25 | Hipnotis

3.8K 617 72
                                    

Vote dulu kaya biasa ...

kalian udah liburan belum? bentar lagi lebaran ternyata ... tapi gue usahain tetep update meski tipis-tipis asal jalan ye kan? Dan kalian tahu kalau gue masih hidup.

oke! sekarang happy reading!

.

.

.

"Oke, baiklah ...," ucap Kalisa. " Tapi mungkin kamu bisa memberikan kode apartemen kamu, jadi nanti aku bisa beres-beres buat kamu kalau kamu capek, atau ... kapan pun aku akan berkunjung,"

Jujur Tama semakin bingung membuat alasan lagi setelah tadi menolak Kalisa menginap di apartemennya. "Iya, nanti aku kasih lewat wa," Tama tersenyum yang ia buat-buat.

"Baiklah, sekarang aku pulang, dan kamu bersiaplah untuk kerja," ucap Kalisa dengan senyum teduh namun manjanya.

Tama mengangguk. "Terima kasih, Kalisa."

Kali ini Kalisa yang mengangguk. "Aku permisi, dan ... cepetan kirimin aku pesan wa."

Tama mengangguk lagi, dan melambai kala Kalisa melambai pamit.

Seperginya Kalisa, Tama segera kembali menutup pintu, dan dengan langkah lebar masuk ke kamar. Ini sudah pukul empat sore, Kalisa cukup lama di apartemen dan Miko benar-benar tak bersuara membuat Tama khawatir.

Membuka pintu lemari, dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah Miko yang tertidur memeluk kakinya sendiri dengan pipi berbantal lutut. Tampak lucu, imut, manis tapi juga malang di mata Tama sekarang.

Menipiskan bibir, Tama mendadak merasa bersalah, pasti Miko lelah dan juga kelaparan. "Miko ...," Tama menepuk pundak Miko dua kali. "Bangun!" ucapnya pelan.

Pelan Miko membuka mata. "Miko udah boleh keluar? punggung Miko sakit," ucapnya serak masih sedikit mengantuk.

Tama menelan ludah, lalu mengangguk patah-patah, benar merasa bersalah dengan kucing besar manis ini. "Boleh, ayo keluar ...,' ajaknya lembut.

Dan dengan pelan Miko keluar dari lemari, dan detik berikutnya suara perut Miko berbunyi.

"Miko lapar?" tanya Tama iba.

Miko mengangguk.

"Ayo kita makan!" Dan Tama berjalan mendahului, dia memang merasa bersalah, tapi dia tidak ingin disalahkan, dia tidak ingin lemah karena Miko, meski telapak tangan berkedut ingin sekali menggandeng telapak tangan kecil itu.

Miko mengikuti hingga mereka sampai di meja makan.

"Duduk! Tadi sengaja cumi dari Kalisa nggak aku makan buat kamu," ucap Tama seraya mengambilkan cumi bunting full isi dan nasi padang itu ke hadapan Miko. "Miko belum pernah makan yang seperti ini kan?" Tama tersenyum.

"Kalisa sangat berguna, yah?" ucap Miko seraya menarik piring itu untuk lebih dekat mengabaikan pertanyaan dan senyuman Tama.

"Eung?" Tama berdengung, tidak paham dengan maksud perkataan berguna dari bibir mungil Miko yang baru saja diucapkan.

Miko menyuap. "Iya, Kalisa berguna, dia bisa membelikan Tama cumi, Jadi Tama suka sama Kalisa, dan lagi ... Kalisa juga nggak punya ekor," ucapnya sedih.

Berkedip beberapa kali, Tama paham maksud dan arah pembicaraan ini.

"Tama sangat menyukainya yah?" Miko mendongak menatap Tama polos tapi ada sematan luka tak kasat mata di sorotnya yang berkaca, dia itu mampu membuat Tama berdiri terkesiap.

Miko memiringkan kepala menunggu jawaban.

"Ee ... iya! Aku sangat menyukainya, sangat-sangat suka!" tegas Tama, dia harus menepis desir rasa dalam dadanya, perasaan bersalah yang mencubit hati, logikanya harus tetap menang lagi.

Bahu Miko jatuh, lalu dia merunduk. "Tapi nggak masalah, 'kan kalau Miko suka Tama walaupun suka sendirian?" Dan dia mendongak lagi menatap Tama untuk bertanya di akhiri senyum manisnya yang ia buat-buat.

"Habiskan! Aku mau berangkat kerja!" Tama mengalihkan topik, meski sebenarnya masih ada waktu untuk dia bersiap.

Miko mengangguk.

"Jangan lupa Miko cuci bekas piring makannya, oke?" Tama beranjak.

Miko mengangguk lagi meski yakin Tama tak melihatnya. Seraya mengunyah telinga runcingnya kembali melayau, bahunya semakin turun, rasanya sedih, sedih sekali sampai dia ingin menangis. Dia tidak tahu, tapi menjadi makhluk yang tidak disukai itu rasanya menyakitkan, apalagi itu oleh orang yang dia sukai.

Menyuap lagi dengan tak minat, walau ia sebenarnya lapar karena belum makan hampir seharian.

***

"Miko tidur sendirian lagi malam ini berati?" tanya Miko pada Tama yang tengah memakai sepatu di sofa dengan duduk menyebelahinya.

"Biasakan diri kamu, Miko ..." ucap Tama acuh. "Ah! Dan tolong nanti kamu jangan tidur di kamarku,"

"Tapi, 'kan Tama nggak di rumah," Miko mendongak saat Tama berdiri.

"Baiklah, kamu tidur aja di sana, tapi aku akan pulang besok pagi, aku akan tidur di rumah sakit kalau gitu,"

"Aa ... jangan!! Iya ... iya ... Miko nggak akan tidur di kamar Tama, tapi Miko mohon Tama pulang ...," rengek Miko dengan memeluk paha Tama.

Tama menghela napas.

"Pulang ... Miko nggak mau kesepian, pulang yah?"

"Aish ... iya! Iya! Tapi tolong lepas, Miko ...!"

"Oke!" Dan Miko melepaskannya detik itu juga.

"Sekarang aku berangkat!" pamit Tama.

Miko mengangguk, lalu melambai dengan tersenyum.

Tama mengabaikannya, dia segera keluar apartemen dan menutup pintu, masuk ke lift dan turun, dilanjutkan keluar lobi. Semua sudah tampak menjingga sekarang, dan dengan langkah lebar dia berjalan. Sekali lagi, satu dorongan dalam dada menyuruh untuk mendongak melihat ke arah jendela untinya. tapi ia lebih memilih menggeleng heboh, dia tidak mau, dia takut ada Miko melambai di sana.

Tama harus bersikap tegas, karena pesona Miko lambat-lambat memang menghipnotisnya tanpa sadar.

Tbc ...

gue mau tanya, buku ini berapa orang sih yang suka? lanjut nggak?

Pink Kitty [BoysLove]Where stories live. Discover now