01

22 4 18
                                    

Terbaring di tumpukan kapas putih yang mencekik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terbaring di tumpukan kapas putih yang mencekik. Tangan terulur mencoba meraih angin. Seiring rasa sesak yang memenuhi ruangan, air mata pun runtuh bagaikan bintang jatuh. Seandainya aku tidak melepaskanmu hari itu, pikir Sky. 

Mengabaikan rasa sakit yang masih menggerogoti hatinya, Sky beralih memandang kalung milik cintanya yang berada di atas meja belajar. Kalung dengan liontin perak beserta rangkaian nama si pemilik di belakangnya itu tampak bersinar meski sudah tak dipakai si pemilik. Sky menjaganya dengan begitu baik.

"Sky! Turunlah untuk sarapan!"

Bibi berteriak dari lantai bawah. Terpaksa Sky membawa tubuhnya yang tampak remuk untuk menghadapi bibinya. Cintanya hilang dengan membawa segala binar semangat dalam diri Sky.

"Bi, aku tidak berminat untuk makan."

"Dasar pemalas! Kamu bahkan sudah tidak masuk sekolah selama tiga hari," ujar Bibi dengan nada marahnya.

"Tapi, Bi—"

"Hari ini Bibi tidak mau mendengar apapun darimu. Segera makan dan bersiap untuk sekolah."

Sky mengembuskan napasnya. Tungkainya gontai menuruni anak tangga. Biasanya yang membangunkan dia tiap pagi adalah cintanya, namun semua sudah berubah. Tidak ada suara yang begitu semangat untuk membangunkannya. Tidak ada lagi binar mata bulat yang selalu menyambutnya. Tidak ada lagi yang menunggunya di depan jendela setiap jam pulang sekolah. Tidak ada lagi yang merengek minta dibelikan susu. Tidak ada lagi alasan Sky untuk hidup.

Sky duduk di meja makan, menatap sarapannya yang hanya berupa lauk kemarin. Dengan malas tangannya membawa sendok untuk menyendok makanan. Tawar. Perasaan kemarin rasanya begitu asin, atau mungkin indra perasa miliknya telah hilang.

Suara dentuman pintu kamar menarik perhatian keduanya. Seorang pemuda gendut keluar seraya menggaruk perutnya yang buncit.

"Ma, sepertinya aku demam."

Wajah bibi tampak khawatir. Ia meninggalkan aktivitasnya dalam menyusun kotak bekal begitu saja, beruntung kotak bekal itu tidak jatuh. Sky kembali memandang si Gendut penuh beban itu. Paling merengek karena pusing sedikit, tuduh Sky.

"Sebaiknya hari ini tidak usah masuk sekolah. Istirahatlah, akan Mama buatkan bubur."

Si Gendut menjulurkan lidahnya ke arah Sky, mengejek seakan trik pura-pura sakitnya berhasil. Geram sekali, rasa-rasanya Sky mau memukul wajah bulatnya.

"Aku sudah selesai, aku permisi untuk pergi ke sekolah."

Kursi berderit menjadi jawaban atas ucapan Sky. Bibinya sama sekali tidak peduli, tampak ia lebih sibuk membuatkan bubur untuk putra kesayangannya.

"Kenapa? Jangan harap dapat bekal, sudah sana pergi! Beban."

Sepatu terikat, pintu depan terbuka, kaki pun berlari ke arah sepeda miliknya. Setidaknya dia bisa menghemat ongkos transportasi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stars and Raindrops [ft. Seungmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang