Rintik

0 0 0
                                    

Jakarta,
19 Maret 1964

Berlumuran darah, menangis, melihat kehidupan yang aku tak akan pernah tau akhirnya. Aku dibaringkan diatas kasur empuk yang membuatku ingin menangis, namun seorang dengan tangan yang memberikan segala kasih sayang memegangku dengan lembut.
Ia menamaiku Shabila Sasmaya




Nama ku Shabila Sasmaya, namun keluarga ku serta orang orang terdekatku memanggilku Sasha. Orang tua ku bernama Adrhista Arunya dan Jamanika Estiawan.
Sedari aku kecil, tidak jarang aku melihat dan mendengar kedua orangtua ku bertengkar hebat.
Ayah ku, ia selalu bermain tangan, perlakuannya yang kasar membuatku sangat takut, sehingga aku selalu menuruti keinginannya. Ibu ku, ia terlalu lembut untuk menghadapi Ayah yang kasar.
Kami hidup tercukupi atas segala kebutuhan, namun kasih sayang adalah hal yang tak pernah ku rasakan lagi semenjak aku tersadar akan kehidupan

Suatu momen dalam hidupku yang benar benar tidak kusangka, 1 tahun 3 bulan 5 hari setelah kelahiran diriku, Ayah memiliki anak lagi dari wanita yang berbeda, seorang anak perempuan bernama Zahiyyah Anatari, namun ibu ku yang berbelas kasih tetap menjaga dan merawat anak perempuan itu layaknya anak sendiri.
Tepat 1 tahun 6 bulan 10 hari setelah kejadian itu, ibu ku dikaruniani seorang anak perempuan lagi yang dinamai Rosa Puspita Kasih.
3 orang anak perempuan yang harus menerjang badai kehidupan bersama dengan akhir yang berbeda, adalah hal yang tak pernah ku pikirkan. Walau hal demikian terjadi, kami bertiga saling menyayangi satu sama lain tanpa pilih kasih, kami melakukan segala kebersamaan bersama, Ibu selalu merawat kami dengan tulus, dan selalu memastikan bahwa kebahagiaan ada pada kami. 4 tahun kemudian saat aku berusia 6 tahun, aku memiliki adik laki laki yang bernapa

Janitra Sahya. Ia merupakan adik bungsu ku

Ayah sangat menyayangi Janitra, sebagai anak laki laki semata wayangnya, kami bertiga memaklumi itu, kami yakin bahwa Ayah juga menyayangi kami, buktinya Ayah selalu menjaga kami dengan baik ..

Hidup terus berjalan begitu saja, saat ini aku, Ana, dan Rosa duduk di bangku SMP, semenjak kami mengalami pubertas, Ayah sangat sangat ketat atas segala aturan yang diberikan.
Kami tidak boleh keluar selain pergi ke sekolah, dan kecuali keluar bersama Ayah, bahkan untuk berdiri di teras pun adalah hal yang sangat amat dilarang. Ayah kami sangat pemarah dan kasar, jika kami melanggar, mungkin kami akan mati.
Kami selalu menuruti perintah dari Ayah, karena tidak boleh keluar kami menghabiskan waktu untuk belajar saja, dan membaca majalah, mungkin karena hal ini lah yang membuat kami menjadi tiga anak berprestasi di sekolah, orang tua kami selalu bangga dengan pencapaian kami, diantara para anak pejabat dan selebriti kami tetap bisa menjadi paling unggul di kelas masing masing. Pada saat itu, kami merasa segala hal masih terbilang mudah dan tidak ada perjuangan yang benar benar seperti badai

Namun..
semua itu berakhir

2 April 1979, orang tua kami berpisah, Ibu pergi dari rumah tanpa berpamit.
Adik ku, Rosa. Dia adalah yang paling dekat dengan ibu, dia manja sekali, minum pun satu gelas dengan ibu, pada hari itu Rosa terbangun dari tidurnya dan menemui bahwa Ibu telah tidak ada lagi di rumah, kami bertiga mencari Ibu, dan benar, sejak itu Ibu telah pergi dari rumah.
Tentunya hak asuh jatuh di tangan Ayah, ia yang memiliki segala persyaratan untuk merawat kami semua, Aku tidak tega dengan Rosa dan Jan, mereka sangat membutuhkan Ibu, aku juga .. namun aku harus kuat diantara mereka.

Hari demi hari, Ayah semakin tempramental, tidak jarang kami dipukuli, dilempar dan lainnya. Kami sempat pendarahan karena Ayah melakukan kekerasan, namun kami tidak bisa berbuat apa apa

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BADAIWhere stories live. Discover now