14 - Hidup Penuh Musibah

1.3K 206 30
                                    

Nera terduduk lemas di kursi taman rumah sakit.

"Kayaknya gue bener-bener harus kabur"

Tapi seketika bayangan tentang Eros, Javier dan Alejandro yang memjemputnya semalam membuat kepercayaan diri Nera semakin jatuh.

"Gue cuma butuh satu kesempatan mereka lengah" Nera kembali bergumam.

"Bagaimana kau bisa berpikir untuk kabur dari keluargamu?" Nera menoleh, yang bicara barusan adalah Deric.

"Ck, kalo bukan karna lo, gue nggak perlu begini" Nera menggigit sedotan jus kotak yang tadi dia beli.

"Apa saya memaksamu?" Deric duduk di samping Nera.

Nera menghembuskan napas berat. Jus nya habis.

Melihat itu Deric menyerahkan susu kotak rasa stroberi, Nera memandangnya curiga.

"Tidak ada racunnya, saya juga tidak tertarik mencari masalah dengan Dernatte" Nera mendengus tapi tetap mengambilnya.

Deric memiringkan kepala, memperhatikan mata Nera, Nera sadar itu, lantas melirik Deric sinis.

"Napa? Mau bilang mata gue mirip punya orang?" Deric terkekeh.

"Cukup mirip"

"Ck" Nera beranjak pergi, tapi tangannya lebih dulu digenggam Deric.

"Masing-masing dari kita punya kepentingan, mari saling menjaga semuanya tetap dalam garis" Deric tersenyum menatap Nera tepat di mata.

"Selama lo juga nggak ngelewatin garis"

"Tentu"

Karena bosan, Nera memutuskan mampir di kios buku dekat taman, Nera agak heran, rumah sakit orang kaya ada toko bukunya?.

Nera melihat-lihat sekeliling, dia bukan maniak buku, tapi juga bukan alergi buku. Matanya menangkap satu rak berisi buku-buku terbitan dari akun-akun penulis daring.

Nera tersenyum miring, banyak buku dengan tema cerita serupa. Tapi itu bukan hal asing dalam dunia industri, bahkan dalam tingkat profesional, banyak dari mereka yang akan mengejar target pasar dengan menganalisa kecenderungan audiences, yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu yang disebut 'tren'.

Meskipun bagi sebagian kasus akan berdampak buruk dan merusak kebiasaan berperilaku para penikmatnya. Tapi itu semua diluar kuasa kita bukan? Pada akhirnya orang-orang dibalik industri hiburan adalah para pengusaha yang hanya mengincar keuntungan semata, masalah mendidik atau merusak mana peduli mereka, selama uang di kantong masih bersusun dan bertumpuk, semuanya akan dianggap 'berhasil'.

Orang-orang akan bilang, seniman tidak akan hidup jika masih menjunjung idealis. Tapi, bagaimana jika ini sebuah sekenario? Para penguasa ekonomi sengaja menciptakan 'tren' yang membodohkan untuk memastikan orang-orang tetap mendongak dan menerima suapan ide-ide tanpa memiliki pemikiran yang cukup untuk bisa melihat kecurangan disana.

Sedangkan para seniman sejati akan dimatikan lebih dulu oleh ungkapan 'idealis tidak akan membuatmu kenyang'

Perhatian Nera teralih pada dua buah buku yang dijajar berdampingan, keduanya memiliki judul yang berbeda, tapi ketika Nera membaca sinopsis, keduanya memiliki alur yang serupa.

"Nulis cerita beginian aja sampe plagiat, SAMPAH!, Mana nama karakternya mirip lagi, kreatif dikit kek"

Nera membuka buku itu, beberapa buku memang tidak disampul plastik, atau mungkin sudah dilepas pengunjung sebelumnya. Nera melihat tanggal terbit, yang satu terbit lebih dulu, maka Nera pastikan ini adalah yang original.

Nera membaca cepat beberapa halaman kedua buku itu, seringai muncul begitu membaca buku kedua, alias buku plagiat.

"Hahahahaha" Nera tertawa merendahkan,  hingga menyita atensi pria di sampingnya.

BITTER AND SALTY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang