AKHIR DARI TAKDIR, SELAMANYA

8 2 5
                                    

1 tahun telah berlalu sejak Scarlet memasuki kastil di puncak pegunungan Altarus. Bertemu dengan Alexander Carrick El'denino, seorang vampir yang berumur 1000-an tahun.

Scarlet akhirnya mengerti mengapa pamannya berwasiat seperti itu. Semuanya memang sudah diatur oleh sang paman. Tanpa sepengetahuan Scarlet, pamannya telah mengatur pertunangan Scarlet dengan Alexander. Tujuannya cuma satu. Bersama Alexander, Scarlet akan memiliki kekuatan untuk menggulingkan kekuasaan kaisar saat ini dan mengambil alih kerajaan Lycaon sebagai putri mahkota, pewaris sah.

Tentu saja, kekuatan yang didapatnya pun memiliki bayaran yang mahal. Menjadi wanita seorang vampir, berarti harus merelakan rasnya sebagai manusia berganti menjadi vampir. Dan itu juga berarti ia harus rela menyerahkan tubuh dan jiwanya. Pada akhirnya, Scarlet tak memiliki pilihan lain selain itu.

(Note : vampir disini kebal terhadap sinar matahari, namun tidak kebal terhadap sinar matahari pertama yang muncul. Vampir disini juga bisa mati asal jantungnya ditusuk dengan biji murni.)

Saat ini, perang sedang berlangsung selama 2 hari 2 malam.

Mengerahkan semua pasukan kegelapan Alexander dan pengikut setia raja Arthur terdahulu, akhirnya Scarlet memulai perang melawan paman pertamanya Helios.

Hari hampir menjelang pagi saat akhirnya kemenangan berada ditangan Scarlet dan Alexander. Semua orang bersuka cita karena berhasil bebas dari pemerintahan tirani milik Helios.

"Apa yang sedang kamu pikirkan? Semua sudah selesai bukan?" tanya Alexander seraya memeluk Scarlet dari belakang.

"Ya. Akhirnya semua harapan dan cita-cita pendahuluku, rakyatku, bisa aku wujudkan. Terima kasih Alexa. Tanpamu, aku tak mungkin berada disini, menggenggam kemenangan ini. Membebaskan penderitaan rakyatku. Terima kasih." jawab Scarlet seraya memutar tubuhnya untuk menghadap suaminya.

"Ah, mengapa ia selalu terlihat tampan? Eh, dia memang tampan dari sananya deh. Sial, aku jatuh cinta lagi padanya. Pesonanya sungguh tidak baik untuk jantungku. Ah.. Betapa beruntungnya aku memilikimu." batin Scarlet seraya mengatensikan netranya pada sepasang netra merah yang tengah menatapnya penuh kasih dan damba.

"Aurelie, ratuku. Aku tak peduli dengan semua ini. Tapi jika semua ini dapat membuatmu bahagia, maka aku akan mendapatkannya untukmu. Aku hanya menginginkanmu. Hanya kamu. Aurelie Everest Montague." kata Alexander.

"Alexa... Itu curang tahu. Lagi-lagi kau membuatku malu hingga aku ingin tenggelam didalam bumi saja." ucap Scarlet sambil menyembunyikan wajahnya yang terasa terbakar karena malu.

"Eh, kenapa? Aku hanya menyampaikan yang sebenarnya. Lagipula aku akan menghancurkan bumi ini kalau berani-berani menenggelamkanmu kedalamnya." kata Alexander dengan wajah datar mematikannya.

"Eeeehh...!! Jangan keterlaluan seperti itu. Itukan hanya sebuah kiasan." seru Scarlet panik.

"Ya.. Ya.. Aku tahu. Aku cuma bercanda." kata Alexander. Ada binar nakal yang kini muncul di kedua obsidian merahnya. Senang rasanya menggoda sang istri tercintanya.

"Bercanda? Benar-benar bercanda? Tidak mungkin. Seperti aku tidak tahu tabiatmu saja." gerutu Scarlet seraya memukul lembut dada bidangnya.

"Yaaaa... Bercanda kok. Tapi kalau terjadi, tentu saja aku akan melakukannya." kata Alexander seraya menangkap pergelangan tangan Scarlet dan menyatukan tubuh mereka.

SRAAAATTT!!!

"Awas!!!" pekik Alexander saat melihat sebuah anak panah melesat cepat kearah istrinya.

Alexander lalu menghalau tubuhnya untuk segera melindungi Scarlet.

NJLEEEEBB!!!

Anak panah yang terbuat dari biji murni itu menancap tepat dari punggungnya hingga tembus ke jantungnya.

"UKHUUUK!!" Alexander memuntahkan seonggok darah sementara darah hitam mengalir turun dari dadanya yang berlubang.

"Alexander!! Tidak!! Ini pasti bohong kan. Katakan ini semua bohong!! Ini semua mimpi. Kumohon... Jangan tinggalkan aku..." raung Scarlet dicekam ketakutan. Mimpi buruk yang terulang kembali. Tragedi yang akan merenggut kembali orang yang dicintainya.

"Syu-kur-lah.. Kau.. Baik-baik sa-jah. Ja-jangan mena-ngis... Cintaku.. Ratu-ku.. Ma-af harus me-ning.. gal-kanmu se-sep-per-ti ini. Berjanji.. Lah... Kau ak-kan.. Men-ja-ga milik ki-ta se-la-manya." terbata-bata, Alexander menyampaikan pesan terakhirnya.

"Hiks.. Hiks.. Alexa.. Jangan bicara lagi. Hiks.. Hiks.. Pasti ada caranya agar kau selamat kan? Kumohon, katakan padaku. Hiks.. Hiks.. Ah, darahku? Ini, ambil sebanyak apapun yang kau mau asal bisa menyembuhkanmu. Kumohon jangan pergi. Hiks..Hiks..Jangan tinggalkan aku..." racau Scarlet dalam ketakutan saat tubuh Alexander luruh dalam dekapannya.

Namun semua sudah terlambat. Bersama sinar pertama sang mentari, tubuh Alexander perlahan menghilang menjadi debu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SCARLET [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang