Tujuh

47 12 0
                                    

*****

              Aku terdiam memaku saat membaca artikel singkat dari ponselku. Tadi, aku tengah mencari fakta-fakta unik soal imbuhan kata-kata yang tengah menjadi pembahasan kelasku beberapa saat lalu.

Dan sekarang, aku menemukan arti imbuhan dari kata 'bulan terlihat lebih cantik saat denganmu' yang sempat dikatakan oleh Aruna beberapa bulan yang lalu terhadapku.

Artikel itu menyebutkan, bahwa imbuhan kata dari 'bulan itu indah, bukan?' rupanya memiliki arti lain yang cukup menarik. Yaitu untuk mengungkapkan perasaan atau rasa cinta pada orang lain secara tidak langsung. Dan selama ini, aku tidak menyadarinya.

Jadi, ini alasan mengapa Jun menarik diri dari persahabatan dan mulai menunjukkan ketertarikan dirinya terhadapku secara romantis, sekaligus alasan Aruna menarik diri dari diriku ketika aku menyibukkan diri dengan Jun?

Aku menarik napas panjang ketika membaca akhir dari artikel. Dengan geram, aku mematikan ponsel lantas menyimpannya begitu saja di atas nakas.

Membiarkan benda persegi panjang itu bergetar-getar meminta perhatian sementara aku tengah berada dalam keadaan yang membingungkan.

Aku menyandarkan punggungku ke dipan, menatap langit-langit kamarku yang hanya disinari lampu temaram.

Malam ini, aku sendirian seperti biasanya. Di kamar kecilku yang bahkan lampu utamanya dibiarkan tak menyala.

Dalam keadaan bimbang seperti ini, aku menarik diri dari sosial media. Aku takut berinteraksi dengan orang-orang dan menimbulkan kesalahpahaman apalagi di antara Jun dan Aruna yang sedang mengisi isi kepalaku sekarang.

Aku mengurut keningku secara perlahan. Kenapa semuanya jadi rumit setelah aku mengetahui isi hati mereka berdua?

Aku menarik napas panjang, mengisi paru-paru milikku yang terasa sesak entah mengapa.

Jam di dinding masih menunjukkan angka 06:30 malam dan aku sama sekali belum mengantuk sekarang.

Biasanya, aku akan meminta Aruna untuk mengajakku jalan-jalan dan gadis itu akan dengan senang hati mengiyakan.

Tapi sekarang, sepertinya itu bukan pilihan yang tepat karena hatiku sedang ada dalam keadaan kacau dan bimbang.

Setelah memastikan bahwa aku tidak memikirkan Aruna ataupun Jun yang menghantui isi kepalaku semenjak beberapa menit yang lalu, aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan menonton televisi.

Tapi.. Tuhan memang selalu saja memiliki rencana lain dari rencanaku.

Buktinya, Jun sudah ada di dapur dengan Mama yang tengah memasukkan biskuit siap saji pada oven, seolah wanita senja itu tengah mencoba menjamu kedatangan June Ashley yang bahkan tak diundang.

Aku menggigit pipi dalamku sesaat, merasa salah tingkah ketika pandangan kami beradu. Aku bisa melihat, iris mata milik Jun yang berwarna cokelat gelap tak lagi serupa dengan saat terakhir kali kami bertemu.

Biasanya, gadis itu selalu saja menampakkan iris yang ceria dan hangat. Sekarang, itu dipenuhi dengan kasih dan sayang sehingga membuat aku merasa bersalah karena aku tak merasakan hal yang sama dengan dirinya. Well.. Setidaknya untuk saat ini.

Aku masih berada dalam batas kebingungan.

"Vey! Bantu buatkan susu cokelat untuk Jun!" aku tersentak saat mendengar suara Mama yang begitu melengking di telinga.

Dengan malas, aku melangkahkan kaki menuju meja makan untuk mendekati Mama dan Jun yang tengah menyusun biskuit yang masih mengepulkan asap.

Aku.. Tak berani menatap mata Jun dikala kami dekat seperti ini.

Rembulan (Short Story)Where stories live. Discover now