23 - Bukan Tanah Surga

996 153 29
                                    

"Kalau hari ini, kalian tidak merasakan keresahan dari buruknya sistem pemerintahan negara ini, saya akan bilang bahwa kalian sedang menutup mata. Jika hari ini kalian bilang ekonomi negara ini baik-baik saja, menganggap harga bahan bakar minyak, harga komoditas pangan berada pada tingkat yang normal, saya akan bilang bahwa kalian telah dibesarkan di keluarga kaya, tidak cukup kaya untuk bisa tahu buruknya sistem ekonomi dan monopoli, tapi cukup kaya untuk bisa menghardik orang lain miskin"

Issac menjeda ucapannya untuk melihat wajah-wajah dengan berbagai ekspresi. Hari ini ia diundang sebagai pembicara untuk mengisi kuliah umum di forum diskusi terbuka. Siapa pun boleh hadir dan mendengarkan, mereka yang anak sekolah, para pekerja, pengamen, pengemis, pedagang kaki lima, siapapun itu semuanya memiliki hak dan kesempatan yang sama. Duduk lesehan di balai kayu, tidak ada keistimewaan sekalipun bagi gubernur.

Siapapun boleh duduk di depan, siapapun boleh duduk di belakang, tidak ada hirerarki berlaku di sini. Forum ini adalah inisisasi para mahasiswa, yang merasa miris terhadap menurunnya minat anak muda untuk berkuliah. Setiap pembicara adalah orang-orang kredibel, dosen, dan mereka yang dianggap mampu. Di sini, tidak ada iming-iming kuliah dengan memamerkan prestasi mahasiswa, dosen maupun perguruan tinggi seperti yang dilakukan seminar kampus pada umumnya. Tapi yang mereka ingin tunjukkan adalah, segala pemikiran dan ilmu yang akan didapatkan di jenjang pendidikan tinggi.

Hari ini, forum diskusi banyak diisi wajah-wajah dewasa muda, dengan almamater kampus ternama.

"Kalian yang merasa tidak terima dibilang kaya, merasa dirinya biasa-biasa saja tapi tetap menganggap hal-hal tadi murah hari ini, artinya kalian sedang tidak bersyukur. Semua hal tidak bisa diukur dengan tolak ukur yang sama, bukankah Tuhan juga sudah menunjukkan konsep yang demikian? Seorang yang berbuat salah karena tidak tahu, tidak akan dianggap berdosa. Tidakkah artinya Tuhan telah menggunakan tolak ukur yang berbeda terhadap masing-masing orang?

"Dalam film-film, karya sastra maupun dongeng, kita banyak diceritakan kehidupan para bangsawan, raja-raja, para orang kaya dengan tumpukan harta dan segala kekuasaannya, atau dalam dunia remaja hari ini, yang banyak menceritakan romantisasi kisah dari para kriminal, pelaku pekerjaan ilegal, mafia, kartel, yakuza, yang terlihat keren berbalut jas mahal dan menghisap cerutu.

"Tersentuh dan merasa diperjuangkan dengan kalimat 'I'll sacrifice the world just for you' saya akan mengorbankan dunia hanya untukmu, mengendalikan orang-orang dengan kuasa tanpa peduli kerusakan masif yang mereka akibatkan, mematikan manusia dengan tangan ringan. Dalam cerita, ini semua terlihat keren, sampai kalian melihat ke bawah, jauh, jauh ke bawah, pada lapisan masyarakat paling dasar, pada mereka yang berhari-hari tidak menyentuh uang karena dagangan tak seberapa mereka tidak laku, karena orang-orang nenggunakan standar kualitas yang sama antara barang di toko dan barang jualan pedagang kecil.

"Pada mereka yang menukar dagangan tidak laku dengan beras, tapi hari ini, beras sudah terlalu mahal untuk bisa ditukar dengan pisang, pada bencana-bencana lain yang diciptakan hanya untuk menumpuk uang, atau hanya untuk membuktikan cinta pada seorang gadis.

"Sekarang pikirkan, jika kehidupan sulit hari ini, biaya sekolah mahal, harga pupuk, penyerobotan lahan, fasilitas umun tak layak, jaminan hidup rendah, pelanggaran hak asasi, yang kalian rasakan terjadi hanya karena satu orang egois di pemerintahan sana, yang ingin membuktikan rasa cinta pada kekasihnya, bukankah ini sebuah penghinaan?

"Bukan dia yang mengorbankan dunia, tapi dunia yang dituntut menderita untuk kebahagiaan mereka, apa semua itu keren?

"Keuntungan seorang pedagang yang menjual tiga-empat sisir pisang tidak akan sama dengan keuntungan pengusaha yang menjual ber ton-ton mineral mentah, lalu, siapa yang salah di sini? Apa pedagang karena dia miskin, atau pengusaha karena dia kaya? Untuk mencari jawaban, kita harus kembali pada konsep di awal, 'kita tidak bisa mengukur seorang dengan tolak ukur yang sama'

BITTER AND SALTY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang