26. Satu Permintaan

2.4K 183 28
                                    

Perkenalan itu terasa singkat sampai pada akhirnya Nara di sini, di dapur ini. Ia berniat membantu, namun tidak diizin oleh pemilik rumah jadi Nara hanya menonton Mama Arjuna sedang memasak bersama satu pembantunya.

“Kamu cantik banget,” pujian itu keluar begitu saja.

Nara mengucapkan terima kasih karena mendengar pujian dari calon mertuanya, hari ini Nara memang tampil menawan, pakaiannya sederhana hanya dress biasa dengan sedikit bordiran bunga pada bagian bawahnya, make up yang Nara gunakan juga tipis, memberikan kesan natural pada wajahnya.

“Kenal abang dari kapan, Nar?”

“Delapan tahun yang lalu, Tan. Kak Juna kakak tingkat di kampus.”

“Pengacara atau jaksa?”

“Aku Designer, Tante,” jawab Nara sopan.

“Tante kira kamu alumni anak hukum juga.” Wanita itu berkata sembari memasukkan bumbu kedalam masakannya.

“Kata abang, kamu juga suka masak ya?” Tatapan serius diberikan Mama Arjuna kepada Nara yang sedang duduk mengamati.

Ditatapnya kembali manik wanita paruh baya itu. “Suka, tapi aku belum jago.”

Anggukan kepala dari Mama Arjuna membuat kondisi saat ini menjadi hening.

“Nara." Terdengar suara yang lembut.

“Iya, Tan,” jawab Nara dengan ramahnya.

“Tante mau ngomong ini, tapi Tante pasti akan nyakitin hati kamu.” Mama Arjuna menarik napasnya dalam. "Sebelumnya hubungan kamu sama Juna sudah berjalan berapa lama?"

Ungkapan itu mampu membuat jantung Nara berpacu dengan cepat, pasalnya banyak sekali ramalan yang ada di kepalanya saat ini.

"Sudah enam bulan, Tante."

"Mumpung kalian belum lama pacaran, sejujurnya sudah lama Tante mau mengenalkan Juna sama anak teman papanya, kami sangat berhutang budi pada keluarga itu dan sudah lama bersepakat untuk menjodohkan anak-anak kami tapi Juna pulang sudah bawa kamu.”

Sakit? Tentu saja, bagaimana tidak ternyata dirinya memang tidak begitu diterima di rumah ini. Selain Putri ternyata sang mama dari kekasihnya tidak menginginkan kehadirannya.

Perasaan Nara begejolak, jantungnya 'tak karuan dalam hal berdetak, air matanya ia tahan sebisa mungkin, pikirannya mencari jawaban apa yang harus ia keluarkan dari mulutnya.

Hanya senyum ringan yang dipaksakan tersungging di bibirnya, Nara benar bingung harus berbuat apa.

“Namanya Alice, dia anak hakim di daerah sini.”

Hatinya mencelos. Apakah menyerah kembali yang harus Nara lakukan? Semuanya kacau, bahkan otaknya tidak mampu berpikir lagi. Ia raup semua oksigen untuk mengisi paru-parunya dan berusaha dengan keras menetralisir rasa gundahnya.

Nara benar-benar bingung, lagi-lagi ada senyuman ia sunggingkan untuk kalimat dari Mama Arjuna.

“Kamu bisa ikhlasin Abang nggak, Nar? Maksud Tante kamu mau ikhlasin Juna, Nar?” Mama Arjuna menjeda ucapannya. "Tante lakuin ini demi masa depan Arjuna juga demi hutang budi keluarga kami ke keluarga itu."

fine line [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora