1 Kehidupan Baru

494 29 0
                                    

Limmario Manoban dan Kim Jennie adalah dua orang yang sudah bersahabat sejak kecil, keakraban mereka membuat kedua orang tua masing-masing merasa gemas dan tidak henti-hentinya meminta mereka untuk menikah saja.

Siwon Manoban dan Yoona Manoban sebagai kedua orang tua Limmario sudah sangat menyayangi Jennie layaknya putri mereka sendiri, mereka tidak jarang meminta bantuan Jennie untuk mengurusi Lim yang memang memiliki karakter absurd, laki-laki itu pecicilan serta banyak tingkah dan Jennie lah yang mampu mengontrol layaknya seorang pawang.

Kim Taeyeon dan Tiffany pun tidak kalah kompak dalam jodoh menjodohkan putri mereka dengan Lim. Kedua orang tua Jennie bahkan hanya akan mengijinkan Jennie pergi jika Lim yang mendampingi gadis itu.

Hingga, berbagai macam cara telah kedua pasang orang tua itu lakukan untuk menikahkan Lim dan Jennie, tapi selalu saja berakhir kegagalan.

Dan pada akhirnya, ide terakhir pun dilakukan.

Dimana kini, mereka berdua di ruang rawat inap Marco ─kakek Lim yang dikabarkan mengidap penyakit mematikan.

Keluarga Lim dan keluarga Jennie sekarang sedang berada di ruang rawat Marco dan mereka terlihat sedang terlibat cekcok.

"Kakek, aku tidak akan tertipu. Tempo hari  mama menggunakan alasan seperti ini untuk membuat aku menikahi Jennie, aku yakin kali ini juga kalian hanya menjalankan sebuah drama," Lim menolak mentah-mentah keinginan Marco.

Jennie yang berdiri di sisi Lim jelas saja satu pendapat dengannya dan memberikan anggukkan kepala cepat, menggambarkan Jennie sangat teramat setuju dengan ucapan Lim.

Jadi, Lim dan Jennie mendapatkan kabar jika Marco sudah berada di ambang batas, dan keinginan terakhirnya adalah pernikahan Lim dan Jennie.

Ini konyol.

Itu lah yang ada di dalam pikiran Lim dan Jennie.

Yoona sebisa mungkin memasang wajah menyedihkan dengan air yang mengalir di pipinya, air mata palsu yang Yoona peroleh dari obat tetes mata yang sempat wanita itu teteskan beberapa waktu lalu, tentunya tanpa sepengetahuan dua anak yang kini sedang berdebat dengan mereka.

Kemudian wanita itu menyentuh pundak putranya. "Lim, ini adalah keinginan terakhir kakek, kau seharusnya tidak banyak perotes dan turuti saja. Apa kau mau, kakek meninggal dengan rasa kecewa atas sikapmu ini?"

"Mama! Aku tahu kakek tidak sakit, ini pasti hanya akal-akalan kalian saja supaya kami menikah," dengus Lim.

Yang jelas saja kembali disambut anggukan kepala Jennie. "Itu benar. Bibi aku minta maaf sebelumnya. Tapi ini sudah keterlaluan,"

"Jennie, Lim. Apa kalian pikir kami akan senekad itu dengan cara mempermainkan nyawa orang tua?" Tiffany ikut ambil peran dalam drama tersebut untuk memberikan keyakinan atas ucapan mereka.

Ucapan Tiffany berhasil membuat Lim dan Jennie menunduk dan bungkam. Tanda jika keduanya telah masuk kedalam kebohongan yang sedang terjadi.

Keheningan pun menyelimuti ruangan tersebut, Jennie dan Lim masih tetap menunduk seolah-olah sedang merenungkan semuanya, sedangkan para pihak orang tua tampak memberikan kode lewat kedipan mata dan ekspresi wajah.

Yoona pun mengangguk dan kembali menepuk pundak Lim. "Tolong kabulkan keinginan terakhir kakek, Lim,"

Lim pun mendongak dan menatap Marco yang mulai memejamkan matanya dengan napas lemah, hal itu membuat Lim menggigit bibir bawahnya merasa resah.

Setelah itu tatapan Lim mengarah pada gadis di sisinya, berpandangan cukup lama dengan Jennie yang bisa menyimpulkan arti dari tatapan laki-laki itu. Jennie menggeleng lemah dimana gadis itu juga tidak tahu harus seperti apa, Jennie tidak bisa bertindak terlalu banyak karena pihak yang sakit adalah keluarga Lim, Jennie masih punya etika untuk tidak bersikap terlalu buruk.

Keputusan akhir telah Jennie berikan pada Lim, apapun itu Jennie akan mencoba menerimanya.

Hingga, gadis itu pun terperangah saat merasakan jemarinya digenggam erat oleh sebuah kehangatan, Jennie menunduk dan melihat bagaimana jemari Lim mencengkeram lembut tangannya, seolah menyalurkan perasaan tak menentu yang sedang dirasakan olehnya.

"Baiklah."

Satu kata terucap dari bibir Lim, dan itu adalah penentu bagi nasib masa depan mereka. Takdir baru.

.
.
.

Hari ini, terhitung sudah satu bulan dua sejoli itu menyandang gelar sebagai pasutri, tidak ada yang berubah diantara keduanya, hanya menjadi teman tidur dan tinggal di atap yang sama, itupun benar-benar tertidur bersebalahan tanpa melakukan hal lebih, mereka masih terlihat seperti dua orang sahabat.

Hari-hari awal pernikahan, kedua orang tua mereka hampir setiap hari berkunjung ke rumah, untuk memastikan hubungan kedua anak mereka baik-baik saja, dan tidak jarang menggoda keduanya perihal buah hati.

Keisengan kedua orang tua mereka juga lah yang membuat Lim memutuskan membeli rumah minimalis khusus untuk keluarga kecil mereka, niatnya supaya tidak direcoki, tapi itu semua nyatanya percuma karena kedua orang tua mereka masih sering datang walaupun tidak sesering pada awal pernikahan.

Keduanya tampak tergolong keluarga yang berkecukupan, dimana Lim telah mewarisi perusahaan sang ayah yang sejak dulu menaungi bisnis properti, dimana Lim diberi kepercayaan untuk memimpin anak perusahaan yang berpusat di Kota Busan, dimana rumah mereka berada.

Sebelum berangkat bekerja, seperti biasa, Jennie menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri untuk menyiapkan sarapan, sejak awal Jennie hanya bisa menyajikan seporsi roti atau sandwich ringan, dan ketika makan siang atau malam maka mereka memutuskan untuk membeli menu makanan.

Lim sebagai seorang suami tidak banyak menuntut, dan tidak keberatan jika harus selalu membeli makan untuk memenuhi kebutuhan perut mereka, yang terpenting laki-laki itu tidak mengijinkan adanya seorang asisten rumah tangga di rumahnya, entah mengapa tapi Lim hanya ingin rumah tersebut berisikan orang-orang yang menjadi keluarganya saja.

"Lim, kau tidak bosan, 'kan, sarapan hanya dengan roti dan susu?" Jennie sedang mengoleskan selai coklat pada permukaan roti tawar di tangannya.

Kemudian menyodorkan pada sang suami yang langsung diterima, Lim hanya mendengus geli dengan melahap roti tersebut. "Aku saat masih menjadi pelajar selalu memakan ramyon setiap hari, dan itu tidak masalah bagiku. Bukankah roti jauh lebih sehat? Jangan khawatir,"

Jennie mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak khawatir,"

"Sejak dulu kau memang tidak pernah mengkhawatirkanku," Lim pun bangkit dan menjulurkan lidahnya untuk mengejek dengan berjalan cepat menuju pintu utama.

"Aku memiliki jadwal meeting pagi ini, jadi harus pergi lebih awal," lambaian tangan Lim hadirnya untuk salam perpisahan.

Yang mana dihadiahi gelengan kepala ringan oleh Jennie.

Rumah tangga yang aneh. Tapi Jennie bersyukur karena sejauh ini tidak ada cek-cok yang terjadi, paling-paling hanya keributan kecil dan tidak penting, itu karena mereka terlalu acuh tak acuh dalam hubungan pernikahan dan bersikap layaknya sahabat.

Mungkin ini lebih baik? Jennie tidak tahu kedepannya akan seperti apa keluarga kecilnya ini. Rasanya aneh, hambar, dan terdengar lucu jika dipikirkan kembali.

.
.
.

Bersambung

Merried With My BestfriendWhere stories live. Discover now