2. Malam Menuju Pagi

69 14 0
                                    

Enam malam terlewatkan, tiap kali Samarra tengah kehabisan ide akan tulisannya, laki-laki itu muncul lagi, muncul terus. Di setiap malam yang berbeda, laki-laki itu membawa Samarra menghabiskan malamnya bersama kucing-kucing yang mereka ajak main dan mereka beri makan.

Laki-laki dengan jaket hitamnya itu tengah memberikan susu yang dikemas dalam dot kecil khusus untuk kucing. Entah apa saja yang laki-laki itu bawa didalam totebag merahnya itu, karena sepertinya semua kebutuhan kucing ada semua disitu, include obat-obatan P3K, bahkan perban dan salep luka.

Mereka tengah duduk di depan sebuah pertokoan yang sudah tutup. Sesekali terlihat beberapa motor yang sibuk mengangkut sayuran di jok belakangnya.

Samarra memperhatikan laki-laki itu dengan seksama, kantung matanya terlihat guratan kemerahan, entah bekas cakaran kucing, entah memang karena matanya sensitif, atau memang kurang tidur. Luka-luka di punggung tangannya kian banyak, terlihat banyak luka baru. Converse hitam yang warnanya sudah pudar terlihat cocok dipadu dengan celana jeans biru tua yang ia pakai.

Kalau Samarra boleh menebak, sepertinya usia mereka tak beda jauh, sama-sama memasuki akhir dua puluhan. Ujung matanya terdapat kerutan tiap kali laki-laki tersenyum tipis. Bukan padanya, tapi pada kucing-kucing jalanan ini.

Laki-laki itu menolehkan pandangannya pada Samarra, perempuan itu refleks mengalihkan pandangannya.

Ujung bibir laki-laki itu terangkat, tersenyum kecil, "Mau diantar pulang?" tanyanya memecah keheningan.

Alis Samarra naik, "Kenapa?" ia tidak menyimak. "Oh, pulang, hmm... rumahku agak jauh dari sini." jawab Samarra.

"Gak apa-apa." Laki-laki itu berkata singkat. Ia bangun dari duduknya, memasukan kucing-kucing itu ke dalam kardus yang terdapat di depan toko. Ia menepuk-nepuk debu di celana jeansnya, lalu melangkah berjalan mendahului Samarra dengan pedenya. "Ayo, aku antar."

Tawa refleks tercetus dari Samarra. Laki-laki itu berhenti melangkah.

"Salah arah." Sahut Samarra.

Laki-laki itu dengan cepat berbalik arah. Ia terkekeh salah tingkah dan sedikit malu.

Sembari berjalan beriringan, laki-laki yang berjalan di sebelah kanan Samarra, tiba-tiba saja mengulurkan tangannya.

"Julio, aku Julio." Ujarnya memperkenalkan diri.

Samarra dengan cepat menyambut uluran tangan laki-laki yang disapa Julio itu.

"Samarra."











Mereka berhenti di depan tempat tinggal Samarra. Low rise apartment yang hanya lima lantai. Di depan pintu masuk gedung, Julio tersenyum sembari melepas Samarra yang hendak masuk.

"Makasih banyak ya udah ikut berkelana malam ini." Ujar Julio.

"Makasih juga udah antar aku pulang." Sahut Samarra.

Julio melambaikan tangannya, mengisyaratkan untuk pergi. Begitupun Samarra yang hendak menaiki tangga.

Tetapi baru beberapa anak tangga Samarra lewati, perempuan itu buru-buru menuruninya lagi dan berlari ke arah pintu.

"Julio!" panggilnya pada laki-laki yang sudah menjauh dari tempat semula. Langkah kakinya besar juga.

Julio menolehkan pandangannya begitu suara Samarra memekik memanggil namanya. Ia menghentikan langkahnya.

Samarra berlari pelan menuju Julio yang belum terlalu jauh keberadaannya. "Aku boleh minta tolong gak?" tanyanya pada laki-laki ini.

"Kenapa, ada apa?" tanya Julio.

Dongeng Sebelum TidurWhere stories live. Discover now