39. Bertengkar lucu

58 6 0
                                    

Hasan merenung sendirian di tempat kerjanya yang serba sederhana meskipun harga barang-barang disini semusnya mahal. Ia merenung dalam duduknya diatas kursi kerja yang sangat nyaman dengan desain sederhana. Sudah 1 jam lamanya ia bergeming seperti patung.

Satu jam lamanya Florenzia menunggu di luar ruang kerja Hasan. Ia berteriak dari luar sembari memaksa mendorong handle pintj. Sudah ia coba paksa buka dari pintu luar, lalu ia coba paksa lewat pintu sambung yang terhubung dengan ruang kerjanya, tetap tak bisa. Ia mencoba menelfon, tapi tidak digubris. Flori sampai frustasi menunggu suaminya. Penampilannya berantakan.

"Akaaang! Akang bukaaa! Kamu pikir aku bakal nyerah nunggu?! Nggak!! Aku bakal di sini sampe kamu keluar!" teriak Flori meski yakin tak yakin didengar oleh suaminya lewat speaker di dalam.

Bugh

Bugh

Untuk kesekian kalinya Florenzia memukul pintu kokoh nan tinggi itu. Ia menggeram, ia coba menggerakkan pintu itu, tak ada perubahan sama sekali. Tinggi pintunya saja 4 meter, belum lagi jenis bahan pintu.

"Hasaaaan! Please! Bicara berdua, ayooo." Flori mulai frustasi dan nyaris menyerah. Ia lelah marah-marah.

"Bicara face to face, sayaang. Please laah. Itu dulu, Hasaaan. Itu duluu! Aku ceritain yang duluuuu!" rengek Fori dengan tangan dan kaki yang gemetar tak sabar.

"Hasaan!"

"Hasaaan!"

"Hasaaaaan!!!" teriak Flori bercampur bentakan. Tangannya mencengekram dua handle pintu hingga urat-urat di punggung tangan begitu ketara.

Ctlek

Wanita yang masih mencengkeram pintu itu sontak terkesiap. Ada yang menarik pintu dari dalam, namun pintu tak bisa terbuka karena masih ia cengkeram. Ia pun segera melepas cengkeram.

Pintu dibuka memperlihatkan sosok pria berkulit coklat tua dengan penampilan berbalut kemeja kerja. Wajah pria itu sangatlah datar kala bertatap mata dengan istrinya.

"Akang?! Hasan, please, Hasaan!" paksa Florenzia amat lirih. Ia bergegas mencengkeram dua tangan kekar suaminya, lalu berjinjit berusaha membekai wajah tampan itu.

"Heii! Denger dulu, ayaaang. Kamu itu ga tahu aku udah ngomong apa ajaa." Flori terus memaksa wajah itu agar menunduk, tapi suaminya bersikukuh.

Suara Flori mulai parau. Ia memohon dengan sangat sampai akhirnya Hasan dengan berberat hati menundukkan kepala. Hasan sempat terpejam lama karena tak siap.

"Honey! Babeee! Listen to me."

"Denger yaaa. Denger dulu. Kasih aku waktu." Flori mengangguk antusias.

"Lima menit. Aku mau meeting," ucap pria itu berusaha meloloskan wajah sembari mendorong perlahan tangan mulus bak porselen itu.

"Hei? Kamu beneran marah? Hmm?"

"Hasan?" tanya Flori lemas sekali membiarkan kedua tangannya turun dan jatuh begitu saja.

"Hasan? Babe? Daddy? Kamu beneran marah?"

Hasan bergeming membiarkan istrinya. Bukan marah, tapi lebih tepatnya ia kecewa dan sedih. Ketulusannya dimanfaatkan hanya untuk dijadikan hiburan semata.

Wanita itu melangkah mundur hingga hampir ke tengah koridor rumah yang terhitung lebar. Ia bilang kalau setidaknya suaminya menatap mata. Suaminya malah menutup mata rapat-rapat seolah sedang menahan sakit.

Tiba-tiba pria itu mengangkat tangan kiri tuk melihat jam. Sontak mata Flori melotot ketakutan.

"Udah lima menit." Hasan mulai berani menatap Florenzia. Ucapannya tak bisa diganggu gugat meski ia tak meninggikan suaranya sama sekali.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now