RETAK 8

57 13 2
                                    

"Ren, aku--" Tangan Tyas kembali dicekal dari belakang, menghentikan langkahnya mengejar sang suami. Dia tak habis pikir mengapa Henri melakukan ini kepadanya. "Aren, tunggu!"

"Lepas, Mas!" bentak Tyas, sikap Henri melewati batas.

"Jawab pertanyaanku, kenapa kamu tidak mau rujuk?"

"Biar aku tegaskan, aku hanya mencintai Narendra, suamiku. Perasaanku padamu sudah hilang saat kau menyingkirkan Luna dari kehidupanmu." Tyas meronta dan berhasil membebaskan diri, dia berlari ke arah Aren yang berhenti mendengar pengakuan Tyas di depan mantan suaminya.

"Tolong, maafkan aku," ucap Tyas saat dirinya mendarat di punggung bidang Aren. Air matanya merembes membasahi kulit Aren. "Aku mengingkari perjanjian kita. Aku tidak tahu kapan perasaan itu tumbuh, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku lagi."

"Kau sedang berbohong dengan siapa? Diriku, dirinya atau dirimu sendiri? Aku bisa membebaskanmu dari ikatan ini jika ingin rujuk dengan Henri."

Jemari Tyas bergetar hebat, pelukannya terlerai. Dia membiarkan tubuh bidang itu menjauh dan menghilang di tikungan.

Kabut gelap di hidupnya kembali menyelimuti. Semakin pekat. Dia tidak pernah memikirkan adanya perpisahan antara dirinya dan Aren, walau dalam khayalan sekali pun.

***

Berkas di tangan digenggam dengan erat, kesepakatan baru telah ditandatangani Henri. Butuh berjam-jam lelaki itu menyadari segalanya. Dia tidak punya harapan lagi atas Tyas. Mencampur aduk urusan pribadi dengan bisnis bukan sikap profesional. Henri pun memutuskan memperbaiki hubungannya dengan Narendra Production. Tyas hanya ingin pulang memastikan kedua buah hatinya dalam keadaan baik.

Jam kerja Tyas menjadi lebih fleksibel sejak kehadiran Surya dalam hidupnya. Meski tanggung jawab semakin berat, Aren tidak mempermasalahkan jika Tyas harus menjalani WFH-work from home. selama Narendra Production terkendali.

Langkah Tyas terhenti di gerbang, air mata meluncur turun tanpa bisa dicegah. Pemandangan terindah yang dilihatnya seumur hidup. Surya sedang bermain di halaman yang dipenuhi berbagai macam bonsai, dia tidak sendiri ada Luna yang memberi wortel pada hewan berbulu tebal bertelinga panjang yang dipelihara beberapa hari yang lalu. Bukan itu yang membuat bulir bening meleleh tiada jeda, Aren ada di antara mereka dengan senyum terbaik yang dimilikinya. Sudah lama sekali sejak kelahiran Surya, Aren seperti kehilangan seluruh emosinya. Dia terlihat hampa tanpa ada cahaya dalam dirinya.

Masa-masa pelik yang tidak akan pernah Tyas lupakan seumur hidup, saat Aren tidak sudi menyentuh darah dagingnya sendiri. Bukan hanya sehari, sebulan atau setahun, tetapi seumur hidup Surya yang kini menginjak usia dua tahun.

"Eh, Mama pulang," sapa Aren dengan mengangkat tangan Surya agar menyerupai orang melambai. Buru-buru Tyas menghapus jejak basah di wajahnya dan menampilkan senyum terbaiknya.

"Surya sedang main sama Ayah, ya?" Dia mengangkat bocah dua tahun itu tinggi-tinggi, mengecupnya dan mendekap dengan erat. Luna yang semakin besar berlari memeluk Tyas saat melihat kedatangannya dan kembali asyik setelah pisang kesukaannya diterima kakak-beradik itu.

"Aku akan bikin minuman untukmu." 

"Yas, aku tidak haus." Lelaki yang dinikahinya beberapa tahun terakhir mendekapnya posesif setelah sekian lama hubungan mereka lebih dingin dari Antarktika. "Setelah aku menahan apa yang menjadi hakmu, kau masih tetap menghormatiku sebagai seorang suami."

"Maksudnya?"

Lelaki yang semakin hari terlihat kurus itu justru menangis. Tyas tidak pernah melihat Aren melepas emosi sedihnya sebebas ini. Tyas hanya tahu, Aren mendengar seluruh pembicaraannya dengan Henri. Dia melihat Aren memakai tuksedo hitam kesayangannya saat berniat menemui Henri.

Setelah apa yang didengarnya beberapa waktu lalu, Tyas kehilangan semua harapan dalam hidup.

Dititnggal Aren? Tyas kembali menangis saat mengingatnya. Masih segar diingatan, Aren menghabiskan malam-malam entah di mana, berminggu-minggu tidak pulang tanpa kabar, dan aroma bir menguar dari mulutnya. Kadang ada noda lipstik di kerah kemeja, aroma parfum wanita di tuksedonya, bahkan pernah menjumpai kismark merah di leher Aren.

Menyalahkan Tyas atas ketidaksempurnaan pewarisnya, Surya. Menumpahkan semua tanggung jawab yang seharusnya dipikul Aren kepada Tyas. Wanita itu bahkan tidak peduli dengan kesalahan Aren yang menyakitinya. Namun, berpisah dengan Aren sangat sulit Tyas terima. Lantas apa dirinya berhak atas Aren? Mengingat pernikahan mereka hanya sebuah kompromi.

🌻🌻🌻

[TAMAT] RETAKWhere stories live. Discover now