09. Seseorang yang berjanji

147 5 1
                                    

Hari kembali menjadi pagi, saat subuh masih menyelimuti dunia dalam keheningan, aku terbangun dari tidurku dengan perlahan, cahaya temaram dari dinding jendela mulai mengecapi kamar, memberikan nuansa keemasan yang menenangkan, saat mataku terbuka, aku menyadari bahwa aku tidak sendirian, Devin terbaring di sebelahku, aku tidak ingat semalam ia berada ditempat tidurku, yang kuingat hanya tertidur karena menonton film yang biasa kami lakukan tiap malam, aku ingin menciumnya, tapi kuurungkan walau ia sudah resmi menjadi pacarku, wajahnya yang damai dan tenang dalam tidur, menyiratkan kedamaian yang tak ternilai, udara pagi yang segar memasuki kamar, dan suara gemericik air dari keran yang belum terturup rapat terdengar dari dalam kamar mandi, membuat pagi ini terasa lebih hidup, Aku memandang Devin dengan penuh kehangatan, menghargai momen kebersamaan yang tanpa disadari tercipta, dengan hati-hati, aku mencoba tidak mengganggu tidurnya yang masih lelap sambil mengamati detil-detil wajahnya yang terkena cahaya pagi, aku merenung tentang persahabatan kami yang telah tumbuh menjadi rasa jatuh cinta, setiap ekspresi damai yang terpancar dari wajahnya menjadi pengingat betapa berharga kehadirannya di sampingku.

Suara langkah kaki lembut di luar jendela memberi tahu bahwa pagi sudah mulai beraktivitas, meskipun masih awal, kehidupan di luar sana sudah menggeliat, aku merasa beruntung dapat berbagi momen indah ini dengan seseorang yang begitu dekat hatinya, dengan penuh kehati-hatian, aku bergerak untuk bangun tanpa mengganggu tidur Devin, Aroma kopi yang harum menggoda dari luar kamar, memanggil untuk dinikmati bersama, dengan langkah yang pelan, aku beranjak dari tempat tidur, meninggalkan Devin yang masih terlelap dalam mimpinya.

Saat aku mengarah ke teras, pemandangan yang menarik perhatianku, Mas Bayu sedang duduk dengan tenang sambil menikmati segelas kopi di meja teras, terlihat bahwa dia tengah terbuai oleh aroma kopi yang menguar di udara pagi, senyumannya yang hangat menciptakan kesan santai dan damai, aku merasa senang melihatnya menikmati momen kecil ini, dan aku pun mendekati dengan senyuman di wajah.

"Selamat pagi, Mas" sapa ku dengan ramah sambil menarik kursi di sebelahnya.

"Oh Hafizh, Bagaimana tidurmu?" Mas Bayu menyambut dengan senyuman dan menawarkan kursi kosong di sebelahnya.

"Tidurku cukup nyenyak" jawabku sambil duduk. "Bikin kopi sendirian mas?"

"Ah iya, aku baru lari tadi pagi"

"Jam berapa?"

"Dari jam 4 subuh kurang sepertinya"

"Sehat mas habis lari begitu minum kopi?"

"Kau tahu? Ini adalah pagi yang sempurna untuk menikmati kopi dan berbagi cerita."

"Kurasa benar"

Dalam kesederhanaan pagi itu, kami duduk di teras, menikmati kopi yang harum dan cipratan cahaya matahari yang perlahan menerangi kehidupan pagi kami, suasana yang tenang dan akrab menciptakan awal yang sempurna untuk hari libur kami yang akan dimulai.

"Eh, bagaimana dengan Devin? Tidak sakit kan?" Mas Bayu menoleh ke arahku sambil tersenyum ramah

"Kurasa ia baik-baik saja, sedang istirahat di kamar sekarang" Balasku

"Baguslah, setidaknya ia baik-baik saja denganmu"

"Eh bagaimana mas?"

"Aku tahu ada sesuatu diantara kalian, aku paham kok tenang saja"

"Um... kami sekedar sahabat saja kok mas" Balasku sambil tersenyum

"Sahabat kok dekat sekali ahahah"

"Tapi memang kok mas" Aku mulai takut jika itu benar-benar ketahuan

"Tidak apa kok, aku orangnya luwes dengan hal yang begitu, tidak ada masalah, lagipula kelihatan jelas kalau Devin juga tidak mau kalau tidak ada kau" Balasnya gak panjang

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

One Month of HappinessWhere stories live. Discover now