13. What I Need The Most

13.4K 1.3K 64
                                    

Salsa hanya bisa memain-mainkan jari jemarinya dengan kikuk ketika Darma yang duduk di sofa mengeluarkan pertanyaannya. Ia diam sejenak. Berpikir bagaimana harus menjawab pertanyaan itu.

"Did I blabber?"

Salsa memiringkan kepala sebelum mengangguk. "Yup, ngomong nggak jelas." Perempuan itu lagi-lagi diam. Ia berusaha memilah kata-katanya. "AboutI don't know—just, you said you hate someone so much."

Seulas senyum tampak pada bibir Darma. Sementara, helaan napas diembuskan Salsa diam-diam. Ia tidak mungkin membeberkan fakta bahwa Darma—pada malam itu—bicara bahwa ia ingin membawa Salsa ke kamarnya dan bercinta dengannya.

Lagipula, apa Darma akan percaya?

Sejenak, ada yang berdesir di tubuh Salsa. Bayangan kalimat-kalimat tidak senonoh Darma malam itu merasuk pikirannya. Salsa memang menikah dengan Ben, tetapi, sudah beberapa bulan ia tidak disentuh. Lebih tepatnya, ia tidak ingin disentuh.

Dan kini, membayangkan Darma berada di atasnya sambil berucap kasar seperti itu membuat hasratnya menggebu. Salsa menggelengkan kepala buru-buru. Ia rasa, otaknya mulai tidak waras. Apa pukulan Ben membuatnya jadi seperti ini? Atau memang sudah tidak disentuh sekian lama membuatnya jadi terlalu haus?

Pasalnya, Darma memang lebih muda, tetapi tubuhnya jauh lebih tinggi dan besar. Bahkan jauh dari Ben yang lebih pendek dari Salsa. Tubuhnya kekar dan kulitnya sedikit kecokelatan seperti terbakar matahari dengan rambut hitam legam dan cambang pendek di rahangnya. 

He is so sexy. He is so fine as hell. Yet, he is so unreachable.

Perempuan itu berjalan kembali ke dapur untuk mengalihkan pandangan dari Darma. Ia perlu membereskan beberapa kekacauan akibat pesta kemarin, juga mempersiapkan sarapannya.

"Mau sarapan?" tanya Salsa cepat pada Darma yang tak jauh darinya. "Gue bikin toast." Ia menunjuk panggangan roti dengan ujung dagu.

Darma mengangguk. Lelaki itu mencoba berdiri. Walau tampak seperti orang linglung, ia berhasil mencapai meja makan.

Dapur dan meja makan itu tampak berantakan. Ada sisa-sisa dekorasi warna-warni yang tertempel, juga sampah kaleng bir dan botol minuman keras tergeletak di atas meja dan di lantai. Sepertinya semalam, ada pesta atau perayaan yang terjadi di sana.

"I prefer Indomie," jawab lelaki itu sambil memangku dagu. "Mie kuah, pakai telur—poached with runny yolk inside—dan jangan lupa, cabe rawit—jangan dipotong tapi digerus di mangkok pakai sendok. Best hangover cure, ever!"

"Ini bukan tenda ropang ya, Bapak Darma yang terhormat," sindir Salsa sebal. 

Tawa Darma yang bernada berat terdengar. Setiap suku kata 'ha' nya terdengar begitu jelas bagai tawa dalam tulisan.

Walaupun Salsa menyindir sebal, perempuan itu berjongkok. Gaun rajut yang ia kenakan hari ini membuatnya sedikit kesulitan. Pakaian ini sebenarnya merupakan satu dari sekian banyak pakaian terlarang versi Ben. Katanya, terlalu ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya.

Kini, melepas hubungan dengan Ben, yang Salsa lakukan pertama kali adalah mengenakan pakaian-pakaian yang dilarang tersebut, termasuk gaun itu. Ketika menatap di cermin, Salsa langsung merasa begitu seksi. Ia memakai gaun itu bukan untuk menggoda lelaki di kantor tetapi untuk dirinya sendiri, untuk merasa cantik bagi dirinya sendiri.

Tangannya membuka-buka lemari di bagian bawah sink. Benar saja, ia sudah menemukan beberapa stok mi instan milik Tia. Salsa mengambil satu sebelum bangkit berdiri. Kakinya berjalan ke arah kulkas, mengambil stok telur dan cabe rawit.

Reputation RescueOnde histórias criam vida. Descubra agora