Part6

402 52 7
                                    

Harchie kembali menangis saat tidak ada siapapun di sampingnya. Mulutnya terus memanggil sang Ayah, Harchie ingin dipeluk. Harchie ketakutan, kamarnya luas dan dia hanya seorang diri di sana. Telinganya dia tutup rapat-rapat karena sejak tadi langit sangat berisik.

Harchie berpikir, apakah dia senakal itu sampai-sampai sang Ayah tidak mau pulang untuk menjemputnya? Apa tadi pagi dia sudah keterlaluan sehingga Ayahnya itu marah? Tapi Harchie ingin seperti teman-temannya, mereka terlihat sangat bahagia saat diantar jemput oleh kedua orang tuanya.

"T-takut, Papa. E-echi takut."

Harchie semakin menangis. Kamar itu seketika seperti penuh dengan para monster yang mengerikan. Tubuhnya terlonjak kaget saat tiba-tiba pintu kamar itu terbuka. Harchie berniat untuk menutup matanya, namun tak jadi karena yang datang ternyata sang Ayah.

"P-papa......."

Adibrata segera mendekat pada Putranya itu, tangisannya terdengar sangat pilu membuat Adibrata kembali merutuki dirinya sendiri. Adibrata dekap tubuh yang sudah sangat ketakutan itu, Adibrata ikut membaringkan tubuhnya sembari terus memberikan pelukan hangat untuk Putra tersayangnya tersebut.

"Papa, di sini. Maaf, maafin Papa. Papa udah bikin Echi bersedih, Papa nakal. Maafin, Papa." Adibarata kembali meneteskan air matanya, dia kecup berkali-kali kepala bulat Harchienya.

"Papa akan terus belajar untuk menjadi Papa yang hebat seperti keinginan Echi. Dibanding apapun, Echi jauh lebih berharga. Hati Papa sakit, Papa udah buat Echi menangis. Papa gagal lagi, maaf. Jangan benci Papa, nak. Papa cuma punya Echi. Papa sayang sama Echi melebihi apapun."

Adibrata menatap wajah Harchie yang sempat terbenam di dadanya. Mata itu masih berkaca-kaca, Adibrata mengecupnya membuat Harchie memejam sebentar. Perlahan, meski sangat tipis Harchie berusaha untuk tersenyum.

Tangan mungilnya memegang erat kaos sang Ayah, takut Ayahnya akan pergi lagi. Dia berusaha untuk tertidur kembali, karena seseorang yang sangat dia harapkan sudah memeluknya saat ini. Adibrata menepuk-nepuk pantat Harchie, mulutnya bernyanyi-nyanyi kecil sembari terus memandangi wajah kembarannya itu.

"Tidur yang nyenyak, Echinya Papa."

Terakhir, Adibrata mengecup kening Harchie yang tadi sempat tertutup oleh poni yang sudah mulai memanjang. Adibrata berniat ingin ikut tertidur, namun ternyata kening Harchie terasa sangat panas saat dia pegang. Berusaha untuk tidak panik, Adibrata masih menunggu sampai Putranya itu terlelap baru dia akan ke dapur untuk mengambil kompresan.

Namun Harchie itu kalau sedang sakit tidak akan diam. Putranya itu akan terus merengek dan menangis. Dan itu benar terjadi, saat ini Putranya itu tengah merengek meski matanya berusaha untuk terpejam.

Adibrata akhirnya menggendong Putranya itu, tak lupa pula untuk membawa selimut yang dia lampirkan ke tubuh kecil tersebut. Adibrata mengingat kata Mikael, Harchie belum makan karena menunggunya. Putranya itu hanya mau meminum susu.

Mungkin itu salah satu penyebab Putranya itu demam. Apalagi cuaca hari ini yang tadinya sangat panas berubah menjadi dingin. Menangis hampir seharian juga pasti sangat menguras tenaga, Adibrata harusnya tidak membiarkan itu terjadi.

"Makan sedikit ya, habis itu minum obat." Harchie langsung menggeleng mendengar ucapan Ayahnya.

"Sedikit saja." Mohonnya, Harchie tak lagi memberikan respon.

Adibrata sudah di dapur, dia melihat-lihat apakah ada makanan di sana. Di meja makan masih cukup banyak lauk, namun Adibrata merasa tak yakin Putranya itu mau menelan makanan tersebut. Adibrata akhirnya memutuskan untuk membuat sedikit bubur, sembari menggendong Harchie dia melakukannya dengan hati-hati agar tidak membuat suara.

Endless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang