Bonus Chapter

388 50 24
                                    

Perempuan itu menyibakkan tirai yang menutupi jendela kamarnya karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dibukanya perlahan tirai itu dan membuat sinar matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamarnya. Membuat lelaki yang masih tertidur pulas sedikit terganggu karena silaunya sinar matahari itu, walaupun akhirnya ia menutupi kepalanya dengan selimut dan melanjutkan kembali tidurnya.

Perempuan itu menghela napas pelan melihat kelakuan suaminya yang masih saja sulit dibangunkan. Ia pun berjalan mendekati suaminya dan menyibak pelan selimut coklat yang tadi menutupi wajah suaminya. Dan bukannya membuka mata, lelaki itu malah menyeruduk pelan ke tubuh istrinya dan menjadikan paha perempuan itu sebagai bantal sambil memeluk pinggang istrinya erat – dan masih tetap menutup mata.

"Mas Bian, bangun," suara lembut Kina memecah keheningan pagi itu.

Kina mengusap pelan rambut tebal suaminya dengan sayang. Walaupun Bian berusaha menyembunyikan wajahnya, tapi Kina tetap bisa melihat wajah suaminya yang selalu terlihat polos setiap tidur. Selalu dan selalu, salah satu kegiatan favoritnya ketika membangunkan Bian adalah menatap wajah tampan suaminya itu. Dan masih saja ia terheran-heran tentang bagaimana ia bisa hidup dengan lelaki yang ketampanannya di luar nalar? Alis, mata, hidung, bibir, semuanya terpahat secara sempurna. Tuhan memang Maha Baik pada Kina karena memberikannya jodoh setampan Fabian.

PLAK!

Sebuah tangan kecil menampar pelan pipi Bian dan membuat lelaki itu otomatis membuka matanya lebar. Sedangkan Kina malah tertawa saat melihat anak mereka yang masih berusia satu tahun menampar pipi Bian.

"Eh baby Gyan sudah bangun? Anak Bunda sudah bangun ya? Nggak pakai nangis ya?" ucap Kina lembut sambil mengangkat pelan bayi laki-laki itu ke dalam pelukannya.

Bian yang tadi terkejut karena tamparan pelan di pipinya, mau tidak mau membuka matanya dan mulai mendudukkan badannya.

Bian mengambil alih Gyan yang tadi sempat duduk di pangkuan Kina. "Bisa nggak sih bangunin Ayah nggak pake ditampol?" tanya Bian gemas pada anaknya. "Disayang-sayang gini loh, Nak." Bian memainkan tangan mungil anaknya untuk mengusap-usap pipinya yang tadi kena tampar. Membuat bayi satu tahun itu tertawa entah karena apa.

"Eh, ketawa. Ketawa ini? Ini bisa ketawa ya?" Bian semakin menguyel-uyel anaknya dengan gemas, membuat tawa suara bayi menggelegar di kamarnya dan Kina.

Kina yang melihat kedekatan suaminya dan anaknya itu kembali merasakan hangat di dalam dadanya. Ia selalu menyukai interaksi antara Bian dengan Gyan. Suaminya itu memang menyukai anak kecil dari dulu, jadi wajar saja jika ia sangat menyayangi anak semata wayang mereka.

"Mas, aku mau siapin sarapan dulu ya. Kamu ajak main Gyan sebentar, nanti jam sembilan kita siap-siap ke acara Daniel," ucap Kina.

"Acaranya jam berapa sih?" tanya Bian.

"Jam 11, Mas. Tapi kan kita keluarga, nggak enak kalo datangnya mepet." Jawab Kina dan Bian mengangguk paham.

"Gyan mandi jam berapa?" tanya Bian lagi.

Kina melihat jam dinding yang ada di kamar mereka sekilas. "Setengah delapan juga nggak apa-apa."

"Aku yang mandiin ya?"

Kina menatap Bian kaget. Dari Gyan lahir sampai berumur satu tahun ini, Bian hanya pernah sekali memandikan Gyan dan itu pun Gyan menangis terus, jadi Kina sedikit ragu untuk menyerahkan Gyan pada Bian. 

Informasi saja, Bian dan Kina memang memutuskan untuk tidak menggunakan jasa baby sitter atau pembantu. Mereka bahkan lebih memilih tinggal di apartemen, walaupun Bian juga sudah memiliki rumah mewah di kawasan elite Jakarta Selatan. Mereka memutuskan untuk hidup hanya bertiga karena memang keduanya tidak suka ada orang lain – bahkan orang asing yang satu rumah dengan mereka. Jadi, untuk sementara ini, selama masih bisa dilakukan berdua, mereka akan melakukan berdua. Dan Kina juga memilih resign dari pekerjaannya agar bisa lebih fokus mengurus keluarga mereka.

DANDELIONWhere stories live. Discover now