknya sekarang. Tak tahan dengan luapan emosi dan kesedihannya, Tifa pun akhirnya memberanikan diri untuk bicara.

"Cloud! Jangan mencoba untuk berubah menjadi orang lain!" Dia berteriak untuk meyakinkannya. Tapi semua itu percuma, Cloud hanya tertawa, dia menertawakan wanita itu.

"Cloud aku mencintaimu! Tidakkah kau ingat itu?!"

"Just silent bitch!" Mata Tifa seketika terbelalak lebar mendengar perkataan itu, hatinya bercampur aduk antara percaya dan ragu akan perkataan yang baru saja ia ucapkan. Cloud menertawakannya cukup lama sampai ruangan itu menggemakan suaranya dengan sangat jelas. Namun pada akhirnya Cloud menghentikannya dan menempatkan tatapan matanya ke arah Tifa, iris merah terangnya menangkap bahwa wanita itu kini mengeluarkan air mata. Cloud masih tetap memandangnya tanpa rasa bersalah sedikitpun, namun kini pandangannya beralih pada wanita yang berada di sampingnya.

"Wanita jalang macam apa itu yang berani menyebut dirinya mencintai saya? Apakah saya pantas untuk mencintainya...?" dia menghentikan pembicaraannya, kemudian menoleh ke arah Tifa dan menjawabnya.

"Tidak..." dia tersenyum pelan.

"Cloud..." bibir glossy Tifa memanggilnya pelan, namun panggilan itu masih bisa di dengar oleh Cloud.

"Pergi kalian dari sini..."

"Cloud ini bukan tempatmu!" Sahut red di tengah obrolan mereka. Dan Red berhasil menarik perhatiannya.

"Cloud ini bukan tempatmu, ini neraka bagimu! Bukan...! Ini neraka bagi kita semua! Maka dari itu mari kita pulang Cloud!" Red mencoba meyakinkannya, tergambar jelas bahwa srigala merah itu prihatin atas kondisi Cloud sekarang ini.

"Cukup dengan omong kosong kalian semua!" emosi Cloud mulai memuncak sembari dia memejamkan matannya.

"Ini...ini semua karena kau!" dia menunjuk tepat ke arah Tifa, Tifa pun terperanjat mendengar ucapannya.

"Akan ku habisi kau sekarang juga!" Otot lehernya keluar seketika dia mengeluarkan bola abstrak berwarna kemerahan yang menyembul dari telapak tangannya, bersamaan itu juga iris merahnya bersinar terang dalam kegelapan, Tampilan Cloud yang sangat sempurna untuk menjadi Pangeran kegelapan. Dia mengumpulkan kekuatannya dalam satu titik, menunggunya berkumpul menjadi satu. Dan pada akhirnya ia menembakkan bola abstrak kemerahan itu tepat ke arah Tifa. Iris kecoklatan itu tak percaya melihat semua ini, air matanya tak berhenti menetes ketika dia melihatnya, kekasihnya yang berperilaku sangat kejam sedimikian rupa. Dia mencoba menutup matanya perlahan seketika refleksi pancaran sinar magic itu mulai bersentuhan dengannya. Namun...

---*---

Final WeddingWhere stories live. Discover now