45. Bersama?💔

124 11 1
                                    

Tubuh wanita berbalut dress merah hati itu direbahkan pada kasur yang begitu empuk. Wanita itu bak boneka tak bernyawa. Kedua tangannya jatuh begitu saja pada kasur, begitu pula kepalanya bergerak meski hanya diberi sedikit goncangan. Ya, Florenzia tak sadarkan diri.

Pria gagah itu sangat hati-hati menarik tangan kekarnya dari bawah tengkuk wanita yang tak sadarkan diri itu. Pria itu membeku menelisik wajah mantan istrinya yang sangat cantik. Saat tidur seperti ini, wanita yang biasanya jutek dan cerewet di waktu bersamaan ini sangatlah tenang. Matanya layu, bibirnya mengatup lembut.

Perlahan tatapan Hasan turun. Ia bisa melihat mantan istrinya memakai kalung mas yang sangat tipis, nyaris tak terlihat. Itu adalah kalung pertama yang ia berikan di masa pernikahan mereka dulu sebelum ia menjadi sekaya raya sekarang. Kalung itu tidak memiliki bandul. Mengapa sampai tak ada bandul? Karena Hasan ingin membeli kalung mas murni dari brand ternama favorit mantan istrinya.

"Masih dipake?" gumam Hasan tanpa sadar mengusap rantai tipis kalung mas itu.

Perlahan-lahan jari telunjuk pria itu berpindah mengusap bawah leher yang putih nan mulus itu. Ia belai leher itu dengan penuh kelembutan, lalu perlahan semakin turun mulai mengusap dada.

"Neeng...." panggil Hasan memelas sedih.

"Akang udah janji sama diri sendiri ga bakal apa-apain kamu."

"Aku cuma mau kita tidur bareng, peluk kamu semaleman. Udah, ga lebih." Haaan tak mengalihkan tatapannya.

"Kali ini aku ga bakal mundur. Aku bener-bener mau habisin masa tua aku bareng kamu, neng. Cukup lima tahun kita pisah."

Dua jari pria itu mencapit kalung Flori dan mengusapnya ke kanan ke kiri seiring merenung.

"Aku tahu kamu bakal marah. Tapi aku udah ga bisa lagi nahan. Sepi banget hidup ga ada kamu, neng." Hasan menjalarkan jarinya pada bahu mulus Flori, membelai lembut disana.

Cuup

Flori tak sedikitpun terganggu, bahkan sampai bahunya diberi kecupan lama pun ia bereaksi sama sekali.

Bahu kiri Flori dibelai, bahu kananya dikecup manis. Deru napasnya justru terdengar berat dan tenang. Sempat Hasan mendengus dibuatnya.

"Aku ga mau lama-lama. Kita harus rujuk. Kita harus punya anak. Kita keburu tua," bisik Hasan dengan pucuk hidung yang menempel pada pipi mulus mantan istrinya.

"Haha. Aku keburu tua."

Hasan bercermin sembari mulai menanggalkan pakaian dari mulai jas, kemeja, sabuk, hingga jam tangan. Ia mencuci tangan, mencuci kaki, mencuci wajah, lalu mengganti celana.

Di depan cermin, Hasan menelisik penampilannya sendiri. Ia harus memantaskan diri. Florenzia sangat cantik, dirinya pun harus tampan. Ia sadar dan sudah biasa dipuji kalau tubuhnya ini gagah, tegap, kekar. Bukan hanya itu, ia pujian akan warna kulitnya yang gelap membuat ia semakin percaya diri.

"Udah malem. Ck! Ga kerasa." Hasan keluar dari kamar mandi yang serba klasik dan mewah. Ia bergegas menuju ranjang dimana terdapat putri tidur diatasnya.

Pria itu duduk di sisi ranjang yang masih kosong, jauh dari Flori. Entah inisiatif dari mana ia merogoh seluruh saku pada long coat Flori. Kini ia dapatkan ponsel. Saat ia buka, ia mendapati gambar layar kunci berupa wajah bocah kecil dengan mata melotot dan bibir mengerucut. Jaraknya dekat sekali dengan kamera.

Degg

"Anak kecil?"

"Neng, ini siap–." Hasan segera bungkam. Ia memang sering ceroboh.

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now