Part 5

21 11 0
                                    

Aksi unjuk rasa di tahun 1998

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aksi unjuk rasa di tahun 1998

"Pak, Bu, aku akan pergi ke pusat kota bersama teman-teman untuk ikut aksi," ujar Arman di pagi hari.

"Apakah kamu yakin ingin melakukannya? Ibu khawatir, Nak..." tanya Bu Marni dengan nada cemas.

"Tenang saja, Bu. Tuhan Yesus akan selalu melindungi kita," jawab Arman sambil tersenyum dan mencium tangan kedua orang tuanya.

"Hati-hati, Nak! Semoga Tuhan memberkati," kata Pak Dirman.

Arman pun berangkat menuju pusat kota dengan diantar oleh sahabatnya, Bayu dan Jito, yang memboncengnya dengan sepeda motor. Namun, sebelum itu, mereka mampir ke rumah Nur yang sedang dalam masa pemulihan setelah operasi dan tidak boleh beraktivitas berat sesuai anjuran dokter.

"Nur, hari ini aku akan ikut aksi di pusat kota. Doakan agar semuanya lancar," pinta Arman.

"Aku pasti akan selalu mendoakanmu, Sayang," jawab Nur.

"Nanti sore, aku akan menjengukmu lagi."

Arman melepas cincin merah delima yang melingkar di jarinya dan memasangkannya ke jari Nur.

"Kalau kamu rindu padaku, pegang dan ciumlah cincin ini. Anggap saja aku selalu ada di sampingmu," katanya sambil menggenggam tangan Nur dan menciumnya. Arman pun pamit pergi.

"Hati-hati di jalan, Arman! Semoga Allah melindungimu!" seru Nur sambil melambaikan tangan.

14 Mei 1998, sebuah tanggal yang terukir dalam sejarah demokrasi Indonesia sebagai awal dari Reformasi. Ratusan ribu orang, termasuk mahasiswa, buruh, petani, seniman, dan masyarakat dari berbagai latar belakang, berkumpul dalam aksi unjuk rasa terbesar sejak aksi pada 5 Maret lalu.

Sebelum aksi dimulai, seluruh anggota organisasi memberikan pengarahan kepada para peserta yang terdiri dari mahasiswa dan buruh. Para musisi jalanan dari "Serikat Musisi Jalanan Indonesia" juga turut hadir.

Bima membuka acara. "Sebelum kita mulai aksi, mari kita menundukkan kepala dan berdoa agar aksi ini membawa berkah dan hasil yang diharapkan. Berdoa mulai!"

Semua menundukkan kepala, memohon restu kepada Yang Maha Kuasa.

"Berdoa selesai!"

Arman kemudian menjelaskan rencana aksi dan titik-titik kumpul yang telah ditentukan dalam rapat semalam. Koordinasi yang rumit diperlukan untuk mengatur ribuan orang dalam situasi represif.

"Barisan depan akan terdiri dari saya, Mas Bima, Mas Anton, dan Mas Wahyu. Mas Bima akan menjadi orator bersama Mas Anton. Mas Wahyu akan membacakan puisi, dan saya seperti biasa akan bernyanyi sambil bermain gitar. Titik kumpul awal kita di kampus X bersama teman-teman mahasiswa di sana. Kita akan berangkat bersama."

Setelah pengarahan, Anton membagikan ikat kepala merah bertuliskan "PRO DEMOKRASI" yang langsung dikenakan. Sebelum berangkat, semua peserta membentuk lingkaran.

Arman, Itulah NamakuWhere stories live. Discover now