Bab 4

22 5 13
                                    

Bayangan Devian bersama Nesya selalu membayangiku. Kenapa rasanya sangat menyebalkan. Ketika seseorang yang disukai lebih bahagia bersama orang lain padahal, Nesya sudah pindah kelas tapi tetap saja Devian akrab dengannya.

Aku sebenarnya tak ada hak untuk mencampuri urusan dia. Itu hak Devian lebih nyaman dengan siapa saja. Tapi jika boleh jujur, aku sangat tak suka melihat dirinya akrab dengan Nesya. Aku ingin seperti Nesya yang dengan mudahnya bergurau dengan Devian sedangkan aku berusaha keras untuk memulai topik obrolan terlebih dahulu dengan Devian.

Aku membolak-balik halaman buku dihadapanku dengan malas. Tak ada gairah sama sekali. Pikiranku bukan pada pelajaran.

Malam ini, hujan mengguyur dengan deras seakan mewakili perasaanku.

Saat itu, aku belum ada hp android canggih seperti sekarang ini. Aku tak tau bagaimana caranya mengetahui keseharian Devian diluar sekolah. Padahal, waktu itu sudah ada Facebook yang menjadi trend tapi aku tak tau cara mendaftar apalagi cara penggunaannya.

Aku memutuskan untuk tidur karena besok hari pertama setelah MOS. Aku tak mau terlambat. Sungguh, itu memalukan.

***

"Dev, Devian biar duduk sama aku aja ya, kamu sama Yuna aja," celetuk Jordy.

"Lho kok gitu," ceplosku.

"Udahlah, sama Yuna aja ya," mohon Jordy. Laki-laki itu kemudian beranjak menuju mejaku. Aku akhirnya mengalah dengan terpaksa. Padahal, aku ingin sekali duduk satu meja dengan Devian tapi tak masalah selagi aku masih satu kelas dengannya.

Aku menuju meja Yuna. Gadis itu sedang sibuk dengan bukunya.

"Yun, aku duduk disini ya," ucapku.

"Lho, kenapa pindah Dev?"

"Itu, si Jordy minta pindah pengen duduk sama Devian," jawabku.

"Oalah, yaudah sini."

Aku mengeluarkan buku tulis kosong dan kotak pensil.

"Dev, pinjem pulpen dong," ucap seseorang dibelakangku sambil mendorong-dorong kursiku. Ternyata Refan. Laki-laki itu selalu saja muncul.

"Nih."

"Makasih Devika," ujarnya sambil tersenyum.

"Eh, pinjem tip x sekalian Dev." Aku mendengus kasar. Kenapa laki-laki ini suka sekali meminjam peralatan tulis apakah dia tak membawa sama sekali

"Nih." Aku menyerahkan tip X. Entah apalagi yang Refan pinjam.

Aku melihat Devian yang sedang tertawa bahagia bersama Jordy. Andai aja aku bisa sebangku lagi dengan Devian.

Aku menghela nafas berat. Ternyata mencintai itu rumit seperti rumus matematika tapi jika sudah tau rumusnya, mudah saja.

***

"Dev, udah tau mau ikut ekskul apa?" tanya Yuna.

"Hm, aku bingung banget Yun mau ikut apa. Kalau gak ikut boleh gak ya?" Ceplosku.

"Gak boleh lah, harus ikut kecuali kalau nanti pas kelas 9," sahut Yuna.

"Ya juga sih," pasrahku.

"Eh Dev, aku pinjem catatan kamu dong,"celetuk Refan. Lagi-lagi laki-laki itu muncul dan meminjam barangku.

"Emang tadi gak nyatet ya?" tanyaku.

"Tadi udah dihapus sama Resti pas mau nyatet dari papan tulis," alasan Refan.

Aku menghela nafas kasar. Selalu saja dia membuatku badmood.

"Nih." Aku menyerahkan buku tulis biologiku.

"Oalah Fan, kok hobi banget minjem," celetuk Yuna sambil geleng-geleng kepala.

"Biarin, Devika aja gak masalah ya kan Dev," respon Refan.

Sebenarnya keberatan sih, tapi aku tak berani mengucapkannya.

Aku hanya mengangguk. Membuat Refan tersenyum puas.

"Devika terpaksa kali Fan," sahut Yuna.

Aku melihat Devian yang sedang asik mengobrol dengan Jordi dan Tian. Mengapa rasanya mulai jauh. Harapanku mulai menipis sekarang.

Pada harapan yang tak pasti
Ku berharap
Saat itu, aku belum berpengalaman perihal sakit hati
Ternyata, seperti ini jatuh cinta
Hanya indah dirasa
Namun sakit pada realita

Rasa yang tinggi
Berbanding terbalik dengan kenyataan
Maka dari itu tanamkan batasan
Agar tak semakin terjerumus dalam jurang kekecewaan

Kediri, pada tahun 2012 (saat rasa itu masih terombang-ambing)




Selamat pagi readers setia author. Selamat hari Senin semoga semakin semangat ya💪

Jangan lupa vote dan komennya.

Terimakasih. See you next part.

Kisah untuk Devian ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang