Chapter 7 : REFLEK?

11 6 2
                                    

Jeffran melangkah masuk ke dalam kelas dengan langkah yang berat, masih teringat dengan kekesalan terhadap perilaku Riano. Angin pagi terus berlalu, tapi ketegangan dalam hatinya masih terasa. Saat itu, Viorine tiba-tiba memegang tangannya dari belakang, membuatnya terkejut. Matanya melihat ke belakang, menemui wajah Viorine yang tampak serius.

"Jeff, gua mau ngomong," ujar Viorine dengan nada yang agak keras.

Jeffran menoleh dengan santainya. "Apa?" jawabnya dengan nada cuek.

Namun, Viorine segera menggeleng dan berkata, "Eh, gausah deh! Ntar ngomongnya di kantin aja ya pas istirahat." Dengan itu, Viorine melepaskan pegangan tangannya dari Jeffran dan duduk di bangku kelasnya.

"Cewe aneh," gumam Jeffran dalam hati sambil mengikuti langkah Viorine dan duduk di bangkunya.
Ketika guru masuk, suasana kelas menjadi tenang dan semua siswa fokus belajar. Dari belakang, Ara memanggil Jeffran dengan pertanyaan yang membuatnya sedikit terkejut.

"Jeff, cowo yang lu tarik kerahnya itu siapa?" tanya Ara, mencoba memperoleh informasi.

Namun, Jeffran memilih untuk tidak memberi perhatian padanya, sementara Viorine mengangguk ke arah Ara sebelum menatap Jeffran dengan lembut.

"Yang kemaren itu, siapa lo fran?" ucap Viorine dengan berbisik bertanya kepada Jeffran di sampingnya.

"Dia musuh gua," jawab Jeffran dengan santai, meskipun sebenarnya dia berbohong dengan mengatakan bahwa Riano adalah kakaknya, sambil terus fokus pada pelajaran.

Viorine mengangguk mengerti. "Oh, musuh ya," ucapnya sambil melihat Jeffran yang sedang belajar. Tiba-tiba, dengan nakalnya, Viorine menyenggol tangan Jeffran yang sedang menulis, menciptakan sedikit gangguan dalam konsentrasi Jeffran.

"Maaf, sengaja" kata Viorine dengan senyumnya yang polos, sementara matanya tetap memperhatikan reaksi Jeffran dengan seksama.

Jeffran berusaha menahan emosinya, namun ekspresinya jelas menunjukkan ketegangan dan kekesalan yang terpendam. "Cewe sialan," gumamnya dalam hati, mengambil tipe-x milik Viorine tanpa meminjamnya untuk menghapus coretan di bukunya.

"Eh, ITU PUNYA GUAA!!" seru Viorine dengan agak terkejut, mencoba merebut kembali tipe-xnya dari genggaman Jeffran.

"Berani berbuat, berani tanggung jawab," tegas Jeffran sambil menggunakan tipe-x tersebut, menahan gerakan Viorine yang mencoba merebutnya, memberikan pesan jelas bahwa tindakan Viorine tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa konsekuensi.

"Yaudah deh, terserah lo," ucap Viorine tiba-tiba dengan nada kesal, ekspresinya mencerminkan frustrasi yang terpendam.

"Gausah jahil, ntar lama-lama gua iket tangan lo pake tali," ancam Jeffran dengan nada tegas sambil mengembalikan tipe-x milik Viorine dengan gerakan tegas.

"Yah, udah minjem aja nggak makasih, lo, dasar kera!" celetuk Viorine dengan suara sedikit memelas, mencoba mengeleskan dirinya dari situasi tersebut dengan menyebut Jeffran seperti monyet, walaupun ada ketegangan yang terasa di udara.

Jeffran langsung menatap Viorine dengan tajam, matanya memancarkan ketegasan dan sedikit kekesalan. "Apa kata lo?" tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Tau ga sih, guys, Jeffran itu kera!" seru Viorine dengan nada yang tinggi sambil terkekeh mengejek, memancing tawa dari siswa-siswi lain yang tiba-tiba tertawa melihat mereka berdua bertengkar, menciptakan kegemparan di kelas. Guru hanya bisa menggelengkan kepala melihat insiden tersebut, merasa nyeleneh dengan kelakuan kedua muridnya.

Tiba-tiba, Jeffran langsung menutup mulut Viorine dengan tangannya, ekspresinya mencerminkan rasa malu dan penyesalan. "Bener-bener lo ya, Viorine," ucapnya pelan, menyadari betapa kacau dan kurangnya kontrol diri mereka berdua dalam situasi tersebut.

"Gara-gara lo sih, Jeff," ujar Viorine menyalahkan Jeffran dengan nada agak kesal, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap situasi yang terjadi.

"Bacot," jawab Jeffran dengan nada cuek, sambil memegang tangan Viorine dan memimpinnya ke depan papan tulis sesuai perintah guru.

Sementara itu, Viorine dalam hati bertanya-tanya, " ini dia sadar ga sih megang tangan gua?"

"Tahu ga sih, Jeffran megang tangan cewe coy!" teriak histeris Rizki, salah satu teman sekelas, saat melihat adegan tersebut.

Melihat reaksi teman-temannya, Jeffran segera melepaskan pegangan tangannya dari Viorine, menyadari kehebohan yang terjadi di kelas.

"CIEEEEE," serentak semua siswa merespon dengan teriakan kecil.

"Couple sekolah Yadika nich," komentar Rara dengan nada bersemangat, diikuti oleh temannya, Zahra, yang mengucapkan, "Pake iya lagi!"

Dalam sekejap, suasana kelas menjadi histeris melihat Jeffran yang biasanya cuek tiba-tiba berubah menjadi pusat perhatian.

Guru pun menghentikan kegaduhan dengan nada tegas, "Jeffran, kamu kan pinter bikin orang takut, suruh mereka diem."

"Ya Bu, diem kalian sebelum gua tampol mulut kalian pake kertas satu-satu," ucap Jeffran dengan nada tegas di samping Viorine, menegaskan otoritasnya.

"Galak amat mas, itu pacarnya liatin loh," celetuk salah satu siswa, menciptakan gelak tawa di kelas.

"Udah, kalian berdua, saya hukum berdiri di sini tanpa berbicara saat saya mengajar," perintah guru dengan suara yang tegas, menegaskan konsekuensi dari kegaduhan yang terjadi.

"Iya Bu," sahut Viorine dan Jeffran serentak, lalu mereka saling menatap satu sama lain, menyadari pentingnya untuk patuh terhadap perintah guru.

Saat Viorine dan Jeffran berdiri di depan papan tulis, suasana di kelas terasa tegang. Semua mata tertuju pada mereka, dan kehadiran guru hanya menambah ketegangan di udara. Di tengah keheningan itu, Viorine merasa tidak nyaman dengan pandangan soswit dari teman-temannya.

"Jeff, liat, mereka kayaknya lagi ngejek kita," bisik Viorine pelan kepada Jeffran yang duduk di sampingnya.

Jeffran menatapnya dengan ekspresi serius. "ini semua konsukensi nya lo harus tanggung jawab apa yang lo lakuin sama gua, gausah berisik," jawab Jeffran dengan suara pelan, tetapi terdengar tegas.

Namun, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jeffran langsung memandang Rizki di ujung ruangan. Matanya menyampaikan pesan yang jelas: dia akan menyelesaikan masalah dengan orang yang membuat Viorine merasa tidak nyaman. Di sisi lain, Rizki, yang duduk di belakang mereka, menyadari situasi yang terjadi. Dengan bijaksana, dia memutuskan untuk menyindir tanpa menyebut nama.

"Hei, hei, hei, fokus dong sama pelajaran, niat belajar ga? gausah liatin mereka berdua," ucapnya dengan nada yang halus, namun cukup tajam untuk membuat siswa siswi di kelas itu menyadari bahwa perhatian mereka seharusnya tertuju pada pelajaran, bukan pada urusan jeffran dan viorine .

Setelah pelajaran berakhir, suasana di kelas mulai mereda, namun Jeffran dengan cepat menghentikan langkah Viorine yang hendak beranjak ke kantin.

"Ett, mau kemana lo?" ujarnya, menghalangi jalannya dengan ekspresi heran.

Dengan itu viorine tersenyum lebar, menanggapi pertanyaan Jeffran, "Mau ke kantin, oh iya, gua mau ngomongin sesuatu, ayo ke kantin," kata Viorine sambil meraih lembut tangan Jeffran, mengajaknya ke kantin.

Jeffran terkejut dengan tindakan Viorine, tapi merasa hangat dengan kehangatan sentuhan itu. Namun, tanpa bicara sepatah kata pun, Jeffran dengan lembut melepaskan tangannya, "Gua bisa jalan sendiri, gausah pegang tangan gua," ujarnya sambil merasa malu.

Viorine tersenyum pahit, menyadari bahwa tindakannya mungkin terlalu berlebihan. "Oke, gua ga megang," jawab Viorine sambil mengangkat tangannya sebagai tanda persetujuan.

Mereka berdua lalu berjalan bersama menuju kantin.

Kisah untuk jeffran Where stories live. Discover now