05-

33 4 4
                                    

Keesokan paginya, keluarga Kyai Adnan tengah sarapan bersama di ndalem. Sepi. Hanya denting sendok dan garpu yang terdengar.

Menyadari suasana yang tak semestinya, Nyai Salwa saling bertatapan dengan sang suami. Merasa heran dengan kedua putranya yang terlihat tidak bersemangat untuk menyantap hidangan didepannya. Gaishan dan Faqih serempak tengah melamun sembari mengunyah makanan mereka pelan.

"Ekhem"

Kyai Adnan pun sengaja berdeham bermaksud membuyarkan lamunan kedua putranya itu. Namun siapa sangka, bahkan dehaman sang abi pun tak mereka dengar.

"Gaishan, bukannya pagi ini kamu ada meeting nak?" tanya Nyai Salwa.

Ajaibnya, Gaishan mengangguk dan kembali menyuap makanannya sembari melamun. Ada sesuatu yang tengah ia pikirkan saat ini. Sesuatu yang dapat mengganggu tidur nyenyak nya tadi malam.

"Mengapa tadi malam, setelah balik mengajar dari asrama putri Faqih senyum-senyum sendiri ya? Apakah dia sudah bertemu Yasmin? Tapi, jika bertemu, tidak mungkin Faqih sampai senyum sendiri. Apa mungkin Faqih tertarik juga dengan Yasmin? Ahh, tidak mungkin. Mereka dulunya kan musuh dan sangat sering berantem"

Beberapa pertanyaan bermunculan dalam pikiran Gaishan karena tadi malam ia melihat Faqih yang tersenyum sendiri. Tak seperti biasanya. Sebelumnya, seorang Gaishan Raffasya Hafis tidak pernah memikirkan hal-hal sekecil ini. Apalagi ini tergolong ke dalam hal-hal yang tidak penting.

Nyai Salwa kembali menatap sang suami. Namun, Kyai Adnan malah menunjuk Faqih menggunakan dagunya.

"Tanya anakmu yang satu lagi itu loh"

Nyai Salwa menghela napas, "Faqih, pagi ini mengajar di kampus atau tidak?"

Faqih menggeleng sembari mengunyah makanannya masih dalam kondisi melamun juga. Sama seperti Gaishan, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Bermulai dari setelah ia sholat taubat seperti janjinya saat tak sengaja melihat senyuman Yasmin waktu ia mengajar tersebut. Ia tiba-tiba teringat dengan pertanyaan sang kakak tentang perjodohan itu. Abangnya sepertinya juga tertarik dengan Yasmin dari pertama kali mereka bertemu.

"Berarti, Yasmin yang dimaksud bang Gaishan waktu itu adalah benar Yasmin yang aku kenal? Feeling ku dari awal juga tidak salah. Bang Gaishan juga secara tidak langsung mengatakan bahwa ia juga tertarik dengan Yasmin"

"Hm, sebenarnya perjodohan yang dimaksud abang waktu itu untuk siapa ya? Mengapa abi belum membahasnya? Tapi, apakah bang Gaishan akan jadi saingan ku? Yang benar saja!!? Apakah aku juga tertarik dengan Yasmin?"

Kyai Adnan yang melihat tak ada perubahan dari kedua putranya ini. Membuatnya berdeham beberapakali. Hingga akhirnya berhasil menarik Gaishan dan Faqih kembali ke dunia nyatanya.

"Iya abi?" tanya mereka bersamaan.

Kyai Adnan menggelengkan kepalanya, "Astaghfirullah, kalian berdua ini sedang memikirkan apa sih? Dari tadi hanya melamun saja"

"Iya, masakannya umi tidak enak ya?" sahut Nyai Salwa.

"Eh, tidak umi. Masakan umi selalu enak kok" jawab Faqih sedikit panik melihat wajah sendu dari sang umi.

"Iya umi, masakan umi enak. Tidak ada yang bisa menandingi" sahut Gaishan juga.

"Terus, kenapa makannya tidak berselera seperti tadi?" tanya Nyai Salwa.

"Hmm, ada yang lagi Faqih pikirkan umi. Tapi, tenang saja Faqih tidak memikirkannya lagi kok"

"Kalau Gaishan?"

"Sama dengan Faqih umi. Ada yang sedikit Gaishan pikirkan"

"Ini loh, kompak sekali mikir-mikir. Kalian memikirkan apa? Rumah tangga? Ada yang sudah mendapatkan calon menantu untuk abi?" tanya Kyai Adnan tak terlalu serius.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 01 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FAMEEN✓Where stories live. Discover now