51. Hasan marah?

140 9 1
                                    

Dengan berat hati Flori melangkahkan kaki memasuki salah satu ruang kumpul keluarga yang ada di rumahnya. Bagaimana Flori bisa merasa biasa saja disaat sekarang di depan matanya terdapat Hasan dan buah hati mereka berdua tidur saling mendekap satu sama lain. Begitu erat nan posesif ayah dari anaknya itu menjaga buah hati yang ada dalam dekapan. 

Sesaat Flori mendengus, namun segera berganti cebikan pilu. Ia secara sadar ia sembunyikan Violetta, dan sekarang ia sangat menyesal.

Lenguhan Hasan membuat Flori teralihkan. Alisnya naik kala mereka berkontak mata dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Terlihat jelas mata pria itu sedikit bengkak. Hasan lama sekali tidur, sejak pukul 8 malam hingga sekarang pukul 4 pagi. Sekarang pria itu teralihkan pada balita gendut dalam dekapannya. Hening. Hasan tak berkutik kala menelisik wajah anaknya yang baru ia ketahui kehadirannya.

"Udah jam lima," ucap Flori memutus keheningan. Ia duduk di ujung sofa tanpa berani mengangkat kaki untuk duduk bersama-sama di atas sofa besar melingkar ini.

Hasan duduk sembari menggeliat, lalu membungkukkan tubuh tuk menangkuptubuh sekaligus wajah anaknya.

"Cantik banget dia, neng. Anak kita," ucap Hasan dengan suara serak dan berat.

"Hmm?" gumam Flori pelan.

"Mirip kamu, mirip aku juga. Kulitnya juga. Hehe. Ga item kayak bapaknya yaa." Hasan tersenyum manis mengusap wajah Violetta dengan mata berulangkali beralih pada mantan istrinya.

"Lho, kok? Emang kalo kulitnya item kenapa? Emang item nentuin cantik? Cantik mah cantik aja mau kulitnya kayak arang juga. Jelek juga jelek aja sekaliipun kulitnya putih kayak cahaya surga!" cerca Flori tampak naik pitam. Ia seperti bicara sengan suaminya saja, padahal sekarang laki-laki itu adalah mantan suami.

Pria tampan itu diam mengulum senyum manis tanpa mau mengalihkan pandangan. tangannya masih mendekap lemah pada Vio yang nyenyak tidur.

Flori mendecak dan segera membuang muka. matanya berulangkali mendelik. Ia kesal dengan tatapan Hasan.

"Mata aku berat banget. neng. Kenapa ya?" ucap Hasan membenarkan duduk setelah memberi kecupan pada kening Violetta.

"Gimana ga berat, Hasaaan? kamu tidur delapan jam!" tukas Flori seperti seorang dosen penguji sidang skripsi.

"Kamu juga capek main sama Vio. Naik-naik pohon lah! Menunggang kuda lah! Jadi kuda lumping dinaikin Vio lah! Semuaaa maunya dia kamu kabulin! Gimana ga capek?!"

"Hahaha."

"ga papa. Aku ga tahu kapan bisa ketemu Viol lagi."

"What do you mean?" desak Flori memicing.

"Aku bicara apa adanya." Hasan tak merasa sudah menggores hati Flori dengan ucapannya. Ia hanya berfikir secara logis.

"Dia anak kamu, Hasan, anak kita. Maksud kamu ngomong gitu itu apa?"

Pria itu berjingkat menuju ujung sofa dimana ia bisa turun. Pergerakannya membuat Flori terkesiap dan hanya bisa memojok pada sandaran ujung sofa. Kini mereka duduk berhadapan sama-sama di ujung sandaran sofa. Flori tampak kikuk mereka duduk sedekat ini.

"Kalau kamu anggap aku ayahnya, kenapa kamu jauhin dia dari aku? Kamu sembunyiin dia. Aku sampe ga tahu aku punya anak dari mantan istri aku." Hasan sangat tegas, serius, dan penuh rasa kecewa. Tubuhnya terus condong kedepan hingga lawan bicaranya terdesak dan kesulitan menelan ludah.

"Aku tahunya kamu keguguran. Terus itu apa? Bohong?" desak Hasan menurunkan nada suara, namun wajahnya mendekat.

"Hasan, you make me affraid," lirih Flori membuang muka dengan gelisah. 

The Beautiful Devil is My Lady [TAMAT]Where stories live. Discover now