-Aku Butuh Waktu-

22 4 24
                                    

“Silahkan kamu keluar dari sini. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan hatiku dulu!” usir Iris.

“Aku tidak mau pergi dari sini, Iris. Aku serius dengan ucapanku tadi sampai kapanpun, Aku tidak akan menceraikan kamu” ucap Adam rendah.

“Kenapa kamu tidak mau menceraikan aku. Bukankah kamu tidak pernah mencintaiku. Seharusnya mudah bagi kamu untuk menceraikanku. Apa alasan kamu tidak menceraikan aku?” tanya Iris menuntut.

Adam pun terdiam dan menunduk. Ia tidak bisa menjawab ucapan Iris. Benar yang dikatakan Iris. Kenapa ia tidak bisa menceraikan Iris jika memang Iris terbukti membuatnya kecewa dan terluka. Kenapa ia malah menggantung Iris dengan ketidakpastian. 

Iris pun tertawa mengejek, “Kamu tidak bisa menjawab pertanyaan semudah itu?”

“Jika kamu sudah menemukan jawabannya, kamu silahkan datang kembali kesini.” Iris membukakan pintu toko bakerynya dan menyuruh Adam keluar dari sini namun, Adam masih duduk di kursinya.

“Iris, aku ingin menanyakan sesuatu sama kamu. Tolong kamu jujur sama aku. Apakah benar Delfin anakku?” tanya Adam yang mengharapkan jawaban dari Iris.

Iris pun terkesiap, “Jika kamu menyakini Delfin anak kamu. Aku rasa kamu bisa merasakannya. Silahkan kamu pulang. Aku ingin sendiri!”usir Iris.

Adam pun keluar dari toko tersebut dengan gontai menuju mobilnya. Iris tetap tidak mau menjawab pertanyaannya.

Iris menutup pintu tersebut dan menuju dapur. Ia duduk dikursi plastik dekat meja. Ia pun menangis. Menangisi nasibnya. Mengapa cinta sesakit ini. Apakah ia salah jika mengharapkan cinta yang hangat dari seorang yang ia cintai.

Adam sampai di rumahnya, ia langsung menuju kamarnya. Ia merasa hari ini terlalu berat sekali untuknya. Ia masih saja penasaran soal Delfin. Apakah Delfin memang benar anaknya?

Jika Delfin memang anaknya, alangkah bodohnya ia menuduh Iris dengan ucapannya yang lalu. Namun, ia belum percaya sepenuhnya karena belum ada bukti bahwa Delfin anaknya.

Ia pusing memikirkan ini semua. Masalahnya seperti benang kusut yang tidak bisa terurai dengan begitu cepat. Ketika ia sedang melamun, Mamanya menelpon nya.

“Iya Ma..” jawab Adam lemah.

“Sayang , besok malam kita makan malam sama keluarga Tuan Frans papa nya Melani. Sekalian membicarakan pertunangan kalian dan juga kerja sama dengan perusahaan Tuan Frans.” ucap Mama kepada Adam.

“Ma, tolong mengerti aku sekali saja. aku masih memiliki istri dan mungkin juga seorang anak namun aku belum tau kebenarannya karena Iris sengaja menutupinya dari diriku.” jawab Adam lemah.

“Tidak mungkin itu anak kamu Adam. Bisa saja itu anak Iris dengan pria lain. Secepatnya kamu harus mengambil tindakan tegas untuk menceraikan dia dan menikah dengan Melani. Kamu dan Melani sangat cocok. Apalagi latar belakang kalian yang sama-sama dari kalangan berada berbeda dengan Iris.”tolak Ibu Dela.

“Ma, tolong jangan hina Iris seperti itu. Dia tidak seperti yang mama fikirkan” bela Adam.

“Terserah kamu, Mama capek kamu selalu mendengar ucapan Nenek kamu dibanding Mama yang melahirkan kamu. Yaudah ya sayang , sudah malam. Kamu istirahat. Pokoknya besok malam jangan sampai lupa kita bertemu dengan Melani dan keluarganya.” setelah itu Nyonya Dela menutup telponnya.

Keesokan paginya, Adam tiba di ruangan kerjanya. Ia pun memeriksa beberapa berkas. Pintu ruangan pun dibuka oleh Neneknya. Ia kaget Neneknya sudah berada dikantor lagi pasca keluar dari rumah sakit.

“Adam bagaimana kamu dengan Iris. Apakah Iris sudah tinggal bersama denganmu di rumah?”tanya Nenek Arum serius. 

Adam pun mengusap wajahnya, ia nampak lelah sekali dengan keluarganya. Mamanya yang ngotot menjodohkan ia dengan Melani. Sementara Neneknya mendukung ia kembali kepada Iris.

My Lovely, Iris (Sudah Terbit) Where stories live. Discover now