Satu

660 43 11
                                    

"Law bilang lo lagi cari temen sekamar?"

Sanji yang sedang membalas email seketika berhenti. Jemarinya mematung di atas keyboard. Dia tahu suara ini, dia tau siapa yang kini berdiri di belakangnya.

"Udah dapet?"

"Oh, belum." Sanji berbisik pelan, ia berdehem dan berbalik, menatap Zoro yang menarik kursi dan duduk di sampingnya, "Kenapa Zor?"

Dari sekian banyak karyawan di kantor mereka. Kenapa harus Zoro?

"Oh, kalo lo gak keberatan gue mau sih," sahut Zoro. Dia menopang pipinya dengan tangan kiri yang berada di atas meja Sanji, menatap Sanji dan berkata, "Kebetulan gue abis diusir om Mihawk."

Sontak Sanji tertawa kecil, "Kok? Berbuat ulah apalagi lo?"

Zoro menghela napas, dia memutar kursinya dan menyandarkan bagian belakang tubuhnya di meja Sanji, "Gue gak berbuat ulah. Dianya aja yang kolot. Pria dewasa mana yang masih harus ngikutin jam malem?"

"Lo dibatesin?"

Zoro mengangguk, "Pikir aja san, jam delapan malem. Kalah anak SD."

Sanji tertawa lagi. Tawa yang ditatap sedemikian rupa oleh Zoro dan saat mata birunya beralih menatap Zoro. Zoro memalingkan wajah.

"Tapi apartemen gue kecil sih, ada dua kamar cuman kayaknya gak bisa dibandingin sama rumah pak Mihawk yang gede itu. Lo yakin?"

Zoro mengangguk, "Iyalah, gak papa, yang penting nyaman. Ada lo."

"Maksud lo?" tanya Sanji sambil mengangkat salah satu alisnya.

Zoro terkekeh pelan, "Maksud gue, lo kan demen masak, di kantor aja suka bagi-bagi makanan. Kalo jadi temen serumah yakin perut gue aman."

Sanji mendengus, padahal jantungnya sempat berdegup kencang. Padahal Sanji sudah sedikit memerah.

"Sekalian ngirit bayar pembantu ya?"

Zoro yang mendapat sindiran itu tertawa, "Gimana pembayarannya?"

"Gue bayar pertahun."

"Setengahan?" tanya Zoro lagi.

Sanji mengangguk, "Boleh, kalo lo mau bayar full semuanya juga boleh," katanya disertai tawa.

Zoro tersenyum kecil, "Yaudah gue yang bayarin semuanya, yang penting perut gue aman. Tanggung jawab lo, gue ketagihan masakan lo kemaren."

"Eh—gue bercanda Zor."

Zoro berdiri, "Beneran gak papa. Nanti chat aja nominalnya ya, gue transfer. Gue duluan mau ada rapat."

Sanji yang hendak melempar protes terdiam kala rambutnya diusak pelan oleh Zoro. Ketika dia mendongak si pria berlalu begitu saja. Keluar dari ruangannya dan matanya bertemu pandang dengan Luffy.

"Jadian lo?" tanya si lelaki kecil sambil melotot.

Sanji memerah, dia melempar pulpen pada Luffy yang tertawa terpingkal-pingkal.

Sial, entah kenapa Sanji menjadi lebih bersemangat dibanding biasanya.

...

"Sengaja kan?"

Law melebarkan seringainya.

"Bener-bener lo ya. Paling gak ngomong dulu dong ke gue."

Law mengangkat kedua bahunya, "Ini gue tuh bantu lo gak sih? Udah setahun masa gak ada kemajuan? Keburu diembat orang lain."

Sanji melebarkan bola matanya, dengan cepat menutup mulut Law dan menyipit kesal. Pasalnya mereka saat ini berada di lobi, dengan Sanji yang menunggu Zoro dan Law yang bisa kapan saja keceplosan.

Room mate ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang