49-Tentang Hati

44 11 0
                                    

Tet

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Tet...

Hari Minggu pagi mendengar bel berbunyi itu terasa agak seram. Seorang wanita yang berbaring miring di ranjang menarik selimutnya lebih tinggi dan berharap bisa tidur lagi. Biarlah tamu itu ditemui anggota keluarga lain.

"Arina!" Di depan pintu, Mikha memencet bel sekali lagi. Setelah itu dia mendekatkan wajah ke kaca dan melihat kondisi di dalam. "Kok tumben sepi?" Dia mendapati ruang tamu dengan lampu tempel yang masih menyala.

"Masa Tante ke pasar?" Mikha berjalan menjauh menuju ke samping halaman. "Arina!" teriaknya lebih kencang.

Tok... Tok... Tok....

Arina yang hampir terlelap seketika menegakkan tubuh. Dia menatap jendelanya yang jarang tertutup gorden. Di sana, ada seorang wanita dengan rambut dicepol yang melambaikan tangan dengan senyuman.

"Bukain! Gue bisa loncat dari sini," pinta Mikha.

"Huh...." Arina menghela napas panjang. Dia sebenarnya belum siap bertemu dengan Mikha. Apalagi, membahas tentang Melvin. Namun, sepertinya dari posisi Mikha ini saat yang tepat untuk membahas sesuatu yang selama ini dia hindari.

Arina turun dari ranjang dan berjalan malas menuju dua buah jendela yang masih tertutup rapat itu. Dia mendorong jendela itu keluar, lalu Mikha membungkuk. Setelah itu dia sedikit menggeser kursi kerjanya untuk akses Mikha.

"Aah, udah lama nggak loncat jendela kayak gini." Mikha menaiki jendela yang tingginya hanya sebatas pinggul. Dia lalu meloncat turun dan menatap Arina yang masih mengenakan piama. "Tante nggak ada? Kok sepi banget?"

Arina tidak langsung menjawab. Dia menarik meja itu kembali ke posisinya lalu melirik Mikha yang duduk di sofa panjang. "Ke pasar kayaknya."

"Oh... Lo udah sarapan?" tanya Mikha. "Gue kepikiran pesen mi ayam. Mau gue pesenin sekalian?" Dia mengeluarkan ponsel dan membuka aplikasi ojek online.

Arina kembali diam. Dia melihat Mikha yang terlihat menahan diri untuk bercerita. "Lo ke sini mau ngomong apa?" tanyanya sambil berjalan menuju ranjang. "Jangan deket-deket, gue belum mandi." Padahal, dia tidak ingin berdekatan dengan Mikha karena canggung.

Mikha segera memesan mi ayam lalu sepenuhnya menatap Arina. Dia memperhatikan mata wanita itu yang agak sendu. Sepertinya Arina banyak menangis. "Gue pengen denger."

"Lo udah tahu."

"Tapi, pengen tahu yang jelas," tekan Mikha. "Jadi, malem itu beneran lo."

"Malem itu?"

"Gue lihat lo lari di lorong."

Arina sontak membuang muka. Dadanya terasa sesak saat diingatkan kejadianl itu. Bahkan, ucapan Melvin yang dingin kembali membuat bulu kuduknya meremang.

Mikha terus memperhatikan Arina. Mendapati bahu wanita itu beberapa kali bergetar lalu tangan kanannya terkepal erat. Mikha sebenarnya tidak ingin langsung membahas hal ini, tapi Arina suka yang to the point. "Niat awal gue ke sini pengen mastiin keadaan lo."

Please, Say GoodbyeWhere stories live. Discover now