The Guardian Chronicles: Guardian

Bab 21

Uzumaki Tomoyo baru berusia tiga setengah tahun ketika dia mengetahui betapa hebatnya Quirknya, atau Kekkei Genkai begitu ayahnya menyebutnya.

Itu adalah kenangan yang dia ingat dengan baik meskipun dia masih muda. Pada usia itu, anak-anak penasaran dan menantikan Quirk mereka dengan penuh semangat. Quirk Anda mendefinisikan Anda atau begitulah yang Tomoyo pahami dari mengamati anak-anak di kamar bayinya. Dia tidak sepenuhnya mengerti mengapa orang berkata seperti itu. Ayahnya sebenarnya tidak memiliki Quirk tetapi dia tidak pernah merasa kesal setiap kali Mummy menggunakan Quirknya di depan mereka.

Dia tidak pernah membiarkan hal itu mendefinisikan dirinya.

Keluarganya tinggal di lingkungan yang bagus, dekat dengan Paman Kenji dan keluarganya. Eisuke adalah sepupunya yang lebih tua, hanya satu tahun lebih tua darinya. Mereka memiliki banyak anggota keluarga tetapi Eisuke adalah satu-satunya yang seusia dengannya dan sama seperti dia. Kedua ibu mereka lahir di sini dan bukan di negeri asing ayah mereka. Eisuke tinggal di dekatnya dan Tomoyo menebak itulah sebabnya mereka begitu dekat.

Mungkin itu sebabnya dan fakta bahwa orang tuanya selalu menyembuhkannya setiap kali dia melakukan sesuatu yang bodoh. Aku Yang Maha Perkasa. Itulah yang selalu Eisuke katakan setiap kali mereka bermain di taman bermain bersama anak-anak lain. Tomoyo menyukai All Might dan para pahlawan, tetapi dia tidak akan pernah menjadi pahlawan.

Dia tahu apa yang dia inginkan dan ingin menjadi dokter seperti orang tuanya.

Jika Eisuke menjadi pahlawan maka dia akan membutuhkan seorang dokter dan Tomoyo akan menjadi dokter itu, karena Ibu dan Ayahnya tidak akan selalu ada untuk memperbaiki payudaranya. Ayahnya menganggapnya lucu ketika dia mengatakan hal ini kepadanya, sementara ibunya menggelengkan kepalanya dan mengatakan kepadanya bahwa dia tidak perlu khawatir tentang Eisuke menjadi pahlawan.

" Tunggu saja sampai kalian berdua masuk SMA, mungkin kalian berdua akan berubah pikiran." Kata ibunya ketika dia mengenakan jas dokternya dan bersiap berangkat kerja. Ayahnya masuk, mengusap dagunya dan mengenakan mantelnya juga. Gadis kecil itu mengernyitkan hidung dan memalingkan muka ketika orang tuanya saling mengecup bibir.

Tomoyo melompat dari tempat duduknya, langsung menuju ruang tamu untuk mengambil tasnya dan menuju ke kamar bayi bersama ayahnya. Apa yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu yang tidak akan pernah dilupakan oleh Tomoyo. Pada usia tiga tahun, Tomoyo masih polos dan tidak mengerti bahwa anak seusianya mungkin saja terluka. Saat dia memikirkan payudara, yang dia pikirkan adalah luka kecil, bukan luka besar.

Bel pintu berbunyi di seluruh rumah dan Tomoyo menjatuhkan tasnya, bergegas menuju pintu dengan mata ungunya yang bersinar karena rasa ingin tahu. Dia melihat ke dapur dan melihat orang tuanya masih berbicara, ibunya mengedipkan matanya ke tempat tidur tempat adik laki-lakinya tidur, sebelum menatapnya. Ayahnya menatapnya dengan mata mengeras dan kemudian Tomoyo mengetahui bahwa ayahnya berusaha meyakinkan ibunya agar membiarkan dia belajar membela diri.

Dia membuka pintu dan berkedip saat melihat Eisuke dengan seorang anak laki-laki lemah berambut merah yang dipenuhi banyak luka dan memar. Dibandingkan dengan sepupunya yang lebih tua, anak laki-laki itu hanya sedikit lebih pendek dan lebih kurus dari sepupunya jika itu memungkinkan. Namun yang paling menonjol bagi Tomoyo saat itu adalah matanya yang berwarna biru kehijauan. Bukan seberapa cantik tampilannya, tapi seberapa besar rasa takut dan kemarahan yang ada di dalam diri mereka.

" Apakah Obaachan ada di sini? Atau bahkan si Kambing Tua?" Eisuke bertanya padanya, dengan lembut mendorong anak itu ke dalam rumah. Tomoyo mengangguk dan mengarahkan pandangannya ke dapur, di mana orangtuanya masih berbicara pelan. Tak satu pun dari mereka menyadari fakta bahwa sepupunya ada di sini bersama seorang anak laki-laki yang penuh dengan banyak luka, mereka tampak lebih khawatir dengan saling memandang dan berdebat dalam bisikan pelan.