02

9.2K 51 0
                                    

Jasnine pun tidak akan bisa menerima penilaian negatif dari profesor dingin itu. Harus dilakukan pembelaan diri.

Semua yang tadi dikatakan oleh Rovv Sanchez harus dipatahkan. Lagi pula, ia tidak suka tertuduh begitu saja.

Harga dirinya sekan diinjak-injak.

"Mobilnya yang itu." Celetuk Jasnine, saat melihat sosok yang tengah dicari.

Langkah kaki dipercepat. Ia berkutat akan waktu. Hanya seperkian detik dimiliki untuk bisa menyusul.

Memang, dengan segera bisa dibawa diri ke depan kendaraan si profesor dingin. Menghadang tepat di depan.

Otomatis, mobil batal berjalan.

"Apa yang kau lakukan?"

Jasnine sudah panas mendengar ajuan pertanyaan bernada datar oleh seorang Rovv Sanchez. Termasuk ekspresi pria itu yang dingin bak melihat musuh.

Cihhh, sungguh ia semakin muak.

Dengan emosi sudah memuncak. Ingin dilampiaskan segera kemarahan pada si profesor dingin itu. Jika ditahan, hanya akan membuatnya tak akan tenang.

Tanpa izin sama sekali, Jasnine masuk ke kendaraan mewah sang profesor.

Duduk tepat di samping pria itu.

"Apa yang kau lakukan?"

Ketidaksukaan dari raut saja sudah membuat si profesor dingin tampak garang. Namun, ia tak akan gentar.

Malahan ditunjukkan senyuman palsu yang sangat lebar sebagai balasan.

"Selamat sore, Profesor Rovv. Saya akan memperkenalkan diri lagi pada Anda."

"Nama saya Jasnine Foster. Saya adalah calon tunggal untuk pimpinan baru univeritas Jss Foster. Saya akan me--"

"Diamlah!"

Seruan sarat amarah dan juga bernada tinggi yang spontan membuat Jasnine harus hentikan celotenan karena kaget.

Namun, ia tak akan merasa takut yang berlebihan. Masih tertantang untuk membangkitkan kemarahan Rovv.

"Saya punya misi kerja, Prof. Anda harus dengar semuanya dulu. Tadi Anda tidak membiarkan saya bicara."

"Tidak akan."

"Misimu sangatlah berfantasi. Dan aku paling tidak suka mendengar dongeng."

Cihh, sangat menyebalkan!

"Enak sekali kau menghina misi dan visiku yang sudah aku ciptakan dengan matang." Jasnine bicara galak.

Mata tak lupa memelotot.

Sayang, si profesor dingin sudah tidak lagi menunjukkan atensi padanya.

"Turunlah cepat."

"Aku tidak mau!" Diserukannya lantang jawaban. Kepala digeleng-gelengkan.

Mata menatap terus pada sosok Rovv dengan segenap keberanian. Walaupun sesungguhnya di dalam hati, merasakan kegugupan yang semakin besar.

"Kau masuk tanpa seizinku. Dan aku berhak meminta kau untuk keluar."

"Aku bilang tadi padamu, kita berdua harus bicara, Prof. Jadi, aku tidak akan mau pergi, sebelum kita bisa bicara."

Ucapannya nihil bahasan. Namun, ia tak akan menyerah begitu baginya.

Kalimat demi kalimat dengan berusaha cepat disusun di kepala supaya dapat dilontarkan segera. Harus menyasar ke topik yang memang mesti dibahas.

"Berapa juta dollar bisa kau beri padaku demi bisa membuat kau menang?"

Mata menyipit ketika ingin lebih intens mengarahkan pandangan pada sosok Rovv. Bahkan, diperhatikannya dengan kian saksama ekspresi pria itu.

Biasanya, raut wajah yang tercetak bisa menjadi awal untuk tahu apa isi kepala dari seseorang. Ia pun cukup ahli dalam memahami bahasa tubuh orang lain.

"Kau berani berapa membayarku?"

"Kau berani membayarku banyak agar aku mendukungmu? Sebut nominal yang bisa kau berikan padaku."

"Aku ingin tahu seberapa berani dirimu dalam bertarung untuk masalah ini."

Mata Jasnine semakin membuka lebar atas semua balasan yang dilontarkan pedas oleh seorang Rovv Sanchez.

Telinga juga memanas. Tak akan dapat diterima sindiran keras pria itu.

Apalagi, tidak sesuai akan yang dirinya rencanakan. Jelas dianggap sebagai tuduhan sembarang tanpa bukti.

"Aku pasti menang." Jasnine dengan amat percaya diri berkata-kata.

"Aku akan menjadi ketua yayasan. Dan kau akan berada di pihakku!" Suara semakin menggelegar, menekankan maksud dan optimisme ucapannya.

"Buktikanlah, Miss Jasnine. Aku akan menunggu seberapa besar tekadmu."

Menggoda Profesor Dingin (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang