4

58 16 1
                                    

Terpisah dalam Keheningan


Suasana di rumah Rafael semakin tegang setelah pertengkaran orangtuanya. Rafael merasa sedih melihat kedua orangtuanya saling bertengkar. Meskipun dia bisu, dia berusaha tetap tenang di tengah kekacauan.

Suatu malam, Al Syah dengan tegas meminta Rafael dan Nyonya Nadalsyah untuk pergi dari rumah. Rafael terkejut dan sedih mendengarnya. Tatapan kasar ayahnya menusuk hatinya.

"Sekarang, kalian tidak lagi bagian dari keluarga ini," ucap Al Syah dengan dingin.

Rafael menoleh pada ibunya, Nyonya Nadalsyah, yang menangis tanpa suara. Dia mencoba menenangkan ibunya sambil memeluknya erat.

Meskipun hatinya hancur, Rafael tetap kuat. Mereka berdua tersisa dalam keheningan yang menyakitkan, tetapi mereka tahu bahwa mereka memiliki satu sama lain. Meskipun cobaan berat menanti, mereka bersatu dalam tekad untuk tetap kuat dan melawan bersama-sama.

Rafael dengan lembut menuntun ibunya keluar dari rumah yang mereka panggil 'rumah'. Walaupun hujan semakin deras, Rafael merasa ada kehangatan dalam kesatuan mereka. Mereka melangkah perlahan, menembus kegelapan malam yang menggelayuti mereka.

"Kita akan menemukan tempat yang aman, Ibu. Kita akan bertahan," bisik Rafael dengan gerakan isyaratnya, mencoba memberi kekuatan pada ibunya.

Nyonya Nadalsyah menatap putranya dengan campuran antara kecemasan dan kepercayaan. Dia mengangguk kecil, menunjukkan bahwa dia percaya pada Rafael, meski tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Berdua mereka menjelajahi kegelapan malam, tak tahu mau kemana tapi, mereka memiliki satu sama lain, dan dengan cinta dan keberanian, mereka siap menghadapi segala rintangan yang mungkin muncul.

Rafael dan ibunya berjalan dengan hati yang penuh keberanian, meskipun hujan semakin deras membasahi mereka. Rafael memimpin jalan, mencari tempat perlindungan dari badai yang mendera.

Mereka melintasi jalan setapak yang gelap, dan tiba-tiba Rafael melihat cahaya samar di kejauhan. Tanpa ragu, dia mengajak ibunya menuju cahaya itu, berharap itu adalah tanda harapan di tengah kegelapan.

Saat mereka semakin mendekat, cahaya itu terungkap sebagai sebuah kedai kecil yang masih terbuka. Mereka masuk ke dalam, disambut oleh hangatnya sinar lampu dan bau harum dari minuman hangat.

Seorang pelayan memperhatikan mereka dengan simpati. "Maaf, kami sedang tutup, tapi kalian bisa berlindung di sini dari hujan," ucapnya ramah.

Rafael tersenyum berterima kasih, merasa lega karena telah menemukan tempat perlindungan. Mereka duduk di meja yang kosong, menikmati kehangatan dan kebersamaan di tengah badai yang mengamuk di luar.

Dalam momen itu, Rafael dan ibunya merasa lega dan aman. Mereka tahu bahwa apa pun yang terjadi selanjutnya, mereka memiliki satu sama lain untuk saling mendukung dan melindungi. Dengan kekuatan cinta dan kebersamaan, mereka siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Lanjut berjalan Ketika Rafael dan ibunya memasuki restoran, istri baru Al Syah, yang juga merupakan pemilik restoran, langsung menyadari keberadaan mereka. Namun, senyumnya terasa kaku dan dingin, seolah-olah dia sedang memainkan peran yang tak ingin dia mainkan.

"Dapatkah saya membantu Anda?" tanyanya dengan suara yang keras, tapi tidak ada kehangatan di matanya.

Ibu Rafael menatapnya dengan kebingungan, merasa ada yang aneh, tapi Rafael hanya mengangguk dengan sopan. Mereka meminta sedikit makanan dengan harapan bisa mengisi perut yang keroncongan.

Tapi saat makanan datang, mereka melihat bahwa itu hanyalah sisa-sisa tak bernilai yang tak pantas dimakan. Istri baru Al Syah memandang mereka dengan tatapan sinis, seolah menikmati melihat mereka kesulitan.

BISUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang