Maaf dan Marah (24)

67 16 15
                                    

Cerita ini terinspirasi dan sedikit remake dari cerita lainnya yang juga sudah umum ada, juga hasil pemikiran sendiri. Jika ada kesamaan dengan cerita orang lain itu hanyalah suatu kebetulan. Jadi, hargailah karya yang sudah susah payah aku buat dengan memberi satu ⭐ sebagai Vote kalian dan dimohon jangan melakukan plagiarism. Karena itu tak baik, kawan!

.
.
.
.
.

Jiyong mengerjapkan matanya untuk menetralkan penglihatannya. Dia lihat langit di luar sudah gelap. Dengan tenaga yang tersisa, Jiyong bangkit dari tidurnya dan kepalanya berdenyut pusing sisa mabuk. Iris coklatnya melirik jam di dinding yang sudah menunjukan pukul 7.30 malam.

Jiyong menyibak selimutnya untuk turun dari kasur. Keluar kamar dan ruangan di penthousenya terlihat terang benderang. Menandakan ada orang di sana. Jiyong mencari sosok yang dia ketahui dari aromanya adalah sang kakak.

"Kau sudah bangun?" tanya Dong Hyuk sedang menuang air di dapur.

"Hyung di sini?"

Jiyong menerima segelas air dari kakaknya.

"Top menyuruhku ke sini. Kau mabuk, Jiyongie."

Jiyong diam setelah air di gelasnya habis. Dia mengingat apa yang sudah terjadi sepanjang hari ini. Ingatan paling jelas adalah di mana Minji menghina Seungri di depan banyak orang.

"Kau mau ke mana?" tanya Dong Hyuk, karena tiba-tiba adiknya itu segera kasih gelas kosongnya dan masuk ke kamar dengan terburu.

Dong Hyuk melihat Jiyong keluar mengenakan sweater krem dengan rambut di sisir asal pakai jari. Wajah hanya dibasuh air dan menyambar kunci mobil. Dong Hyuk curiga dengan tindakan Jiyong sekarang dan segera mencegahnya.

"Mau ke mana?" Dong Hyuk berdiri di depan adiknya yang melangkah ke rak sepatu.

Seperti biasa, Jiyong diam lebih dulu.

"Jiyongie, aku tanya mau ke mana?" Dong Hyuk mengulang pertanyaannya lagi.

"Ke kedai," jawab Jiyong.

"Kedai Kang maksudmu?"

Jiyong mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan sang kakak.

"Untuk apa?"

"Menjelaskan," jawab Jiyong.

"Tapi ini sudah malam. Apa Seungri mau menerimamu?"

Jiyong, "Aku tidak tahu."

Dong Hyuk menghela napas. Adiknya terkadang naif. "Sebaiknya kau hubungi dia lebi dulu."

"Tidak punya nomornya."

Jawaban Jiyong membuat Dong Hyuk ingin memukul kepala adiknya. Hampir saja dia mengelus dada karena adiknya ini terlalu diam hingga untuk dapat nomor teman kampusnya saja tidak berani. Apalagi, ini orang yang ingin dia dekati.

"Lain kali kau harus minta nomor ponselnya, jadi kau bisa dengan mudah mendekati Seungri. Paham?"

"Mn. Aku paham. Boleh aku pergi sekarang?"

Dong Hyuk kasih jalan Jiyong ke rak sepatu. Dia juga tak perhatikan Jiyong yang mengambil sendal. Baru sadar jika adiknya meninggalkan rumah tanpa sepatu di musim yang dingin ini. Mau dikejar pun Jiyong sudah masuk ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja. Jadi, Dong Hyuk hanya bisa berdoa adiknya baik-baik saja.

....

Jiyong sudah memarkirkan mobilnya di depan kedai Kang. Berdiam sebentar di dalam mobil untuk mempersiapkan diri menghadapi Seungri. Dia sangat takut jika pujaan hatinya akan menolak bertemu dengannya atau terburuknya malah menjauh. Dengan satu tarikan napas dan hembusan pelan, Jiyong akhirnya keluar dari mobil. Kakinya masih belum bisa melangkah ke dalam kedai. Jiyong malah berdiri saja sambil memandangi Seungri dari pintu kaca yang sedang lalu lalang melayani tamu dan kadang membersihkan meja.

The Unpredictable Love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang