Lembar kelima

411 83 0
                                    

Yaksa tak tau dia entah berada dimana. Semuanya gelap dan.. dingin. Entah sejauh apapun kakinya melangkah dia tetap tak bisa menemukan ujung dari tempat ini.

Lelah berjalan, Yaksa pada akhirnya memilih berhenti melangkah. Menghela nafas dengan mata menatap kosong ke depan. Yang tentu saja hanya kegelapan tak berujung ia temukan.

Sampai ketika langkah kaki yang cepat terdengar mendekat. Semakin dekat dan Yaksa seolah mendengar suara tawa yang amat familiar di ingatannya.

Ketika ia menoleh berusaha mencari sumber suara, seorang anak kecil berlari melewati dirinya begitu saja.

Yaksa terperangah. Dia berbalik cepat menatap arah yang dituju anak itu. Dan entah sejak kapan, diujung kegelapan ini telah muncul seberkas cahaya yang seolah memanggilnya datang.

Ia termenung lama. Hingga disadarkan lagi oleh suara tawa anak kecil yang berlari ke arah cahaya. Tepatnya menuju seorang pria yang menunggu untuk mengangkatnya tinggi di sana.

Mereka tampak bahagia. Dan entah kenapa kehangatan yang tercipta akibat interaksi kedua juga turut meresap ke dalam hati Yaksa.

Membuatnya tanpa sadar melangkah mendekat. Langkahnya semakin cepat begitu cahaya disana meredup. Pria itu juga berbalik pergi semakin jauh bersama anak kecil di gendongannya.

Tidak.

Yaksa tak mau ditinggalkan.

Dia tak ingin sendirian lagi di tempat gelap ini. Disini sangat dingin dan menyiksa.

Yaksa ingin pergi. Menuju kehangatan itu. Menggapai cahaya itu...

"..sa. Yaksa!"

Yaksa tersentak bangun. Pandangannya berbayang. Sementara dapat ia rasakan jelas tanyan seseorang menepuk-nepuk pipinya. Dan ketika matanya berhasil menyesuaikan cahaya yang masuk Yaksa dapat melihat wajah khawatir Pandu disana.

"Papa..."

Mungkin.. itu adalah pertama kalinya Yaksa kembali memanggilnya 'papa' setelah tiga tahun lamanya. Dan itu terasa sangat melegakan bagi Pandu. Seolah beban yang menghimpit dadanya selama ini terangkat sempurna hanya dengan satu kata dari putranya.

"Iya.. ini papa..." Pandu merengkuh anak itu kepelukannya. Ia sempat khawatir karena Yaksa tampak gelisah dalam tidurnya. Anak itu bahkan sampai menangis entah apa yang ia mimpikan. Namun apapun itu, Pandu merasa ada hal baik yang mungkin akan terjadi setelah ini.

"Pa maaf.." lirih Yaksa teredam oleh pelukan Pandu.

"Kenapa minta maaf hm?"

"Maaf karena ngelupain papa. Dan juga.. mama.."

Pandu terdiam. Menatap Yaksa yang mengusap matanya berkali-kali. Sedari dulu dia selalu berusaha menenangkan ketika putranya menangis. Namun kali ini, entah kenapa Pandu ingin membiarkan Yaksa menangis selama yang dia mau. Sampai anak itu merasa puas telah mencurahkan segala yang ia pendam selama ini.

Sebab Pandu dapat melihat dengan jelas, kelegaan besar yang tersirat dari tangis Yaksa.

"Aku udah ingat. Aku ingat semuanya. Maaf udah nganggap papa orang asing. Maaf aku bikin papa menderita lama banget. Maaf..."

"Gak. Kamu gak perlu minta maaf." Pandu kembali memeluk Yaksa dengan hangat. Membiarkan anak itu menangis sepuasnya.

'Mereka yang telah membuat kamu menderitalah yang harus membayar semuanya.'

YaksaWhere stories live. Discover now