43. Love Vivi

87 6 0
                                    


Flori berjalan sempoyongan memasuki lobi apartemen yang menjadi salah satu apartemen dengan harga paling mahal di kota Paris, lebih tepatnya mansion. Kakinya sesekali terseok, hingga akhirnya ia putuskan tuk melepas sepatu itu.

Hasan berlari kencang setelah memarkir mobil secara asal. Ia mengejar waktu untuk bisa menahan Florenzia. Karena ia orang lain, ia tidak bisa masuk ke penthouse itu tanpa diberi akses langsung oleh penghuni. Flori akan memberinya akses? Pasti tidak.

Mendapati sosok wanita berbaju indah itu akan memasuki lift, Hasan nyaris berteriak. Tangannya naik sebagai tanda mencegah. Sayang sekali wanita itu tak tahu ia berada disini.

"Neng Flo–." Hasan mematung tepat di depan pintu kaca yang akaan terbuka otomatis bagi orang yang memiliki akses, namun tidak untuk orang lain.

Dua sekuriti menghampiri Hasan yang mematung menelisik ke area lift. Gedungnya sangat megah dan klasik.

"(Selamat malam. Ada yang bisa kami bantu?)"

"(Apakah ada yang dijual disini?)" tanya Hasan tak mau bertele-tele. Napasnya bahkan belum stabil.

"(Saya harus tanyakan dulu. Saya tidak tahu.)"

"(Maaf, tuan. Pembelian atau proses sewa disini harus lewat or–.)"

"(Saya Hasan Ihsanuddin. Pemilik perusahaan itu. Ini kartu nama saya.)" Hasan menunjuk satu gedung yang masih bisa terlihat jelas dari sini. Ia menunjukkan kartu namanya.

"O-ouuh..."

"(Bisakah?)" tanya Hasan serius, tanpa mengintimidasi sama sekali.

Pria itu bernapas lega kala bisa masuk ke dalam lobi, lalu segera ditawari apartemen dan penthouse yang sedang dibuka untuk disewa dan dijual. Ia bahkan dipersilahkan duduk di sofa mewah yang disediakan di lobi. Semuanya serba klasik dan mewah disini.

Hasan tak menyimak dua pegawai yang terus promosi. Ia sibuk memikirkan di lantai berapa mantan istrinya tinggal.

"You know Florenzia?"

Dua pegawai itu sempat membeku, namun segera menggeleng. Ini privasi. Siapapun orangnya, sekaya apapun, tidak boleh ia beritahu.

"(Dia istriku. Kita sedang bertengkar. Ya, wanita cantik yang tadi berlarian.)" Hasan setenang mungkin meluluhkan dua pegawai itu agar tidak dicurigai.

Dua pegawai wanita berbeda usia itu saling melempar kode. Satu dari mereka masih belum luluh.

"(Dia ingin kado ulang tahun tambahan penthouse di sini satu lantai. Bagaimana menurut kalian?)"

"(Maaf, tuan. Lantai sebelas dan sembilan sudah diisi orang lain.)"

Kena! Hasan berhasil membuat mereka membongkar di lantai berapa Florenzia tinggal. Tanpa sepengetahuan dua wanita itu Hasan menunduk dan menyeringai. Akhirnya ia mulai memiliki peluang.

Pria konglomerat itu membeku dipenuhi pikiran yang kalut sementara dua pegawai itu mengambil sesuatu tuk menjadi bukti pembayaran. Rasa puas dan takut menjadi satu. Hasan senang bisa memiliki kesempatan mengejar Florenzia. Tapi disisi lain ia takut. Ia selalu terbayang-bayang dengan ancaman Florenzia lima tahun yang lalu.

"(Baik. Kami akan hubungi pemilik sebelumnya. Harap ditunggu.)"

"(Maaf, tuan. Pemiliknya tidak bisa bertemu sekarang. Tapi dia tahu nama tuan. Katanya dia akan senang jikalau tuan membeli apartemen miliknya.)"

"Can we do online video?" tawar Hasan sengaja meninggikan suara agar pemilik di kejauhan bisa mendengar suaranya.

"(Bisa! Sangat bisa!)" terdengar suara kencang dari iPad. Itu suara pemilik apartemen yang akan Hasan beli.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now