CHAPTER 9

30 7 15
                                    

“Harvey!” Seorang cewek berpenampilan nyentrik berjalan cepat ke arah Harvey. Tangannya terentang. Wajahnya semringah luar bias. Begitu sampai di hadapan Harvey, dia sedikit melompat. Tangannya yang terentang membawa Harvey ke pelukan.

“Katanya ogah dateng?”

Harvey membalas cewek itu dengan pelukan yang sama hangatnya.

“Ya kali aku nggak datang buat kamu? Aku bangga banget sama kamu, Vid. Demi apa?”

Di tempatnya, Hasya melihat adegan itu dengan sorot mata yang sulit diartikan. Antara terkejut, bingung, dan merasa terlupakan. Baru saja Hasya merasa seperti diajak terbang ke angkasa saat Harvey menatap dan tersenyum lembut untuknya, tapi sekarang Hasya seperti dijatuhkan dan terperosok ke lubang dalam setelah cewek cantik itu datang.

Hasya kira, teman Harvey yang bernama Vidi itu laki-laki. Tidak pernah sedikit pun terlintas di benaknya kalau Vidi yang Harvey maksud adalah Vidia. Vidia Aurora, Mahasiswa Seni Rupa semester lima. Menurut gosip yang pernah Hasya curi dengar, Vidia dan Harvey memiliki hubungan yang cukup istimewa.

Sepertinya memang benar. Hasya tidak menemukan adanya kecanggungan di antara Harvey dan Vidia. Itu artinya, mereka dekat. Sangat dekat sehingga Hasya menyimpulkan kedekatan mereka sebagai sepasang kekasih.

“BTW, datang sama siapa?” tanya Vidia setelah melepaskan pelukannya.

Harvey menunjuk Hasya yang berada tak jauh di belakangnya. Saat mata Vidia yang dipoles makeup cantik itu berserobok dengan matanya, Hasya menggigit bagian dalam bibirnya. Mama, aku mau pulang.

^^^

“Yang habis training nge-date, gimana perasaannya?”

“Buruk.”

“LHO?”

“Kayaknya Kak Harvey punya pacar.”

Hasya mengaduk jus mangganya dengan tidak minat. Sepotong roti lapis yang ia beli di kantin fakultas belum ia sentuh sama sekali. Sejak pagi, perutnya menolak untuk diisi, padahal Hasya punya susu kotak rasa cokelat di kosan.

“Info dari mana Kak Harvey punya pacar?”

Hasya menatap Arsa dengan raut sedih. Terputar kembali adegan malam tadi yang membuatnya sulit tidur. “Aku lihat sendiri semalem. Kak Harvey peluk-pelukan sama cewek, di depanku.”

Arsa menggeram. “Kalau Melodi ada di sini, dia pasti bakal bilang kalau Kak Harvey berengsek. Bisa-bisanya dia peluk cewek lain pas jalan sama kamu?” ujarnya, tak habis pikir.

Hasya menyesap jusnya meski tidak selera, meski saat ini dia berada di tempat yang sebelumnya sangat berkesan buatnya. Taman Kampus—tempat pertemuan pertamanya dengan Harvey. “Itu hak dia, Ar. Lagian kami bukan jalan, cuma dateng ke pameran.”

“Sama aja! Siapa, sih, ceweknya?”

Hasya menatap Arsa. Dalam hati dia bertanya-tanya, kenapa jadi Arsa yang marah? “Namanya Vidia, anak Seni Rupa semester lima.”

“Cantik?”

“Banget.”

Keduanya diam. Menahan geram.

“Kita tunggu Melodi sama Jia. Mereka bisa bantu kamu stalking,” celetuk Arsa.

Stalking apa?” tanya Hasya. Dahinya berkerut-kerut.

“Sosmed Harvey sama Vidia, lah! Biar kita semua tahu kebenarannya, apa si Harvey ini pantas buat kamu perjuangin,” balas Arsa berapi-api. “Dah, kamu tenang aja. Kalau emang Kak Harvey punya pacar, kamu lupain aja. Masih banyak cowok lain yang lebih cakep dan lebih baik buat kamu.”

Crush Satu SemesterWhere stories live. Discover now