bab 11 : kehilangan

19 10 5
                                    

قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا "katakan kebenaran, sekalipun itu pahit".
Kenyataan memang pahit,namun jika tidak di utarakan maka akan timbul penyakit."

~usai

...

Tubuhku sudah terasa letih, rasanya tak punya asa lagi, matahari yang sudah menaiki singgasananya, membuat sinarnya begitu panas ketika terkena tubuh,aku pun memutuskan untuk pulang menaiki angkutan umum, yang lewat di persimpangan sekolah ku.
namun ntah mengapa aku memiliki firasat buruk di benakku, ntah apa yang akan terjadi.

...

Sesampainya di rumah~

Saat aku di depan rumah, dengan lengan yg sudah mengambang di gagang pintu, aku terkesiap kaget.
Bunyi teriakan serta barang-barang berjatuhan terdengar hingga ke ambang pintu.

Perlahan aku membuka pintu

Kriett!

Mata ku membulat sempurna ketika melihat barang-barang berserakan di lantai, celingukan mencari keberadaan orang rumah.

"Santi kamu mau apa? aku mohon jangan! shhh ..., AGHHHH!!!" lirih Reno

Deg.

Badanku kaku, keringat dingin bercucuran, bibir pucat.
kedua mata ku membulat sempurna, air mata terbendung di bawah mata, tak dapat bertutur apa-apa.
Aku menyaksikan ayah ku tewas dalam genggaman ibu ku.
pisau menajap tepat di dadanya, baju lusuh yang sudah berlumuran darah serta pecahan beling di mana-mana, aku tak percaya akan hal ini seakan semua ini hanya sebuah ilusi belaka.

Dengan wajah pucat, keringat bercucuran, tubuh yang bergetar.
wanita itu mencabut pisau itu dari dada papa, lalu menoleh ke arahku.

"Hahahaha, puas kau sekarang? dasar pembunuh!" teriakku seraya tertawa menunjuk ke arahnya.

"Mama bisa jelasin, Nak," ucap wanita itu sambil meneteskan air mata menatapku.

"Kau bukan Mamaku! Kau adalah iblis!" sentakku sambil mengepalkan tangan menahan amarah. Napasku naik turun sesaat setelah ku utarakan kebencian ini.

Sorot mataku menatap tajam ke arah mama dan selingkuhannya, aku meraih pisau yang berlumuran darah lalu melangkah maju tanpa rasa takut sedikit pun.

"Nyawa harus dibayar nyawa." Aku menodongkan pisau itu tepat di depan matanya. Senyuman terbit di wajahku kala ku lihat Ia menatapku tak percaya.

Wanita itu menelan ludah, sorot matanya memancarkan ketakutan. Tubuhnya bergemetaran itu berjalan mundur.

"Akhyar, mama tolong jangan.. mama bisa jelasin!" Pintahnya, menutupi wajah dengan kedua tangannya

Saat pisau itu melayang tepat di wajah wanita itu, ada sosok wanita yang menepis pergelanganku dari belakang.
Sontak aku menoleh ke arah nya.

"HENTIKAN! jangan gila Akhyar" sentak wanita itu yang ternyata ia adalah Feli.

"Jangan gila kata lu? GUE MEMANG SUDAH GILA LI--Lo jangan halangi gue buat ngehabisin iblis berwujud manusia ini." sergahku

Feli terus memegangi pergelangan tangan ku, berusaha menenangkan ku.

"Lu tenang, gue sudah bawa pihak berwajib ke sini. lo tenangin dulu diri lo."

Rombongan polisi pun datang, beberapa diantaranya memborgol pergelangan tangan wanita dan lelaki itu, dan yang lainnya mengamankan jasad papa. menandai lokasi kejadian dengan garis polisi.

  Aku terus menatap sinis ke arah wanita itu, geram.
aku menjambak helai rambut wanita paruh baya itu dengan kuat ketika ia berjalan tepat di hadapanku.
Lagi-lagi Feli menepis tanganku, membiarkan wanita itu pergi bersama pihak berwajib.

Usai Où les histoires vivent. Découvrez maintenant