KE MANA PERGINYA SI NENEK SIHIR?

304 27 4
                                    

Siang itu Namtan dapat giliran masuk ruang Jenggala. Ia manfaatkan waktunya untuk pura-pura membaca sambil sesekali menguping diskusi yang dilakukan oleh Grup Detektif di sebelah kirinya dan Grup Fotografi Alam liar di kanan belakangnya. Setelah menyadar bahwa diskusi mereka terlalu dalam sampai ia tak mengerti sama sekali, ia kembali pada kalimat-kalimat dari bukunya. Ia membaca dalam hening sambil sesekali menghisap rokoknya ketika Love menyentuh pundaknya pelan.

Perempuan itu menoleh dan mempersilahkan sang ketua Jenggala untuk duduk di dekatnya lalu ia kembali membaca dengan serius. Love menopang dagu sambil mengamati wajah Namtan dengan teliti. Sebentarnya bibir tipisnya terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu. Tapi, ia tidak jadi melakukannya. Love menimbang lagi keinginannya untuk mengganggu Namtan. Melihat kejanggalan itu, Namtan menatap kembali buku bacaannya.

Kalau saja Namtan tidak pengecut dan mau mengakui bahwa kehadiran Love mulai membuatnya kikuk dan gelisah. Gugup. Semakin lama, semakin hari, setiap kali teringat adegan itu, Namtan tidak bisa lari dari rasa menggelitik yang semakin menjadi di ulu hatinya. Berkali-kali Namtan akan membenarkan posisi duduknya, merapikan rambut yang modelnya begitu-begitu saja dan tidak pernah merasa sempurna meski melakukannya ratusan kali.

Bisa jadi, Namtan punya perasaan pada gadis itu. Bisa jadi ia menyukai Love. Tapi siapa yang tidak menyukai gadis itu? Gadis yang riang, bersahabat dan tidak malu untuk bertingkah konyol. Love cantik, memiliki mata lebar dengan alis yang tebal dan berbentuk tegas. Namtan tidak melanjutkan penilaiannya. Ia takut mimpi basah nanti malam.

Dan Namtan tidak mau membandingkan Love dengan gadis yang satunya. Gadis yang tidak bicara banyak, namun dengan suaranya yang tebal dan rendah, membuat semua hal yang ia katakan terdengar jahat. Si bawang merah, si nenek sihir. Perempuan berkuncir kuda dan tampangnya yang sombong luar biasa. Film nyaris tidak pernah tersenyum. Ia mungkin tidak punya senyum. Terlalu mengerikan jika ingin membayangkan sudut bibirnya tertarik naik. Ia akan mirip Cruella.

Ya... Tentu ia memang tidak kalah cantik dibandingkan dengan Love. Namtan tidak mau membesar-besarkan, Film memang lebih menarik dari Love. Film memiliki warna mata yang cantik, ia memiliki hidung yang cocok dengan bentuk dagu dan rahangnya. Lesung pipi di bawah matanya. Bibirnya, apa Namtan harus benar-benar melanjutkan komentarnya? Apakah etis kalau Namtan membandingkan fisik dua perempuan itu?

Ini berlebihan, Namtan bisa dituntut karena menjadikan perempuan seolah objek. Tapi dirinya juga perempuan. Tapi, mau bagaimana? Film sungguh tidak dapat memanfaatkan bibir indah itu untuk tersenyum, sayang sekali.

Oh! Namtan sepertinya memang harus berhenti membicarakan Film. Tapi, susah untuk tidak memikirkan bagaimana rasanya berhadapan jarak dekat dengan si nenek sihir itu.

Namtan akhirnya memutuskan kembali ke kelas untuk memberikan kesempatan bagi anggota lain untuk masuk ke Jenggala. Namtan berdiri dan menutup kembali buku yang sedang ia baca itu. Love melirik dari atas buku bacaannya. "Mau ke kelas?"

Namtan mengangguk, ia kemudian berjalan ke lemari di mana namanya tertulis dengan stiker kertas berwarna putih. Namtan menyelipkan bukunya. Dan ketika berbalik, Love telah berdiri di hadapannya. Namtan mundur dan terpojok. Love merentangkan tangan untuk menukar buku yang telah selesai ia baca dengan buku baru tepat di sebelah perempuan itu.

Suasana menjadi aneh di antara mereka berdua

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Suasana menjadi aneh di antara mereka berdua. Namtan yang pengecut beringsut, merasa sulit bernafas dan mau tak mau bersandar di lemari sambil menunggu Love menurunkan tangannya.

Perempuan itu menatap Namtan. Alisnya berkerut. Matanya menyempit, ujungnya membentuk gasir tajam. Mereka terlalu dekat sehingga Namtan dapat mencium aroma lip gloss dari bibirnya. Lagi.

