1.

991 55 12
                                    

Fern Thanawat dan adiknya Khaotung Thanawat kehilangan orangtuanya secara bersamaan sekitar 5 tahun lalu, diakibatkan kecelakaan membuat Fern harus mengurus Khaotung seorang diri.
Mereka memang memiliki sanak saudara, tapi mereka tidak bisa ada 24 jam untuk mereka.
Saat ini Fern berusia 25 tahun, dia sudah menikah sejak 2 tahun lalu namun belum dikarunia anak.
Sedangkan Khaotung, tahun ini berusia 18 tahun, tahun terakhir sebagai siswa sekolah.
Sejak kedua orangtuanya meninggal, Khaotung tidak pernah lepas dari Fern. Kakaknya berjanji bahwa dia akan selalu bertanggungjawab atas kehidupan Khaotung sampai adiknya tersebut lulus kuliah dan mulai bisa menafkahi dirinya sendiri.

"Sarapan sudah siap! Siapa yang keluar lebih dulu akan mendapatkan sayap ayam!"

Pria itu bernama First Khanapan, suami Fern.
Dia tak keberatan dengan keberadaan Khaotung di kehidupan rumah tangganya. Kisah mereka membuat First pilu, jadi dia setuju saat Fern mengatakan bahwa dia ingin First menjadi sosok ayah juga untuk Khaotung.

"Khaotung tidak keluar?" Fern datang ke dapur dengan pakaian sudah rapi.

"Good morning suamiku," sambungnya dengan senyum manis lalu memberikan ciuman pagi untuk First yang memang sering kali bertugas membuat sarapan untuk mereka, First tidak tega bila harus membiarkan Fern membuat sarapan karena istrinya selalu pulang larut malam.

"Kau akan menyimpannya untuk Khaotung?" Tanya First.

"Em, aku dadanya saja."

First tersenyum lalu memberikan dada ayam goreng buatannya ke dalam mangkuk nasi Fern.

"Makan yang banyak, sayang. Kau kurus sekali."

Fern hanya tertawa. "Lihat siapa yang bicara?"

First itu tipe orang yang susah gemuk walaupun sudah makan banyak.
Berbeda dengan Fern. Dulu, istrinya itu lumayan berisi namun sekarang sudah terlalu kurus, mungkin karena kesibukan dalam bekerja dan Fern tidak memperhatikan pola makannya.
Sedang asyiknya mengobrol, datang Khaotung yang juga sudah siap dengan seragam sekolahnya.
Hari ini hari pertama dia sekolah sebagai siswa senior, dan Fern penasaran dengan apa yang dia rasakan.

"Aku merasa tua."

Fern tertawa kecil. "Kalau begitu aku apa?"

Khaotung melahap sayap ayam gorengnya, dia mendengar dengan jelas saat First berteriak tentang siapa yang turun lebih dulu maka dia akan memiliki sayap ayam tersebut, tapi Khaotung masih siap siap tadi dan dia juga tak terkejut saat melihat sayap ayam itu di mangkuk nasinya. Kenapa? Karena Fern selalu mendahulukan Khaotung lebih dari apapun.

"Kau keluar lagi dari 20 besar, bisakah kau lebih giat belajar tahun ini?"

Khaotung menolehkan kepalanya pada First, mungkin karena dia seorang guru? Khaotung sedikit kesal karena First terus meminta dia menaikan nilai sekolah.
Katanya sih, itu penting untuk keperluan daftar masuk perguruan tinggi nantinya.

"Sayang, Khaotung mau sekolah saja aku sudah bersyukur."

Khaotung tersenyum kecil kemudian memberitahu First bahwa walaupun semester akhir dia di tahun kedua itu keluar dari 20 besar, tapi kali ini dia tak berada di urutan paling akhir.

"Aku di urutan 25," ujar Khaotung dengan sedikit bangga. Itu karena dulu dia bahkan pernah berada di urutan paling akhir saat tahun pertama.

"Itu terdengar bagus tapi sebenarnya tidak," balas First.

Keluarga ini sangatlah harmonis, begitu manis tanpa ada pertengkaran besar sekalipun.
First dan Fern begitu pandai mengelola emosi dan tidak menyalahkan satu sama lain bila ada masalah datang, dan Khaotung pun bisa menempatkan dirinya dengan baik dirumah ini hingga tidak ada percekcokan antara adik ipar dan kakak ipar.
Bahkan saat Fern belum memiliki anak juga, mereka tidak khawatir dan menjalani kehidupan dengan baik.
Senyum selalu ada diwajah mereka saat di rumah.

Love Is Blind [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora