PROLOG

1.9K 68 48
                                    

Sebuah rumah sederhana terdengar sedikit riuh dengan suara sahut-sahutan di dalamnya, terdengar suara percakapan antara mereka, beberapa orang terlihat berpakaian rapi duduk bersebelahan, semua telihat asik dengan obrolan masing-masing, beberapa diantaranya juga asik mengobrolkan tentang acara yang mereka datangi saat itu. Anak-anak terlihat saling berkejar-kejaran berlari diantara tamu yang duduk, ibu-ibu terlihat mengomel menyisipkan cubitan kecil pada paha anak yang berhasil mereka hentikan di depannya, hal jitu yang bisa dengan spontan membuat si anak akan terdiam beberapa menit sebelum akhirnya kembali berlari lagi setelah berhasil mencari celah untuk lepas dari pangkuan ibunya, beberapa dari anak ini juga terlihat cemong dengan bekas makanan diwajahnya.

Beberapa remaja juga terlihat duduk berkelompok, bisa dipastikan mereka ini adalah tamu yang berbeda dari ibu-ibu atau bapak-bapak yang membawa segenap keluarga, para remaja ini terlihat sedikit asing dari pada tamu yang lain. Dari pakaian para remaja yang duduk berkelompok ini bisa di pastikan mereka dari tempat asal yang sama, dengan pakaian longgar dan jilbab panjang, sebagian kecil dari mereka hanya menampilkan sepasang mata karena wajahnya ditutup dengan sehelai kain yang disebut cadar atau niqab.

Suasana ramai, keluarga besar Abah Bukhori dan Bapak Abidin berkumpul, semua terlihat bahagia akan menjadi saksi lamaran dua insan yang disebut-sebut sebagai pasangan yang sangat serasi. Seorang Gus Agam, pemuda 21 tahun lulusan Al-Azhar, hafiz Qur'an, akan melamar Zayna Shafiyyah gadis 18 tahun merupakan santriwati idaman, yang baru menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren milik Abah Bukhori, seorang hafizah lulus dengan nilai terbaik dan mendapat beasiswa.

Satu jam, dua jam telah berlalu dua keluarga besar menanti kehadiran Gus Agam, tadinya Gus Agam akan datang bersama keluarganya, namun karena masih ada urusan di Pondok jadi dia menyusul setelah keberangkatan keluarganya. Setengah jam setelah keberangkatan keluarga Gus Agam langsung menyusul menuju rumah Bapak Abidin yang berjarang kurang lebih 30 menit dari Pondok Pesantren.

"Gus Agam sudah di mana Ummah?" tanya Ibu Fatmah dengan pandangan risau.

"Tadi katanya masih di jalan menuju kesini" jawab Ummah Maryam tidak kalah risau dengan Ibu Fatmah, tidak jarang pula dia terus memandang jam dinding yang terasa berjalan begitu cepat.

"Ini loh sudah dua jam kita menunggu Ummah, coba hubungi lagi siapa tahu terjadi apa-apa" saran Ibu Fatmah.

"Baiklah".

Ummah Maryam meraih benda pipih kecil dari tasnya, sepasang matanya menyipit berusaha mencari tulisan 'Agamnya Ummah'.

Tut, tut, tut, panggilan dialihkan.

Ummah Maryam semakin risau, nomor telepon putra semata wayangnya itu tidak bisa dihubungi.

"Abah, Agam di mana ya?, Ummah sudah telepon berkali-kali tapi nomornya kok enggak aktif ya?" Ummah Maryam berbisik pelan pada suaminya.

"Abah juga sudah hubungi Agam berkali-kali Ummah tapi memang nomornya enggak aktif, sudah Ummah tenang saja ya, mungkin Agam lagi menyetir di jalan dan hpnya mati" Abah Bukhori berusaha menenangkan istrinya.

"Gimana Ummah bisa tenang Abah, ini loh sudah dua jam Agam di jalan, mana enggak bisa di hubungi lagi, kita enggak enak juga ini keluarga perempuan sudah pada nanyain" Ummah Maryam menyeletup sambil cemberut.

Suasana rumah Ibu Fatmah mulai ramai, suara bisik-bisik mulai terdengar dari keluarga yang berkumpul, para keluarga mulai mempertanyakan kemana pemuda yang hendak melamar putri Bapak Bukhori dan Ibu Fatmah.

"Kenapa di luar ramai sekali ya Dek?" Zayna wanita berniqab di dalam kamar bertanya pada Adik laki-lakinya Rayhan.

"Rayhan kurang tahu Mbak, tapi Rayhan dengar-dengar Gus Agam yang mau lamar Mbak Zayna belum datang-datang" jawab Rayhan.

AR-RAHMAN UNTUK JASMINE (END)Where stories live. Discover now