"Hm... Maaf," katanya. "Aku minta maaf, Namtan." Love mundur selangkah. Ia meletakkan tangannya di depan dada dengan buku yang baru ia ambil.

Tapi, masih belum jelas bagi Namtan kenapa Film minta maaf. "Oke," jawab Namtan. Ia masih berusaha menghindari tatapan mata milik Love dan menyingkir dari lemari saat tangan gadis itu mendorong pundaknya agar tetap menempel di lemari.

"Apa kamu sedang menghindariku?" Akhirnya pertanyaan itu terucap juga. Love sudah tidak tahan rupanya.

Namtan memberanikan diri untuk menatap mata lawan bicaranya. "Tidak. Kenapa aku harus menghindarimu?" Ia pelankan suaranya. Namtan tahu diri, ia tidak berniat mengganggu anggota klub yang lain. Namtan juga tak ingin Love menangkap kegugupannya.

"Sudah berhari-hari kamu melakukannya. Atau memang sifatmu begitu?" Love terdengar gemas.

Namtan merasa sedang dihakimi. Ia kalah, ia menunduk. Tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Memang sudah beberapa hari Namtan tidak berani terlibat pembicaraan dengan Love. Padahal mereka duduk sebangku. Namtan mengakui sikapnya yang jadi aneh setelah kejadian di Jenggala. Love juga tidak bilang apa-apa. Mungkin karena sebenarnya waktu itu memang tak terjadi apa-apa dan Namtan hanya dramatis saja.

Namtan pikir, gadis itu tidak ingin membahas apa pun tentang mereka yang nyaris berciuman di ruang bawah tanah. Apa yang bisa Namtan harapkan dari sikapnya yang tertutup? Lagipula itu hanya ciuman. Dan ini terjadi setelah Namtan hampir mati tergantung.

Kalau saat itu Namtan tidak selamat, itu akan menjadi tanggung jawab Love. Jadi mungkin, situasi itu terjadi hanya karena mereka berdua terbawa suasana, bukan begitu?

Namtan sempat berpikir untuk menyesal karena ciuman itu tidak terjadi. Tapi bayangkan saja jika dia satu-satunya yang berharap? Konyol, kan?

"Hei..." Love mencari-cari mata Namtan. "Aku tahu, kamu tidak semudah itu untuk berkata jujur pada orang lain. Itu kenapa kamu memilih buku untuk kamu jadikan bahan pelarian. Tapi bisakah kamu bersikap biasa saja, karena apa yang kamu lakukan ini bisa membuatku gemas?"

Namtan mengangguk, hanya berani menatap sepatunya.

"Hei, Love! Kamu harus berhenti menakut-nakuti Namtan, tahu?" Sepasang kaki berhenti di antara mereka. Namtan menoleh untuk memastikan suara jahat itu muncul dari pemiliknya. Film.

Love mengangkat bahu dan menghadapi Film. "Ke mana saja kamu?"

Kini Film yang mengangkat bahu. "Mencari wilayah yang bagus untuk mengubur mayat."

"Serius Film..."

"Aku bersembunyi dari kaum pengosip seperti kamu, tahu?" Film menatap Namtan sekilas, mengambil sebuah buku dari lemari dan duduk di bawah ventilasi udara.

Namtan memperhatikannya. Film duduk dengan tenang. Membuka halaman buku yang sama seperti terakhir kali Namtan melihatnya. Film memang tidak pernah terlihat lagi sejak ritual anggota baru berakhir. Tapi Namtan berpikir itu karena si nenek sihir datang ke Jenggala di waktu yang berbeda dengan dirinya. Ke mana saja ia selama ini?

"Jangan menghindar lagi, oke?" Love memohon.

Namtan memalingkan tatapannya dan mengangguk. "Aku akan ke kelas."

Love menggigit bibir kemudian mengikuti Namtan. Sampai pelajaran berakhir, mereka memang masih belum bicara selancar biasanya. Love tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan semua sikap Namtan yang kikuk. Dan Namtan sendiri tidak bisa menahan diri untuk tidak menghindari kontak mata dengan Love. Semua malah semakin membingungkan sekarang. Namtan berdoa agar hari sabtu segera datang.

Namtan berusaha bersikap biasa dan mulai melupakan insiden bawah tanah itu. Begitu pula Love yang seperti tanpa kesulitan memperlakuan Namtan seperti pertama kali ia bertemu dengan siswa baru itu. Mereka tidak membahasnya, dan sepertinya lebih baik begitu. Namtan mengerti, terkadang ada hal yang tidak perlu diangkat kepermukaan karena bisa saja memperkeruh apa yang sudah ada. Seperti air sungai, airnya terlihat jernih sampai sebuah batu diangkat dari dasarnya. Maka air akan menjadi keruh.

JENGGALA (NAMTAN FILM) - GXG (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon