01 - Pak Tua

4.5K 290 5
                                    

Langit masih petang, semburat kemerahan tampak menghiasi langit sisi timur, menyempurnakan pemandangan sebuah gang kecil di pinggiran kota. Ada banyak gelandangan tertidur meringkuk mengais kehangatan. Dengan banyaknya tunawisma, terlihat jelas seberapa berhasilnya sang walikota dalam memimpin daerah itu. Tapi, bagi orang terbuang, kota ini adalah sebuah tempat sempurna untuk melarikan diri. Hukum yang lemah, aparat negara kenyang disogok, serta banyaknya jaringan pekerjaan kotor menjamur kerak di kota ini. Sebuah tempat sempurna untuk tumbuh menjadi bajingan.

Dalam segala keburukannya, ada sebuah kontras yang terpampang di ujung gang. Kontras itu bersiluet layaknya seorang pemuda normal, jika saja ia berjalan dengan benar, alih-alih terpincang-pincang. Sudut bibirnya sobek, ekspresinya benar-benar jelek, wajah campuran asia yang lembut itu tampak garang dengan segala umpatan yang keluar dari bibirnya. Tentu, siapa yang tidak marah jika kau hendak dilecehkan saat bekerja? Sekalipun ia butuh uang, menjual diri adalah hal terakhir yang akan ia pilih setelah kematiannya. Sebenarnya, hal ini tidak bisa dihindarkan jika kau bekerja di sebuah club malam yang menyajikan alkohol dan pengalaman sex sebagai menu utama.

Tapi persetan! Ia kepalang kesal pada manager-nya, ia dipulangkan dan mendapat skors, padahal ia tidak salah. Kontrak kerjanya telah dilanggar, lalu ia dihukum karena mempertahankan harga diri. Dan skors? sudah seperti anak sekolah saja. Bedebah!

Langkah pincangnya berhenti sepuluh meter dari rumahnya, bukan rumah sih, tapi bangunan tua nyaris tak layak yang disewakan per-kamar oleh pemiliknya yang kikir. Di depan sana, tepat di bawah jendela kamar sewanya, sebuah tubuh besar berbalut setelan jas putih tergeletak tak sadar. "Orang mabuk?" tanya pemuda itu pada dirinya sendiri, dia sudah hatam dengan tingkah tak masuk akal orang-orang penyepong alkohol.

Tapi pemikirannya terpatahkan begitu ia mendekat, jas pria yang terbaring penuh dengan darah, napasnya terlihat tersenggal sesekali, "Oh, masih hidup" monolog pemuda itu.

Ia lantas membalikkan tubuh pria di depannya dengan perlahan, darah itu berpusat di perut bagian kiri, sebuah titik bulat yang masih mengalirkan darah, luka tembak. Rambut kecoklatan pemuda itu jatuh menutupi matanya yang terpejam lelah ketika sadar dengan posisinya saat ini. Ia tidak bodoh untuk tidak tahu bahwa pria di depannya ini adalah orang penting. Dilihat sekilas pun orang ini tidak seperti otang miskin.

Ia hendak mamasuki rumah meninggalkan tubuh itu, ingin cuci tangan dari masalah yang mungkin terjadi kedepannya, hingga langkahnya terhenti oleh suara batuk yang terdengar menyakitkan. Dengan sebuah hembusan napas, ia berbalik, kini tubuh itu sedikit bergerak, dengan segala umpatan dan penyemangat yang dia ucapkan dalam hati, pemuda itu berjongkok dihadapan pria yang kini membuka sedikit matanya dan berusaha bangun, karena tangan yang masih lemah, ia pun kembali terjatuh jika saja pamuda itu tidak menahan tubuhnya.

"Pak Tua, Gue nggak punya lisensi dokter, jadi jangan berharap banyak" ucap si pemuda saat berhasil memapah pria itu dengan perjuangan.

Rumah sakit sangat jauh dari sini, dan ambulan? Itu hanya kemewahan orang ber-uang di kota ini. Ucapan itu hanya dibalas tatapan yang jika diterjemahkan seolah berkata "Ha? Apa kau sedang bercanda nak?" sayangnya, tatapan itu tidak tertangkap mata si pemuda, ia pun terlalu lemas untuk menanggapi lebih jauh, apapun yang terjadi biarlah, toh harusnya ia sudah mati 6 jam lalu saat dirinya ditipu dan diserang oleh rekan bisnisnya, ah... mantan rekan bisnis mungkin lebih tepat. Peluru sialan di perutnya berbalur obat bius dosis tinggi, jika bukan karena itu, tembakan meleset ini tidak mampu menumbangkannya.

Asik dengan pikirannya, ia tidak sadar jika telah masuk kamar pemuda yang kini berusaha mendudukan dirinya di sofa reot yang berderit pilu ketika diduduki tubuh besarnya. Ia mempertahankan sisa kesadarannya untuk melihat apa yang dilakukan pemuda kecil di depannya ini. Hmm... kecil? Dirinya pun terkekeh samar dengan pemikirannya sendiri. Pemuda itu tidak kecil untuk ukuran Asia, mungkin sekitar 176 cm, hanya saja tubuhnya tidak memiliki cukup banyak otot.

BITTER AND SALTY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang