Prolog

22 5 6
                                    

"Nikmatilah cerita ini seperti kamu menikmati hidup. Walau banyak rintangan, tapi mohon bertahanlah sampai tamat."

- Author Andam Karam, 2024 -

***

Bandung, 02 Februari 2024.

Selamat Ulang Tahun, Karam
Karya : Tangkis yang imut dan menggemaskan

Sejauh matahari, sedekat nadi
Selamat ulang tahun anak pribumi
Karam Laksamana, si tulus tiada tara
Semoga mimpimu terwujud

Semoga ....
Jodohmu adalah seseorang yang juga tulus seperti dirimu
Izinkan aku menggoreskan tinta ini ke dalam kertas
Kertas berisikan puisi

Puisi tentang kamu, dan hari bahagiamu
Aku berharap Tuhan masih memberimu usia
Namun, keabadian tetap milik Tuhan
Tidak bisa kita miliki

Sekali lagi ...
Doa kupanjatkan untukmu seorang
Di hari bahagia
Bersama orang paling bahagia

Karam Laksamana, pemuda dengan kacamata bening bertengger di hidungnya menyerahkan kertas berisi puisi dari sang sahabat. Puisi yang baru saja dirinya baca di dalam hati, dengan perasaan yang biasa saja.

 Puisi yang baru saja dirinya baca di dalam hati, dengan perasaan yang biasa saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Lin Yi as Karam Laksamana]

"Gimana? Bagus gak, Bro?" tanya Tangkis, sahabat Karam.

Jangan tanya mengapa nama sahabat Karam adalah Tangkis, karena itu adalah pemberian kedua orang tua pemuda tersebut. Tangkis Setia Wirasana, itu nama lengkapnya.

[Cha Eun-woo Astro as Tangkis Setia Wirasana]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Cha Eun-woo Astro as Tangkis Setia Wirasana]

Kembali pada Karam, pemuda itu menaikkan alisnya sebelah, lalu melengkungkan bibir sedikit ke bawah dan kembali seperti semula yang datar. "Biasa saja. Tidak menarik."

Decakan pun terdengar dari alat pengucap pemuda berambut ikal. Ya, siapa lagi jika bukan Tangkis?

"Kamu selalu aja gitu. Sekali-kali puji sahabatnya, kek. Gak aku kasih kopi gratis lagi, ya!" ancam Tangkis, berharap Karam memuji puisinya.

Namun, penilaian Karam tetap seperti di awal. "Saya bisa membayarnya jika Anda tidak mau memberikan saya kopi lagi. Lagi pula, saya tidak pernah meminta Anda untuk memberikan kopi kepada saya secara cuma-cuma."

Saat tubuh jangkung Karam hendak berdiri, sebuah tangan bertato mencekalnya. Hal tersebut menjadikan Karam kembali duduk, duduk di kursi sembari menatap Tangkis--si pemilik tangan bertato--itu penuh intimidasi.

Beginilah Karam. Tidak suka membuang waktunya sia-sia walau Tangkis adalah sahabat satu-satunya.

"Oke, aku terima penilaian dari kamu. Tapi, jangan marah ke aku, dong. Nanti gak ada yang bantuin aku ngurus kafe ini lagi," ucap Tangkis dengan cengiran khas.

"Jadi saya hanya dijadikan babu?"

"Cuma bantuin, Karam. Bukan babu. Lagian kamu sendiri yang dari awal bilang kalau mau bantu aku buka usaha ini dan bantu beres-beres. Ya, bukan babu, dong?"

"Suka-suka Anda. Saya mau pergi."

Karam kembali berdiri. Pemuda berkemeja putih dengan setelah rompi coklat, serta celana bahan senada dengan warna rompi tersebut meninggalkan Tangkis tanpa sempat ditahan oleh sahabatnya satu itu. Tangkis hanya bisa menghela napas pasrah, membiarkan sahabatnya menyusuri kota di malam ulang tahun pemuda itu.

Tanggal 2 Februari 2024, tepat pemuda bernama Karam Laksamana menginjak usia yang ke-24.

***

Tidak peduli petir mengeluarkan suara yang begitu menggelegar, tidak peduli bahwa awan sudah menghitam, bahkan rintik-rintik dari awan sudah mulai turun membasahi tanah, hingga dua menit kemudian--bersamaan dengan kilat--rintik tersebut berubah menjadi guyuran hujan.

Kota Bandung malam ini gelap gulita, tetapi kilatnya menyorot di mata, membiarkan pemuda yang tengah berada di tepi jembatan basah karena tangisan dari langit. Telinganya seakan ditutupi oleh ribuan batu, padahal suara roda berputar yang beradu di aspal diiringi oleh percikan air terdengar begitu berisik.

Dia sudah mengelilingi kota ini sedari dirinya pergi dari kafe milik Tangkis.

"Sudah 24 tahun ternyata. Dan saya belum berhasil menemukan Anda, Tuan," ucap pemuda tersebut. "Harus ke mana lagi saya mencari keberadaan Anda, Tuan?" tanyanya dengan suara yang cukup keras.

Duduk di tepi jembatan adalah hal paling ampuh untuk menenangkan Karam. Ya, pemuda yang tengah duduk dan menikmati guyuran deras Kota Bandung tersebut adalah Karam Laksamana. Si pemuda berkacamata yang lensanya sudah ditimbun dengan bintik-bintik air, mengakibatkan pandangan pemuda itu menjadi kabur seperti dimakan umur.

Kemeja putih dilapisi rompi coklat yang dipakainya sudah basah kuyup.

Sudah 14 tahun dirinya selalu ke sini hanya untuk menenangkan diri ketika tiba hari bertambahnya usia. Namun, sudah 14 tahun pula Karam tidak menemukan sang kembaran yang selalu ia cari. Ya, saat usianya genap 11 tahun, mulai saat itu Karam mencari kembarannya. Mata Karam tertutup rapat dengan kaki yang sudah ditekuk dan keningnya pun bertumpu pada sela-sela lutut yang disatukan.

Hingga ... suara perempuan terdengar samar di telinga Karam.

"Tubuh Tuan basah. Apakah Tuan butuh bantuan? Tuan baik-baik saja?"

Karam mendongak. Seorang perempuan dengan baju seperti perawat berdiri di hadapannya. Namun, wajahnya terlihat samar karena efek kacamata Karam di mana lensanya kabur.

Tangan Karam segera diraih oleh perempuan tersebut dan payung bening yang dibawa olehnya dialihkan kepada Karam.

"Ambillah, lalu pulang. Jangan hujan-hujanan, terlebih sedang terjadi hujan angin. Tidak baik untuk kesehatan Tuan. Jika Tuan bersedih, cepatlah bahagia. Saya mendoakan kebahagiaan Tuan. Permisi, saya harus bergegas ke rumah sakit."

Karam terpaku. Bibirnya kelu untuk sekadar mengucapkan kata terima kasih.

Perempuan tersebut sudah lebih dahulu pergi dengan mobil yang sempat diparkirkan di tepi jembatan. Lalu, melaju membelah jalanan kota di bawah derasnya hujan.

"Tuan?" gumam Karam yang baru bisa membuka mulut.

[Bersambung]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Andam Karam, 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang