DI ATAS MAKAM YANG BASAH (1)

748 42 2
                                    

Pip, pip, pip, suara klakson membuyarkan lamunan Gus Agam, segera dia melajukan mobil meninggalkan lampu lalu lintas yang sempat menyita pikirannya. Sesuai janjinya pagi ini Gus Agam sedang mengendarai mobil menuju rumah sakit tempat Jasmine dirawat, meski di kepalanya tergambar jelas raut kecewa Abah dan Ummah perkara masalah yang telah dia timbulkan.

Tepat pukul 10 malam Gus Agam tiba di rumah, Abah dan Ummah duduk di ruang tamu menunggu kehadiran Gus Agam. Suasana rumah sunyi, Abah dan Ummah yang menunggu di ruang tamu menunjukkan ekspresi penuh tanya pada Gus Agam.

"Assalamualaikum" ucap Gus Agam dengan nada sedikit gugup.

"Waalaikumussalam" jawab Abah dan Ummah berbarengan, dan menoleh ke arah putranya yang baru pulang.

Dengan langka pelan Gus Agam menghampiri orang tuanya dan segera menyalaminya, lalu setelahnya Gus Agam mundur beberapa langka dan berdiri di depan sofa tepat di depan tempat duduk Abah dan Ummah.

"Duduklah dulu" ucap Abah dengan nada rendah.

Raut Ummah terlihat kusut dan penuh tanya, menunggu penjelasan dari putranya Gus Agam.

"Agam minta maaf Abah, Ummah, jika Agam sudah membuat malu keluarga dan membuat kalian kecewa" ucap Gus Agam tertunduk.

"Ummah butuh penjelasanmu Agam, Ummah tahu Agam itu pintar, Agam pasti punya alasan yang kuat" tanya Ummah mendahului Abah.

"Sampai kapanpun Agam tidak akan melanjutkan lamaran dengan Zayna lagi Ummah" Gus Agam menjawab pelan namun tegas.

"Kenapa?, bukankah awalnya Agam setuju dengan perjodohan ini" alis Abah saling bertaut.

"Agam sudah punya pilihan sendiri Abah, Ummah" Gus Agam mengalihkan pandangan saat melontarkan kalimat.

"Apa?, pilihan sendiri?, wanita mana?, Agam kamu kan hanya di Pondok selama ini, santriwati mana yang kamu maksud?, sehebat apa dia sampai bisa mengalihkanmu dari Zayna?" Ummah berpindah duduk di samping Gus Agam sambil menatap tajam putranya.

"Dia bukan santriwati Ummah" jawab Gus Agam berbisik.

"Apa?, bukan santriwati" Abah berucap dengan nada tinggi, kini dia telah berdiri tepat di depan Gus Agam.

"Wanita mana dia?" tanya Abah lagi.

"Iya Abah, Ummah, dia bukan santriwati, dia hanya wanita biasa yang Agam kenal kemarin saat perjalanan menuju rumah Zayna" Gus Agam mendongak memandang Abah.

"Apa?, bukan santriwati katamu Agam, mau jadi apa keluargamu nanti, ingat Agam madrasah pertama anakmu adalah seorang Ibu, mau jadi apa keluargamu jika pilihanmu adalah wanita yang awam akan ilmu Agama" Abah kembali duduk dengan raut kecewa.

Ummah membuang muka, rautnya menggambarkan kekecawa dan kesedihan.

"Iya Abah, Ummah, dia bukan santriwati, bukan hafizah, dia juga wanita yang awam akan ilmu Agama, tapi satu hal yang akan Agam pastikan, dia akan Agam pesantrenkan sendiri, Agam akan mendidiknya agar dia paham ilmu Agama, akan Agam buat dia menjadi santriwati yang hafizah dan pantas menjadi madrasah pertama untuk anak-anak Agam kelak" Gus Agam mengangkat kepalanya dan berbicara tegas.

Ucapan Gus Agam berhasil membungkam Abah dan Ummah, dengan raut kecewa Abah bangkit dari duduknya pergi keluar rumah dan membanting daun pintu, Ummah menyusul bangkit dari duduknya tanpa kata-kata sepasang matanya tampak berkaca-kaca siap mengeluarkan suara isak di dalam kamar.

Kejadian itu lah yang mencuri hampir seluruh pikiran Gus Agam, wajah orang tuanya tergambar jelas, bagaimana raut kecewa, marah, dan sedih. Bahkan sampai pagi Gus Agam belum diajak bicara apapun oleh Abah dan Ummah.

"Huuft, Ataghfirullah al-azim" Gus Agam bernapas berat, disatu sisi dia tetap memikirkan Jasmine yang terkulai di rumah sakit.

***

Gus Agam tiba di rumah sakit, segera dia melangka menuju ruang tempat Jasmine dirawat, tangannya sudah penuh dengan berbbagai macam makanan.

"Jasmine?, kenapa kosong?" Gus Agam mondar mandir mengecek ruangan tempat Jasmine tadi malam saat dia tinggalkan.

Dengan langkah setengah berlari Gus Agam segera mencari Dokter Ishara yang menangani Jasmine.

"Dok, kemana wanita yang saya titipkan pada Dokter?, kenapa dia tidak ada di dalam kamar?" Gus Agam memburu Dokter Ishara dengan pertanyaannya.

"Eh Pak Agam, duduk dulu Pak biar saya ceritakan" sambut Dokter Ishara dengan senyum ramah.

Dengan raut khawatir Gus Agam menurut dan segera duduk.

"Jadi begini Pak, sepulangnya Bapak tadi malam, pasien tiba-tiba keluar dari ruangan dalam keadaan menangis, kami sudah berusaha menahannya tapi penjelasan dari pasien Ibunya telah meninggal jadi dia harus pulang, mendengar itu kami pun membiarkan pasien pulang" jelas Dokter Ishara panjang.

Gus Agam kaget mendengar penjelasan Dokter Ishara, dia membatin betapa malang wanita yang telah dia tolong, wanita itu harus kehilangan calon anak dan Ibu secara bersamaan.

"Oh iya mungkin Bapak butuh alamatnya, kebetulan saat meminta alamatnya sebelum wanita itu pergi" Dokter Ishara menyerahkan secarik kertas pada Gus Agam.

"Terima kasih Dok" Gus Agam menerima secarik kertas itu.

Dengan langka pelan Gus Agam menelusuri koridor rumah sakit, pikirannya semakin berkecamuk dengan hebat.

"Iya, aku harus kesana" bisik Gus Agam pada diri sendiri sambil menggenggam secarik kertas yang bertuliskan alamat Jasmine wanita malang yang telah diselamatkan oleh Gus Agam.

***

Gus Agam berdiri diam, matanya tertuju memandang tanah makam yang dikelilingi oleh beberapa orang yang berbaju serba hitam.

"Eh dengar-dengar Ibu Zainab meninggal setelah menerima telepon dari si Naomi temannya Jasmine".

"Loh kok meninggal cuma gara-gara menerima telepon sih?".

"Ya jelas meninggal lah orang Ibu Zainab sudah sakit-sakitan gitu, eh tahu-tahu dapat kabar kalau anaknya selama ini jual diri buat biaya pengobatannya".

Samar-samar Gus Agam bisa mendengar percakapan Ibu-ibu dan Bapak-bapak yang berjalan pulang meninggalkan makam wanita yang dia cari.

"Assalamualaikum" ucap Gus Agam saat tiba di makam Ibu Zainab.

"Waalaikumussalam" jawab Jasmine dengan medongaknya kepalanya ke arah sumber suara. Meski dengan mata yang membengkak, paras Jasmine tetap terlihat manis dibaluti hijab hitam.

Gus Agam ikut berjongkok beberapa jarak di samping Jasmine.

"Hust, siapa tuh? Kayaknya cowok baik-baik sih dari penampilannya".

"Enggak kayak biasanya, temen si Jasmine kan orang enggak benar semua".

"Iya tuh Ibunya aja meninggal karena itu si Naomi sahabat Jasmine yang melapor kalau Jasmine jual diri".

"Tega banget sih, kita aja ya, sudah tahu kalau si Jasmine kerjaannya jual diri, enggak pernah sekalipun tega ngomong ke Ibu Zainab".

Bisik-bisik orang yang masih berdiri disekitar Jasmine terdengar jelas, seperti tidak peduli dengan perasaan Jasmine mereka sibuk membicarakan Jasmine dan Almarhumah Ibunya.

"Maaf ya" ucap Jasmine pada Gus Agam yang menyadari ketidak nyamanan Gus Agam dengan kata-kata orang sekitarnya.

Dengan percaya diri Gus Agam berdiri.

"Assalamualaikum Ibu-ibu dan Bapak-bapak sekalian" ucap Gus Agam menghentikan obrolan asik para Ibu dan Bapak yang hadir di pemakaman itu.

"Waalaikumussalam" jawab Ibu-ibu dan Bapak-bapak yang hadir di pemakaman itu serempak.

Jasmine yang mendengar salam Gus Agam ikut menjawab sambil mendongakan kepala, Jasmine menatap tajam Gus Agam sambil menunggu apa yang akan disampaikan oleh Gus Agam, Jasmine penasaran apa lagi yang akan dilakukan pemuda yang telah berhasil membuatnya berkali-kali terkejut itu.




AR-RAHMAN UNTUK JASMINE (END)Where stories live. Discover now