51

108 25 32
                                    

"Ah, ini ..." 

Adrian segera mengalihkan topik pembicaraan, "Bagaimana tentang flashdisk itu?"

"Hei! Kamu mencoba mengubah topik,"

"Menurutku ini lebih penting! Bukankah begitu?"

Bobby melirik Adrian sebentar, mencoba mencari dan memahami maksud terselubung Adrian. Dia kemudian mengangguk dan menjawab, "Boss yang akan mengurusnya. Bagaimanapun itu di luar wewenang saya,"

"Apa anak baru itu menganggu anda?"

"Apa terlihat begitu?"

"Entahlah, aku hanya tidak ingin kamu bernasib seperti Heseol," ucap Bobby sambil merogoh isi saku celananya.

Dia kemudian mengeluarkan sebuah gelang tiket dan menyodorkannya ke arah Adrian.

"Saya tidak tertarik,"

"Oh, ayolah. Anak baru juga akan berada disana,"

"Bukankah baik jika kamu berhasil mempermalukannya disana?"

"Saya lebih suka mengalahkannya di dalam peringkat,"

"Menyedihkan."

" ... "

"Terserah. Tidak masalah juga, Heseol sepertinya yang akan siap mengantikanmu,"

"Maka, aku baik-baik saja,"

"Begitukah? Kamu setuju dia menjadi boss sekolah?"

"Heseol? Dia hanya peduli pada balas dendamnya. Jack? DIa akan menolaknya,"

"Bagaimana kamu tahu? Sejak awal dia mencoba menargetkan kita semua,"

"Maka, kalian hanya perlu menghancurkannya. Jika dia pintar, dia tidak akan membiarkan dirinya masuk ke sarang macan,"

"Mungkin maksudmu pengecut,"

"Aku sudah selesai disini. Selamat tinggal!" ucap Adrian sambil berbalik kembali menuju kelasnya. Membuat Bobby menguratkan keningnya frustasi.

"Adrian seharusnya cukup kuat untuk menghancurkan anak baru itu. Mengapa dia sepertinya tidak ingin terlibat?" gumam Bobby sambil berjalan mengikuti Adrian untuk sampai ke kelasnya.

Tetapi, sebelum itu, Bobby menoleh sebentar ke arah jendela, tempat dimana Adrian sebelumnya keluar membawa tas sekolahnya dengan cara melompat. Membuatnya kini sampai di kebun belakang sekolah yang rimbun dan menemukan Bobby yang sebelumnya sibuk dengan urusannya dengan Boss. Bobby berpikir sejenak,

"Dia tidak mungkin mendengarkan percakapanku dengan Boss, kan?"

Namun, Bobby kembali terflashback ingatannya tentang Adrian.

"Jika dia pintar, dia tidak akan membiarkan dirinya masuk ke sarang macan,"

Dan kemudian ingatan dari obrolannya bersama Bossnya,

"Dia seharusnya tidak akan membiarkan dirinya bergabung dengan kita, maka ..."

Setelah mengingat kedua momen itu, bulu kuduk Bobby seketika berdiri. DIa merasakan sedikit keanehan yang sayangnya cukup membuatnya mewaspadai Adrian.

"Bagaimana mereka memiliki pemikiran yang sama? Bahkan, Heseol yakin anak baru itu akan bergabung,"

"Huh, Saya tidak tahu Adrian akan memikirkan pikiran yang sama persis dengan Boss!"

"Ah! Tidak! Tunggu! Jadi? Apakah dia mendengarkan percakapan saya dengan Boss?!"

"Huh, saya rasa dia mendengarnya???" pikir Bobby dengan raut kecemasan yang ketara di wajahnya.

"Bagaimana ini? Aduh!!"

Adapun, kembali ke sisi Adrian.

Pemuda itu telah kembali ke kelas dengan wajah datarnya. Dia tidak menyangka bahwa dia akan bertemu Bobby di halaman belakang sekolahnya,

"Bukankah rooftop selalu menjadi pilihan utamanya setiap kali ingin menyendiri? Dia selalu seperti itu di masa lalu! Tetapi, ... " Adrian mengelengkan kepalanya, menganggap bahwa hal tersebut hanyalah kebetulan semata.

Tidak lama, Adrian sampai di pintu kelasnya dan ketika dia akan mengesernya kesamping, dia bisa menemukan tatapan membunuh Jack yang ditujukan hanya kepadanya. Adrian hanya bisa menghela napas di dalam pikirannya dan kemudian masuk, bertingkah seolah dia baru sampai di sekolah.

"Apa? Mengapa pakaianmu basah? Anda tidak melakukan hal tidak terpuji itu disini kan?" ucap Adrian cukup keras.

Mendengar arah pembicaraan Adrian yang cukup ambigu, membuat rona wajah Jack memerah. Malu. Hal tersebut karena dia mendapatkan reaksi yang cukup mengejutkan dari teman sekelas di sekitarnya.

"Tutup mulutmu! Jangan bicara sembarangan!" kata Jack dengan penuh penahanan emosi. Dia kemudian mengigit bibirnya keras dan memelototi setiap teman sekelasnya dengan wajah penuh amarah.

"Haha! Bodoh!" pikir Adrian sambil berjalan menuju tempat duduknya. 

***

Penjahat Yang Membalas DendamWhere stories live. Discover now