41. Genting!

93 9 0
                                    


Suara bantingan pintu yang amat kencang membuat wanita paruh baya yang baru saja selesai solat magrib terkesiap di tengah kesendiriannya. Itu adalah Asih yang baru saja akan melepas mukena. Tangannya menekan dada sembari celingukan ke arah asal suara. Ia pun segera keluar dari kamar tuk mengetahui keributan apa yang telah terjadi.

Hasni histeris memanggil ibunya setelah memasuki rumah. Airmata bercucuran seiring ia melangkah sempoyongan.

"Huuuu! Huuuu! Si aa, maak! A Hasan, maaak!" raung Hasni mulai lemah melangkah, namun raungannya begitu kencang.

"Astagfirullah, Hasni?! Aya naon, Anii?!" pekik Asih berlari tergopoh-gopoh menuju Ani yang sudah membungkuk dan bertahan dengan bantuan sofa.

"Ani?! Aya naon?! Kunaon?!"

"Aa? Aa Hasan kunaon?!"

"Huuu! Huuuu! Emaaak! Huuuu." Hasi tumbang dalam pelukan sang ibu. Sontak keduanya ambruk pada lantai, padahal Asih sudah berusaha menahan.

Raut cemas tak bisa Asih hapus pada wajah. Ia dekap anaknya dalam keadaan bertanya-tanya. Masalahnya, Hasan yang disebut-sebut sedang tidak ada di sini.

"Kunaon? Hmm? Aya naon? Aa? A Hasan kunaon? Jujur ka emak," rayu Asih membelai sisi wajah sembab anaknya.

"Geuliis... hmmm?"

"Hiks. Hiks. Huuuu. Huuuu." Hasni menggeleng dengan bibir gemetar hebat. Ia benar-benar bingung harus bicara mulai dari mana.

"Jujur heula ayeuna. Kunaon, neeng?" bisik Asih begitu lembut

(Jujur dulu sekarang. Kenapa, neng?)

"Huuuu. Huuuu. Kecewaaa. Hasni kecewa pisaaan." Hasni menunduk lirih dan berusaha menelusupkan wajah pada ceruk leher sang ibu.

Asih memejamkan mata kala anak bungsunya kembali bungkam. Ia beri tepukan lembut pada punggung sang anak agar bisa tenang.

Lama kelamaan Hasi bicara jujur meski dalam keadaan lemah seolah kehabisan tenaga. Sekeliling keningnya dibanjiri keringat. Ia merasa dikhianati.

"Aa... aa... hiks. A Hasan zina sama Euis, mak," lirih Hasin seperti menjadi orang yang paling tersakiti di dunia.

Asih mematung dan diam seribu bahasa. Dadanya terasa remuk. Anaknya berzina? Lagi? Sekarang dalam keadaan sudah beristri? Asih menggeleng linglung. Tidak, sepertinya Asih sudah gagal menjadi seorang ibu.

Hasni mengedip-ngedip kala mendapati ibunya terus membeku bak patung. Ia panggil ibunya, namun tak dijawab. Kini ia yang menjadi cemas.

"Hasnii?! Nii! Maaak! Mak tulungan, maak!" teriak pria tinggi kekar bergamis muslim dalam keadaan menggendong sosok wanita yang sudah tak sadarkan diri. Hasan datang dengan kondisi wajah penuh darah dan bekas cakaran.

Dalam gendongan suaminya yang berwajah mengenaskan, Flori tak sadar sama sekali. Ia pingsan saat memutuskan tuk pulang menaiki mobil, lalu Hasan menyerobot masuk mobil. Disana ia nekat untuk mengendalikan mobil secara brutal dengan maksud agar suaminya turun. Tapi justru mereka malah kecelakaan dan dia sendiri yang menjadi korban.

"Maaak?! Aniii?!!"

"M-mak? I-itu aa." Hasni tergagu sembari berusaha bangkit.

"Astagfirullah, Neng Florii?!! Sansan!!!!" pekik Asih terperanjat mundur dalam kondisi masih bersimpuh di bawah.

"Kompres, Nii! Kompreees!" teriak Hasan memerintah sebelum ia mendaratkan tubuh istrinya pada sofa yang berada di ruang tengah.

"Mu-muhun, a."

(Iya, a)

"Neng Flori kenapa?!" desak Asih tak bisa sabar. Rasa cemasnya bercampur marah.

"Hasan, jawab emak!!" bentaknya segera duduk di samping menantunya, di mana di sana masih ada sisa ruang.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now