07 - Tersangka

1.4K 192 10
                                    

Ini hari ke-12 Nera mendekam di Rutan.

Seorang petugas membukakan pintu jeruji dan berkata ada seorang yang ingin bertemu. Nera sedikit bingung, harusnya dia tidak diijinkan bertemu siapapun. Nera berjalan mengikuti orang itu ke sebuah ruangan yang hanya ada dua meja panjang berhadapan yang berbatas kaca.

"Duduk di sini" Petugas itu mengarahkan Nera di satu kursi di salah satu sisi kaca, sementara kursi di sebrangnya masih kosong.

Petugas tadi langsung keluar ruangan setelah memborgol lengan Nera pada pengait besi di meja, kemudian pintu itu dikunci, di sisi kaca yang ini hanya ada Nera sendirian, ruangannya tertutup, bahkan pembatas kaca ini dipasang hingga plafon. Satu-satunya lubang adalah yang ada di pembatas kaca, lubang kecil berdiameter 5 cm berjumlah 8 untuk masing-masing pasangan kursi.

Nera menunduk, mengamati kedua tangannya yang diborgol. Memainkan rantai penghubung borgol kanan dan kiri yang dikaitkan pada besi melengkung di meja. "Orang macam apa yang bisa ketemu gue gini" Batin Nera.

Bukan apa, masalahnya Tuan Jaksa bersekongkol dengan kepala Rutan untuk tidak mengijinkan siapapun bertemu dengannya kecuali penasihat hukum, sementara Nera sendiri belum memiliki penasihat hukum. Tadi, jaksa itu datang sendiri menemuinya, meluapkan amarah dan memberinya berbagai ancaman, Nera tidak terlalu mendegarkan. Tuan Jaksa sudah merencanakan sedemikian rupa agar Nera lemah saat persidangan dan dihukum seberat-beratnya.

Lalu sekarang, ada seorang yang menemuinya? Mungkinkah penasihat hukum? Rajesh dan Shamar tentu tidak akan membiarkan dirinya melewati ini sendiri, tapi Nera yakin bukan dengan mencarikannya penasihat hukum. Yang ada, kerjaan kotor mereka malah akan terbongkar. Nera lebih yakin kalau dua orang itu berniat membantunya, mereka akan memilih cara seru, yaitu merencanakan pelarian.

Lamunan Nera terpecah saat mendengar pintu dibuka. Di sebrang pembatas kaca, sesorang pria jangkung berpakaian formal lengkap dengan dasi, vest abu-abu dan setelan jas hitam masuk sembari memberikan senyuman kearahnya. Seorang berpakaian formal lain yang membawa map berkas mengikuti pria itu.

Tangan kiri pria itu membuka kancing jas, sedikit menyibaknya, untuk kemudian mendudukan diri di hadapan Nera, pria itu bersandar dan menautkan kedua tangan di atas lutut yang saling menumpuk, pria satunya berdiri di belakangnya. Nera agak tercengang dengan gerakan elegan itu.

Nera menoleh ke kiri sambil mengernyitkan alis "Ini nggak mungkin Bang Je bisa bayar orang beginian jadi pengacara gue kan?" Gumam Nera pelan, tapi masih bisa didengar dua pria di depannya. Bukan karena gumamannya yang keras, hanya saja dua pria itu memiliki pendengaran kelewat tajam.

"Selamat siang Nera, perkenalkan, saya Dante, putra dari Tuan Agraham yang sudah kamu selamatkan tempo lalu" Pria itu memulai percakapan, senyuman ramah terlukis di wajah tampannya.

"Agraham?" Nera bertanya, melihat Dante mengangguk, Nera mencoba mengingat siapa orang yang dibicarakan. Sekilas ingatan tentang pria tua yang ia jahit dengan kejam terlintas dipikirannya.

"Ohh... Si Pak Tua yang ketembak itu?" Dante kembali menangguk.

"Benar"

"Masih hidup?" Lanjut Nera.

"Pertama, saya kesini untuk berterima kasih atas nama ayah saya" Dante mengabaikan pertanyaan Nera, melihat anak itu diam mendengarkan, Dante melanjutkan ucapannya.

"Sebagai ucapan terima kasih, kami ingin mengajukan penawaran dan kesepakatan kepada kamu" Nera mendengarkan dengan tenang, dia penasaran dengan pria di depannya ini, terlihat mirip seseorang.

"Saya tidak ingin mengawali semuanya dengan kebohongan" Dante menjeda sejenak "Tuan Agraham ingin membawa kamu ke keluarga besar kami, sebagai penentu hak waris atas harta dari Tuan Agraham" Nera terkejut dengan penuturan itu.

BITTER AND SALTY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang