19. Babe

839 89 7
                                    

"Kita bicara di tempat yang tenang, Babe"

Babe tersenyum saat Way beranjak dari duduknya, bersedia berbicara dengannya.

Way dan Babe duduk di kursi di lorong bar. Hening menyelimuti mereka berdua. Suara musik samar-samar terdengar.

"Bagaimana kabarmu Way?" Babe membuka pembicaraan. Way memainkan tangan dipangkuannya.

"As you can see, aku baik. Bagaimana dengan mu Babe?"

"Akupun baik" Hening kembali menyelimuti mereka.

"Maaf" Way mengerutkan dahinya mendengar permintaan maaf Babe.

"Untuk apa?"

"Maaf karena meragukan perasaanmu Way" Way teringat obrolan Babe di rumah sakit.

"..."

"Aku tahu hari itu aku menyakitimu. Tidak seharusnya aku meragukan perasaan seseorang"

"Wajar kau meragukan perasaan ku Babe. Selama berapa tahun kita bersama aku memang tidak pernah mengungkapkan perasaan ku"

"Way maaf, aku tidak bisa membalas perasaanmu"

Way menyunggingkan senyumnya.
"Aku tahu. Dari awal tidak ada kesempataan bagi ku, harusnya aku menyadarinya. Maaf Babe, aku memaksakan perasaanku padamu"

"Saat itu aku marah karena kau memiliki perasaan kepada Charlie. Maafkan tindakanku yang terlalu percaya pada Tony" Way tertunduk mengingat kesalahannya. Ada rasa sesak didada Way ketika ia kembali menggingat kejadian itu.

"Semua hanya masa lalu Way. Aku tidak ingin kita menjadi asing seperti ini. Aku ingin kita kembali seperti dulu"
Babe menepuk bahu Way, meremasnya pelan. Way menatap Babe yang duduk disebelahnya, air mata sama-sama menggenang diujung mata mereka.

"Terimakasih Babe.
Terimakasih" Babe tersenyum sebelum menarik Way kedalam pelukannya. Mencurahkan perasaan masing-masing.

Bagi Babe, Way lebih seperti saudaranya. Orang yang ada saat ia berjuang mencapai posisi seperti sekarang.

Hubungan mereka tidak akan bisa kembali seperti dulu, namun setidaknya mereka tidak menjauh dan asing seperti sekarang.

***

Way dan Babe kembali memasuki bar. Disana teman-teman mereka asik 'menggila', semakin larut maka semakin 'gila' juga musik yang dimainkan.

Way menatap mereka yang asik dengan pasangan masing-masing. Disana dapat ia lihat Babe dan Charlie, Way tersenyum tipis melihatnya. Way pikir Babe lebih bahagia dengan Charlie disampingnya.

Way mengambil ponselnya, masih belum ada pesan dari Pete. Way ingin menelponnya tapi takut mengganggu pekerjaan pria itu.

Way menyesap minumannya. Merasakan panas dari alkohol menyebar ke bagian tubuhnya. Kepalanya terasa ringan dan matanya agak berat.

"P'Way~ jangan hanya duduk sendirian di sini. Ayo bergabung bersama kami disana~" Dapat Way lihat wajah Sonic yang memerah, anak ini sudah mabuk rupanya. Sonic menarik-narik tangan Way.

"Sonic, kau mabuk"

"Tidak P'Way, aku tidak" Sonic menggelengkan kepala, menepuk pipinya sendiri dan menyengir, membuktikan pada Way ia tidak mabuk atau belum.

Way tertawa dan akhirnya pasrah ketika Sonic terus menarik tangannya menuju satu meja tempat teman-temannya berkumpul.

Alan mengangkat gelas keatas, dan berteriak, "Hari ini aku tidak hanya merayakan hari ulang tahunku. Tapi aku juga merayakan kembalinya teman dan saudara kita WAY!!!"

Sorak-sorak mereka beradu dengan musik kencang yang dimainkan. Alan menyerahkan gelas pada Way. Dari aromanya Way tahu ini jenis alkohol yang 'kuat'.

Way mengambil gelas itu dan meneguknya. Teman-temannya kembali heboh menyorakinya. Way merasakan kesadarannya yang perlahan meninggalkan dirinya. 

Sonic dan North mendorong Way untuk ikut menggila di dance floor. Way dengan kesadaran yang menipis hanya mengikuti mereka berdua, menggerakan tubuhnya menikmati alunan musik. Melepas semua pikiran dan perasaan dalam dirinya.

Way tidak menyadari ponsel di sakunya yang bergetar sedari tadi.

Tengah asik bergoyang di dance floor, tiba-tiba Way merasakan seseorang menarik pinggangnya cukup keras. Karena kesadaran yang menipis Way oleng dan terjatuh dipelukan orang itu.

"Eh?"

To Be Continued...

What If...Donde viven las historias. Descúbrelo ahora