Bab 14

32 6 0
                                    

✾ Gardenia  ✾

Terlihat seorang laki-laki dengan pakaian ala 90-an berdiri di depan pintu ruangan rawat inap pasien. Terdengar suara helaan napas yang begitu panjang, sebelum akhirnya ia masuk ke sana. Pemandangan yang pertama kali disuguhkan adalah seorang wanita berusia 40 tahunan, sedang merengek di depan susternya.

“Mas Arjuna.”

Suster itu langsung menghampiri sosok laki-laki yang tidak lain adalah Arjuna.

“Maaf, saya baru bisa datang. Gimana kondisi Mama?” tanya Arjuna.

“Seperti yang Mas Juna lihat sekarang. Ibu Nindya tidak mau makan sejak semalam dan terus memanggil nama Papa Mas Juna,” jawab suster itu.

Arjuna mengangguk, lalu mengambil alih nampan berisi makanan dari tangan sang suster. “Suster bisa istirahat dulu. Biar saya coba bujuk Mama.”

“Baik, Mas. Maaf sudah merepotkan.”

“Gak sama sekali, kok.”

“Kalau begitu saya keluar dulu. Kalau butuh apa-apa, Mas bisa langsung panggil saya,” pesan sang suster, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan.

Untuk kesekian kalian, Arjuna menghela napas panjang. Sejenak, ia tatap Nindya yang kini duduk membelakangi dirinya. Tubuhnya yang kian kurus, membuat hati Arjuna teriris.

Selama hampir 5 tahun mamanya dirawat, karena mengalami gangguan jiwa. Ya benar, rumah sakit yang Arjuna datangi saat ini adalah rumah sakit jiwa.

Semua ini bermula ketika papa Arjuna terlibat sebuah kecelakaan dan meninggal. Nindya yang tidak bisa bangkit dari kesedihan pun akhirnya mengalami depresi. Alhasil, selama hampir 5 tahun ini pula, Arjuna harus bolak-balik ke rumah sakit untuk memantau kondisi mamanya.

“Nindya,” panggil Arjuna.

Jangan heran dengan apa yang keluar dari mulut Arjuna. Memang seperti inilah situasinya. Setiap datang kemari, Arjuna akan berakting seolah-olah ia adalah sang Papa.

Maka dari itu, Arjuna berpenampilan demikian. Sebab, di memori Nindya, yang ada hanyalah masa-masa di mana wanita itu masih berstatus pacaran dengan papa Arjuna.

“Mas Dewa!” Nindya sontak memeluk Arjuna dengan begitu erat, begitu pun sebaliknya. “Kamu ke mana aja? Kamu lupa ya sama aku?” ucapnya lagi.

Benar-benar seperti remaja yang sedang merajuk pada kekasihnya.

“Maaf, ya. Aku sedikit sibuk akhir-akhir ini,” balas Arjuna yang kemudian mengurai pelukannya.

“Kamu sendiri kenapa gak mau makan? Kamu udah janji loh sama aku, buat nurut sama suster.”

“Maaf.” Nindya menunduk sendu, sembari memainkan jarinya, membuat Arjuna tersenyum tipis.

“Aku akan maafin kamu, kalau kamu mau makan sekarang,” ucap Arjuna memancing mamanya agar mau makan.

“Tapi Mas Dewa suapin, ya?”

“Oke, deal!”

Nindya tersenyum begitu lebar, yang juga membuat Arjuna merasa senang melihatnya. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan daripada melihat senyum di wajah mamanya saat ini.

✾ Gardenia  ✾

Jalanan kota malam ini cukup sepi dari biasanya. Arjuna bahkan bisa lebih leluasa dalam berkendara, karena tidak ada klakson-klakson dari pengendara lain yang memekakkan telinga. Ditambah dengan suasana hatinya yang tergolong baik setelah menjenguk mamanya.

[02] GardeniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang