6

60 1 0
                                    

Pagi hari ini sedikit berbeda, karena Mbok Nimas berjanji untuk mengajak Cia ke pasar hari ini. Cia tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Dia belum pernah ke pasar sebelumnya, dan imajinasinya dipenuhi dengan warna-warni pasar, berbagai suara dagangan, dan kehidupan yang bersemangat.

"Terima kasih Mbok karena sudah mau mengajak Ayu ke pasar, Ayu senang sekali!" Cia tersenyum lebar menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Mbok Nimas.

"Sama-sama Ndoro Ayu, wong cuma ke pasar toh kok senang sekali?" heran Mbok Nimas.

"Tidak apa-apa mbok, Ayu senang karena selama ini Ayu tidak pernah ke pasar. Jadi dengan mbok mengajak Ayu ke pasar Ayu jadi tahu dan tidak penasaran lagi bagaimana kondisi dan suasana pasar" terang Cia.

Saat mereka tiba di pasar, Cia tersenyum lebar. Dia merasa seperti masuk ke dunia baru yang penuh dengan keajaiban. Mbok Nimas membimbing Cia melewati berbagai toko dan lapak yang menjual berbagai macam barang. Cia melihat buah-buahan segar, sayuran berwarna-warni, dan berbagai rempah-rempah yang harum. Mereka berdua berjalan-jalan, memilih-milih barang yang akan dibeli, sambil sesekali tertawa dan berbicara.

"Ndoro ayo kita isi perut dulu supayakuat mengitari pasar ini, kita singgah di sana dulu untuk membeli dan memakan jajanan pasar" ucap Mbok Nimas sambil menunjuk salah satu penjual yang menjual aneka jajanan pasar.

"Oh okey Mbok ayo ke sana, aku sudah lapar sekali. Sepertinya cacing-cacing di perutku sudah kelaparan minta dikasih makan" Cia berujar sambil mengusap perutnya sebagai tanda bawa ia merasa lapar.

"Ok.. ok.. apa Ndoro? Apa yang baru saja Ndoro ucapkan? Saya tidak mengerti" Mbok Nimas kebingungan dengan kosa kata baru Cia.

"Ah, sudah lupakan saja. Ayo kita ke sana aku sudah sangat lapar ini" setelah berucap demikian Cia menarik tangan Mbok Nimas untuk segera pergi ke tempat penjual jajanan tersebut.

Mereka kemudian duduk lesehan di dalam warung tersebut.

"Bu tahu tek nya 2 ya" Mbok Nimas memesan makanan yang akan mereka makan.

"Oh Bungkus atau makan sini ta?" Penjual tersebut bertanya kepada Mbok Nimas.

"Makan sini Bu" Mbok Nimas menimpali pertanyaan sang penjual.

"Tunggu sebentar yaa" penjual berucap demikian sementara pesanan mereka sedang di buatkan.

"Nggih Bu" jawab Mbok Nimas dan Cia berbarengan.

Setelah pesanan mereka siap, Ibu penjual pun menyajikan dua porsi tahu teks tersebut dihadapan mereka.

Aroma harum bumbu kacang dan kecap kental langsung menusuk hidung Cia begitu piring itu diletakkan di mejanya. Dia melihat tahu goreng yang digoreng dengan sempurna, kulitnya renyah, namun lembut di dalam. Tahu itu ditemani dengan taoge segar, potongan telur rebus, dan potongan daging ayam suwir.

"Wah, ayu nee, anak siapa iki?" Ibu penjual memandang kagum pada paras Ayu alias Cia kemudian bertanya kepada Mbok Nimas.

"Iya toh. iki anake Ki Ageng Pandu, tabib kerajaan itu" jawab Mbok Nimas.

"Oalah, Ayu tenan Nduk. Mau nda sama anakku?" tanya Ibu penjual dengan niat bercanda.

Seketika dia merasa canggung karena pertanyaan tersebut, dia membalasnya hanya dengan senyuman kikuk karena bingung ingin menjawab apa.

"Hust kamu ini" Mbok Nimas menegur perilaku penjual tersebut melihat ketidaknyamanan yang nampak dirawat wajah Cia.

Ibu penjual tersebut kemudian pergi karena melihat ada pelanggannya yang baru saja datang untuk memesan makanan.

Destiny? (SELESAI)Where stories live. Discover now