13. Amaraloka (2)

85 11 5
                                    

¢-¢
Attention please!

Warning!
Ooc(s), typo, Bahasa non-baku, collage au, dsb.

¢-¢

Happy Reading~

Dua hal mengenai Zoro, seorang melankolis juga plegmatis.

Marilah kita bercerita mengenai mengapa dua hal tersebut identik dengan sang Roronoa, atlet Kendo kebanggaan negara.

Melankolis adalah tipe kepribadian yang perfeksionis, pendiam, sensitif. Biasanya mereka lebih suka mengekspresikan diri terhadap sesuatu melalui tindakan daripada kata.

Meskipun awalnya Zoro sendiri tak mengerti mengapa dirinya identik dengan melankolis, karena kakaknya lah yang menyimpulkan seperti itu. Namun kini, ia bisa mengerti.

Jatuh cinta.

Dua kata yang semua manusia di muka bumi pasti akan merasakannya. Zoro jatuh cinta dan ia belajar bahwa jatuh cinta itu begitu memusingkan.

Sebagai seorang melankolis, Zoro tak begitu paham bagaimana mengekspresikan perasaannya saat jatuh. Yang dia lakukan hanya memandang dari jauh, mengamati, lalu jatuh kembali.

Zoro ingin mendekat, ingin berkenalan lalu memulai suatu hubungan, dimulai dari tahap paling awal, teman.

Sayang namun sayang, dirinya tak begitu berani, pesimis dulu karena takut dikira sok dekat. Kelemahan sang melankolis.

Luffy namanya, pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

Cintanya adalah pandangan pertama sehabis latihan pagi. Sorenya ia ada kelas dengan dosen yang bisa dikatakan killer. Keberuntungan tak memihak padanya karena ban motornya bocor, waktu yang dibutuhkan menuju bengkel yang berada di perempatan memakan waktu 15 menit, belum menunggunya hingga selesai. Zoro merutuk, mengumpat dengan mengabsen semua nama di kebun binatang. Temannya tak ada yang bisa dihubungi, kakaknya apalagi. Pasrah jika ia telat atau menambah absen di kelas kimia sains dan teknologi.

Bagai keajaiban, dua orang saat itu datang. Motornya menepi di depan Zoro, sang pengendara turun sedangkan yang duduk di bangku belakang bertanya dengan terheran. "Lo ngapain jir, Fy? Bentar lagi kelas!"

"Santai, gak akan lama kok."

Pria tadi, yang dipanggi oleh temannya dengan 'Fy' menghampirinya. "Motor lo kenapa?"

Bagai diterpa sinar cahaya mentari, atau posisi sang penolong ada di depan cahaya membuatnya keliatan bersinar di mata Zoro.

"Ah, ini motor gue mogok."

Pria itu menangkap dagu lalu mengambil ponselnya.

"Hallo? Bang Sab, jemput gue dong di dekat perempatan, agak jauhan dikit, 15 menit sebelum nyampe sana lah kira-kira. Iya, udah kesini aja, oh! Ajak bang Ace jangan lupa. Oke makasihh."

Zoro menatapnya heran, pria itu memandangnya tersenyum. "Beres, lo ikut bareng temen gue. Sekampus ini kita."

Baru ingin bertanya kok bisa tahu, Zoro teringat hari ini memakai almet kampus.

"Bonceng tiga?"

"Enggaklah, yang ada kagak ditilang polisi. Lo sama temen gue, biar gue di sini jaga motor lo sampai kakak gue datang."

Tak enak hati ia menolak, "mana ada! Jangan, gak enak. Gue gapapa kok bisa bawa ini perempatan."

"Ikut aja sih elah, santai, ada kelas kan lo? Nah, nurut aja sana."

Zoro baru akan membuka mulut untuk mengelak kembali tapi teman si pria tadi menariknya. "Nurut aja, gak bakal selesai lo kalau debat sama dia."

Berakhir, bahkan belum sempat bertanya nama, Zoro sudah dulu pergi.

Mungkin saat itu, sampai ia berhasil mengetahui namanya dari temannya yang membawanya tadi. Orang yang bersangkutan tidak mengembalikannya karena ada kesibukan tiba-tiba jadi temannya itu yang mengasihkannya padanya.

Luffy. Monkey D. Luffy namanya, sang atma bak malaikat di matanya.

•••••

Sebagai seorang plegmatis Zoro sangat amat tahu bahwa dirinya benci berkomunikasi atau bersosialisasi.

Mungkin itu pula yang menghambatnya untuk membuat kesan atau tindakan pada Luffy. Dia tak berani, takut, dan bingung harus berbuat apa.

Melankolis dan plegmatis perpaduan yang sempurna bukan?

Zoro mengira Luffy akan melupakannya, ia paham itu karena mereka tak sempat bertemu kembali. Mungkin hanya Zoro yang menotice keberadaannya saat itu.

Sampailah pada segala sifatnya, Zoro mencoba mengambil satu langkah.

Hujan mendukung suasana, Luffy ada di depan supermarket, berteduh.

Dengan keyakinan kuat, ia membeli dua kopi hangat, serta mencatat di stick note sebelum dimasukkan kedalam saku jaketnya. Ia tanpa suara memberi, membuat pria itu menatap heran. Namun mengambilnya setelah ia bersikeras.

Setelahnya hening, Zoro ingin menatap, mengamati setiap lekuk wajahnya namu dia terlalu malu. Apalagi jika Luffy terus menatapnya. Sungguh dia benar-benar bingung untuk melakukan apa ditatap seperti itu.

Hujan reda, meski bergumal pelan dia bersyukur diam-diam karena tidak harus diam seperti apa.

Zoro pergi, lari, terlebih dahulu tanpa membiarkan Luffy berbicara. Dia malu, wajahnya memerah, terima kasih kepada instingnya yang langsung menyuruhnya untuk berlari. Karena jika tidak, mungkin akan memerah di tempat.

Satu langkah ke depan, berhasil.

Selamat untuk Zoro.

.

.

.

.

.

FINN

YEAYYY SELESAI.

Anjay, alur selanjutnya sesuai kalian aja mau kemana.

Terima kasih sudah membaca cerita aku, maaf jika masih ada banyak kesalahan.

Kritik dan saran dipersilahkan.

See you~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Meraki | Oneshot ZoluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang