10

16 0 0
                                    

“Karla! Lo ke mana aja kita semua di sini khawatir!”

Saat ini Bara sedang berkumpul di markas, dan semua begitu lega ketika ia bisa menghubungi Karla, karena setelah sampai Karla langsung memindahkan kartunya ke Hp yang beberapa hari yang lalu ia bali.
Bara dan para temanya sepakat jika ia menghubungi Karla masih tidak bisa, dan tidak ada kabar dari orang suruhannya ia akan melibatkan polisi, dan ia bersyukur karena sekarang Karla telah mengangkat teleponnya.

“Gue baik-baik aja.”

Semuanya bernapas lega mendengar jawaban orang yang membuat khawatir.
“Terus kemarin kemana? Kenapa tidak ada kabar dan hp lo pun gak aktif?”

Pertanyaan Yudha mewakili semuanya, hening tidak ada jawaban dari Karla, padahal semua menunggu jawaban dari Karla.

“Kar, lo gak papa kan?”

“Kalian semua tenang aja, gue baik-baik aja kok.”

“Gue gak kenapa-kenapa juga, jadi jangan khawatiri gue.”

“Lo bilang kita gak usah khawatirin lo, gak segampang itu Kar, Lo anggap kita keluarga gak sih Kar, kok lo gak mau berbagi sama kita.”

Suara Bima terdengar kecewa dengan apa yang di katakan Karla.

“Gue Cuma butuh sendiri, ketenangan jadi gue mohon sama kalian biar gue tenang in diri dulu ya.”

Hening tidak ada suara dari para temanya. “Kasih gue tenang in diri berapa hari aja.”

Mendengar tidak ada sahutan sama sekali membuat Karla mematikan sambungan Telopnya, namun sebelum itu ia berpesan untuk temanya untuk tidak menghubungi atau menghawatirkannya selagi ia menenangkan diri.

Karla menonaktifkan HP-nya agar tidak ada yang mengganggu, ia ingin tenang malam ini, menghilangkan rasa sesak di dada.
“Capek banget.”

Setelah itu Karla memejamkan matanya mengistirahatkan pikiran.
**
DI rumah keluarga Kavin sudah berada di ruang makan, mereka sedang sarapan pagi.
“Kavin, menantu mamah gimana? Udah ada kabar? Tanya bunda Kavin.

“Gak ada,” jawabnya dengan singkat.
Thalisa menatap tajam anaknya. “Gimana sih kamu! Telepon dong menantu Bunda, masa gak ada inisiatif sih.”

“Ih, Bunda anaknya lagi makan malah nyanyian orang lain,” gerutunya.

Thalisa melempar anaknya dengan buah anggur yang ada di meja makan.”

“Itu menantu Bunda ya, bukan orang lain!”

Tama meringis melihat anak dan istrinya yang tak selesai-selesai, apa lagi tadi malam, meminta menghubungi Karla.

“Bunda, Kavin! Udah ini lagi di meja makan jangan berantem!”

“Anak kamu ini Yah, di kasih tau ngeyel melulu.”

“Anak Bunda juga.”

“Telepon menantu Bunda sekarang!”

Perintah Bunda  Kavin dengan galak, menatap anaknya dengan tajam.
“Kavin gak punya nomornya.”

“Ya ... ampun Kavin kamu gimana sih! Masa nomor istri kamu aja gak punya!”

Thalisa kesal dan gemes banget dengan anaknya ini, entah keturunan siapa ini anak, bawaanya bikin kesel.”
**
Sedangkan di tempat lain, di keluarga Karla hanya sebuah hening tidak ada yang bersuara sama sekali.

Hazel ibu dari Karla sedari tadi menatap anaknya denagn tatapan benci, begitu pun dengan Javier papah dari Karla.

Namun orang yang sedang di tatap sama sekali tidak memedulikan tatapan orang tuanya, karena itu sudah terbiasa.
“Kamau harus jadi model di perusahaan ibu.”

“Gak! Karla harus jadi penerus usaha Saya, karena Karla sudah membunuh penerus perusahaan Saya!”

Karla mencengkam kuat sendok yang sedang ia pegangan, setiap makan tidak ada hal lain yang mereka bahas selain pekerjaan mereka.

“Gak! Karla harus jadi model!”

“Gak bisa, Pem--.”

Brak!

Karla menggebrak meja dengan keras, ia tak perduli jika ia tidak di anggap mempunyai sopan santun ia tidak perduli!

“K-kalian gak capek selalu berantem terus!” suara Karal bergetar menahan tangis.
“K-kalian gak capek selalu menyalahkan Karla atas kematian Kakak.”

Karla yang ingin menahan tangisan tidak bisa, hingga ia menjatuhkan air matnya.
“Karla capek selalu disalahin, Karla udah gak sanggup.” Lirihnya menatap kedua orang tuanya.

“Apa kalian pikir Cuma kalian yang merasa kehilangan! Karla juga! Karla juga merasa kehilangan!” teriak Karal frustrasi menghadapi kedua orang tuanya yang egois.

“Bertahun-tahun kalian menyalahkan Karla, atas kematian kakak! Kalian menganggap Karla pembunuh!”

“Memang kamu pembunuh! Kamu pembawa sial!” bentak Javier sambil menggebrak meja.

“Kamu pembunuh anak saya!”
“Karla bukan pembunuh! Bukan!” teriaknya frustrasi sambil menutup telinganya.
Para Art yang melihat merasakan gimana perasaan Karla, sudah tidak kaget dengan perdebatan di meja makan.

Karla terus teriak mengatakan bukan pembunuh, bahkan terlihat menyedihkan sekali, kedua orang tuanya malah meninggalkan Karla yang berteriak-teriak.
Para Art langsung menenangkan Karla, namun itu tidak bisa, Karla bahkan makin histeris, dengan terpaksa  salah satu Art menyuntikan sesuatu membuat Karla tenang dan tertidur.”

“Maafkan bibi Non, bibi terpaksa.” 

Bi Inah, Art yang bertahun-tahun bekerja di keluarga Orang tua Karla, bahkan bisa di bilang, tau semua kehidupan Karla, bahkan dia yang merawat Karla setelah insiden kecelakaan yang membuat kakak Karla tiada. 

Kembali lagi di cerita Married with idol.

Udah lama dan baru bisa up lagi sekarang

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 23 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Married With IdolWhere stories live. Discover now